24. Kembali pergi

3 0 0
                                    

Tepat pada hari ini, Calvin kembali pergi ke luar kota. Seperti biasa, Valerie mengantarnya sampai bandara. Di sana, raut kesedihan Valerie terlihat jelas. Untuk kali ini rasanya berat melepas Calvin pergi ke luar kota lagi, seperti ada firasat buruk tentang mereka. Tapi apa?

"Kamu beneran mau pergi lagi?" tanya Valerie memastikan.

Lelaki itu mengangguk mantap, manarik koper bawaannya menuju pesawat. "Kamu di sini hati-hati ya, jangan lupa makan juga. Oh ya, satu lagi, kamu jangan matiin handphone kayak waktu itu ya, dan jangan ngambek lagi oke, sayang."

Gadis itu hanya membalasnya dengan anggukan. Sebelum Calvin benar-benar pergi, Valerie memeluknya dengan erat, tidak biasanya. Kala itu Calvin pergi ke luar kota, respon Valerie tidak seperti ini. Seakan-akan lelaki itu pergi tidak akan kembali lagi.

"Val, kamu kenapa? Tumben, biasanya gak kayak gini. Kamu baik-baik aja, kan?"

Lagi-lagi gadis itu mengangguk. "Aku gak papa, cuman nanti aku bakalan kangen aja sama kamu. Aku takut kamu ...." Ia terdiam sejenak, menunda kalimat yang hendak ia ucapkan. Calvin yang penasaran pun bertanya.

"Takut aku kenapa?"

"Ha? Nggak, nggak. Ya udah, kamu hati-hati ya. Kalo udah sampai sana jangan lupa kabarin aku, aku pulang dulu, bye."

Valerie meninggalkan Calvin di sana. Perasaannya tak karuan, gadis itu tidak tahu dirinya kenapa. Ia gelisah.

Melepas Calvin kali ini, seperti ia akan kehilangan laki-laki itu selamanya. Tapi dengan sebisa mungkin ia menghalau pikiran negatif itu. Ia tidak ingin apa yang ia pikirkan terjadi.

Tidak langsung pulang, Valerie justru langsung pergi ke kampus. Ada tugas yang belum ia selesaikan. Baru saja sampai di kampus, deru ponselnya berdering, ada sebuah pesan masuk.

Bi Siti 💝

Val, kamu pulang nanti lewat pasar gak?

Ya enggaklah, Bi. Emang Bibi mau ngapain?

Nitip sesuatu, kelupaan Bibi tadi belinya.

Apa tuh?

Bumbu dapur abis, sama tepung. Bibi pengen buat pempek

Oh ya udah, nanti Valerie mampir pas selesai kuliah

Ah, jadi ngerepotin kamu deh. Ya udah makasih ya Val

Iya, bi Siti

Percakapan singkat lewat chatting itu pun berakhir. Valerie kembali fokus pada pelajarannya.

***

Calvin sudah sampai beberapa menit yang lalu, tapi ia tidak langsung memberitahu pacarnya. Lelaki itu langsung menemui perempuan yang waktu itu bersamaan. Ia pergi ke luar kota bukan untuk pekerjaan, tapi seseorang yang sedang bersamanya saat ini.

"Kamu kapan sih mau seriusin aku? Aku capek nunggu tanpa kepastian."

"Nanti ya sayang, sabar dulu. Aku juga lagi usah ini."

Raut wajah gadis itu terlihat cemberut. Calvin berusaha membujuknya. Bentar, siapa perempuan itu? Apakah mereka ada hubungan?

"Jangan lama-lama ya."

"Aku usahain sayang."

Tepat saat Calvin sedang ngobrol dengan perempuan itu, deru ponselnya berbunyi. Tertera nama Valerie di sana. "Aduh, Valerie nelpon lagi," gumamnya.

Ia pun beralasan izin ke toilet. "Em, sayang, aku ke toilet bentar ya."

"Oke, jangan lama-lama."

Gladis Naura—cinta pertamanya Calvin. Memang pada saat itu Calvin pernah kulihat di Malang. Mereka bertemu satu kampus, tapi setelah putus Calvin memutuskan untuk kembali ke Jakarta. Tapi, setelah Calvin menjalani hubungan dengan Valerie, Gladis datang di antara mereka berdua. Dan, Calvin tidak bisa memilih. Ia sayang Valerie tapi tidak ingin kehilangan cintanya. Egois bukan?

Saat tiba di toilet, Calvin langsung mengangkat panggilan itu.

"Hallo, sayang. Gimana, gimana? Kamu udah selesai kuliah?"

Valerie yang berada di sebrang sana seperti orang kebingungan. Aneh dengan respon dari Calvin.

"Sayang, kamu kok aneh gitu sih. Kenapa langsung tanyain soal kuliah aku. Bukannya tadi pas di bandara bilangnya, kamu bakal telpon aku kalo udah sampai. Tapi gak ditelpon juga, kalo aku gak nelpon kamu, ya gak akan kamu telpon kan?"

Calvin terdiam. Ia tidak bisa mengontrol dirinya, gugup itu sudah pasti. Namun, ia berusaha untuk terlihat tenang.

"Ha? Em, gak aku tuh cuman khawatir aja sama kamu. Di sana kan sendiri, aku gak ada di sana. Takut kalo kenapa-napa," alasannya tidak masuk akal. Tapi Valerie tidak mempermasalahkan hal itu.

"Oh, itu aman kok. Sayang kamu udah makan?"

"Ini aku lagi makan, kamu sendiri udah makan belum?"

"Udah kok, ya udah deh kalo kamu lagi makan. Aku juga mau pulang nih."

"Iya sayang, hati-hati ya."

"Iya, bye sayang."

"Bye."

Panggilan telpon pun berakhir, Calvin segera kembali menemui Gladis. "Maaf ya sayang, lama. Udah selesai makanya?"

"Udah nih, mau pergi sekarang?"

"Boleh, yok."

Mereka berdua pun pergi, Calvin benar-benar lupa tentang Valerie saat ini. Ia begitu menikmati suasana Malang yang sejuk dan terlihat ramai. Tawa laki-laki itu terlihat bahagia. Ia seperti mengingat kembali memori kenangannya dulu saat masih zaman kuliah dulu.

Gladis menggenggam jemari Calvin, ia merasa bahagia ketika laki-laki itu kembali dalam pelukannya. Sekian lama penantiannya, akhirnya ia bisa kembali bersama dengan orang yang sangat ia cintai. Dulu, mereka putus karena terhalang restu dari orang tua Gladis. Pada saat itu pun Calvin belum bisa apa-apa, karena ia masih menjadi seorang mahasiswa, belum ada penghasilan sama sekali. Sekarang ia kembali, membuktikan bahwa ia bisa sukses dan menjemput pujaan hatinya.

Lalu bagaimana dengan Valerie? Gadis itu sudah terlanjur jatuh cinta pada Calvin, ia terlanjur percaya pada laki-laki itu. Apakah ada penghianatan? Ah ini sungguh menyakitkan.

Masa lalu jika sudah kembali sulit untuk dipilih, antara orang baru atau orang lama. Tapi, jika punya prinsip. Sebaik apa pun masa lalu, tidak akan pernah kembali. Dan, orang baru bukan pelampiasan dari rasa sakit hati di masa lampau.

Mereka sedang terjebak cinta segitiga. Terlalu banyak diberi harapan. Tidak tahu seberapa sakitnya jika mengetahui semuanya, terkadang kita perlu untuk tidak terlalu berharap dengan siapapun.

"Sayang, kamu masih ingat gak? Dulu pas zaman kita masih kuliah, kita suka banget makan di situ." Tunjuknya pada warung makan sate.

"Iya, setiap habis pulang kuliah kita pasti mampir ke sana ya."

Di sana Calvin tengah bersenang-senang, sedangkan Valerie sibuk dengan tugas dan menunggu telpon dari Calvin. Laki-laki itu benar-benar melupakan dirinya, yang dulu sangat rajin menelpon sekarang sulit sekali, jika ditelpon pun kadang nomornya tidak aktif.

Semenjak pertama kali ia pergi ke luar kota, perubahannya sudah terlihat. Tidak sehangat dulu, lelaki itu lebih banyak diam. Padahal awal bertemu dengan Valerie, ia tipe orang yang banyak bicara. Sedangkan Valerie sebaliknya. Sekarang sifat mereka seakan tertukar.

Lalu bagaimana akhir dari hubungan mereka? Apakah Calvin akan kembali pada masa lalunya?

Ditulis, 26 Oktober 2024
Dipublish, 26 Oktober 2024

Janji Palsu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang