34. Bergembira bersama

1 0 0
                                    

Hari ini adalah hari di mana Valerie kembali tertawa seperti dulu lagi. Gadis itu benar-benar terlihat menikmati liburannya bersama keluarga.

Melihat cucunya kembali tertawa, Malik sangat bahagia. Tak pernah terpikirkan di dalam benaknya, bahwa Valerie bisa melewati masa-masa sulit itu.

"Kakek bangga sama kamu, sayang. Meskipun itu sulit, tapi kamu bisa," gumamnya.

"Bibi yakin, Valerie pasti akan sembuh dengan cepat. Dan, kembali menjalani hari-harinya seperti sediakala," celetuk bi Siti.

Malik terkejut dengan kehadiran bi Siti yang tiba-tiba saja. "Astaga, Bi. Ngangetin aja, saya kira siapa tadi."

Wanita tua itu terkekeh pelan, lalu duduk di samping Malik. "Menurut kamu, David cocok gak sama Valerie?"

Malik mengerutkan keningnya bingung. "Ha? Maksudnya gimana, Bi?"

Bi Siti tersenyum. "Maksudnya, kalo Valerie sama David cocok gak? Sejauh yang saya liat, David itu anaknya baik, manis, pengertian lagi. Dia selalu mengutamakan Valerie. Pas waktu Valerie pingsan, di rumah lagi gak ada siapa-siapa, saya telpon dia. Padahal dia baru aja pulang dari rumah, tapi dia mau datang lagi. Waktu itu, saya gak kepikiran nelpon kamu, apalagi jarak kantor kamu sama rumah lumayan jauh," jelasnya.

Malik mencoba mencerna omongan bi Siti barusan. "Saya pengen yang terbaik aja Bi, buat Valerie. Gimana anaknya aja. Lukanya yang lama belum sembuh total, mungkin ada sedikit trauma dalam diri dia untuk mencintai orang lain lagi," apa yang Malik katanya ada benarnya.

"Iya, kamu benar sih. Tapi, gak mungkin Valerie harus berlarut-larut dalam kesedihan. Apalagi yang dia tangisi orang yang udah buat dia sakit hati."

Malik menghelai napas berat. "Memang susah, Bi. Tapi, semoga aja dia bisa kembali membuka hatinya untuk orang lain."

Keduanya larut dalam obrolan tentang Valerie, sampai suara Ferdi mengejutkan mereka. "Hayo, lagi pada bahas apa nih?"

Keduanya terkejut, memang yang tinggal di rumah Malik orangnya sedikit aneh. Mereka awalnya teracuni dengan sifat jahilnya Valerie. Tapi, malah gadis itu yang kehilangan gairah untuk melakukan semua aktivitasnya yang dulu.

"Astaga, Ferdi. Kamu ngangetin aja, saya ini udah tua loh. Kalo tiba-tiba saya lewat gimana?" omel bi Siti.

Ferdi terkekeh. "Ya ampun, Bi. Jangan ngomong gitu ah."

"Ya abisnya kamu sih, bercandanya ngangetin," kesalnya.

Mereka bertiga sibuk dengan permasalahan mereka. Sedangkan di pinggir danau, Valerie dan David sedang ngobrol berdua. Sepertinya obrolan mereka semakin asik.

"Val, kamu udah mendingan?"

Valerie menoleh menatap David. "Lumayan, seenggaknya aku sedikit lupa tentang dia," balasnya.

"Syukurlah, dulu saya pernah diposisi kamu. Tapi bukan ditinggal nikah sih," kalimat yang barusan David katakan membuat Valerie jadi penasaran.

"Kayak aku? Maksudnya gimana?"

Lelaki itu menarik napas dalam-dalam sebelum bercerita. "Iya, dulu saya juga punya pacar. Tapi, dia pergi sama teman saya. Bisa di bilang, dia selingkuh sih. Pada saat itu memang saya sibuk dengan kegiatan sekolah, jarang ada waktu. Butuh waktu lama untuk kembali pulih dalam keterpurukan itu, sampai akhirnya musik yang membuat saya lupa tentang dia. Bahkan perlahan-lahan semua tentang dia yang masih saya simpan saya hapus, seperti foto, video, atau barang-barang yang pernah dia kasih ke saya."

Sorot mata Valerie terus menatap binar mata David. Lelaki itu tersenyum, tapi matanya seperti ingin menangis.

"Terus, setelah itu kamu sama dia gak pernah ketemu lagi?"

David menggelengkan kepalanya. "Gak, karena emang saya yang mutusin buat gak komunikasi lagi. Buat apa lagi coba? Saya udah berusaha move on dari dia, terus harus komunitas lagi. Yah gagal dong move on nya."

Mendengar cerita David mengingatkan tentang dirinya yang masih menyimpan banyak kenangan bersama Calvin dulu. "Sejujurnya, aku belum bisa move on sepenuhnya. Aku masih nyimpan semua tentang dia. Aku belum bisa hapus semua itu. Berat, tiga tahun yang sia-sia, selama ini aku cuman buang-buang waktu aja."

"Memang berat, tapi percayalah. Kalo kamu udah hapus semua itu, pasti akan terasa tenang. Dan, kamu juga bakalan mudah untuk move on nya," saran David.

"Tapi aku belum siap, Dav."

"Siap gak siap harus dilakukan, Val."

"Iya sih, tapi ...."

"Valerie, David, sini. Ayo kita bakar-bakar," teriak bi Siti.

Keduanya segera datang. Saat tiba di sana, bi Siti tengah sibuk mengungkep ayam dan ikan.

"Bi, lagi ngapain?" tanya Valerie.

"Berenang, kamu gak liat Bibi lagi ngapain?" canda wanita itu.

"Liat sih, cuman mau basa-basi aja," balasnya.

Sedikit demi sedikit, Valerie kembali menjadi dirinya yang dulu. Jahil, menyebalkan, dan banyak omong.

"Bi, pak Ferdi sama kakek mana?" kini giliran David yang bertanya.

"Di depan, lagi nyiapin api buat bakar-bakar."

"Oh, ya udah deh. Kalo gitu saya ke sana dulu ya, Bi," pamitnya.

"Iya."

Valerie membantu bi Siti menyiapkan bahan-bahan. Sedangkan David membantu kakek dan pak Ferdi menyiapkan api. Mereka semua benar-benar menikmati momen itu.

Tak butuh waktu lama untuk menyiapkan bahan untuk dibakar, apinya pun sudah jadi. Bi Siti dan Valerie datang membawa tempat besar yang berisikan ayam dan ikan.

"Nih, ayam sama ikan ungkepnya udah jadi," suara bi Siti mengisi kesunyian yang sempat tercipta.

"Wih, asik nih," sambung Ferdi.

"Yok kita mulai aja," tambah Malik.

Terlihat hari sudah semakin gelap, tapi hal itu tidak membuat semangat mereka pudar. Di sana mereka bergembira bersama. Sesekali, David bernyanyi untuk mereka semua. Valerie pun mengikutinya, sambil bertepuk tangan.

Hal yang tidak pernah Valerie banyangkan sebelumnya. Ternyata di balik lukanya tersimpan kebahagiaan yang amat berharga.

"Mungkin, kalo kejadian itu gak terjadi. Aku gak akan kenal David, aku juga gak akan bisa ngerasain liburan bareng sama kakek, bi Siti, dan pak Ferdi. Selama ini aku terlalu fokus pada satu orang, sampai aku ngelupain orang-orang sekitar aku yang selama ini udah jagain aku, selalu buat aku bahagia. Meskipun sakit, tapi dari rasa sakit itu ternyata ini obatnya," gumam Valerie dalam hati.

Sembari bernyanyi, David curi-curi pandang pada Valerie. Tatapannya yang teduh membuat hati Valerie luluh. Gadis itu pun membalas tatapan dari David.

"Yey, udah mateng. Yok yang mau sini," seru bi Siti.

"Bi, tapi aku gak makan ikan," sahut Valerie.

"Berarti kamu tunggu ayamnya mateng."

"Yah, lama dong."

"Gak lama kok, bentar lagi ini," sambung David,

Valerie mendekati lelaki itu, ingin melihat apakah ayamnya benaran bentar lagi mateng atau itu hanya sebagian penenang saja untuk dirinya.

"Mana coba liat? Awas kamu bohong," protesnya.

"Nih liat, emang kamu tau kalo ayam bakar mateng kayak mana?"

Valerie menggelengkan kepalanya. "Nggak tau, emang giaman?"

Ditulis, 06 November 2024
Dipublish, 06 November 2024

Janji Palsu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang