8. Bangun sayang

0 1 0
                                    

Cuaca hari ini sangat tidak mendukung, Valerie menatap langit yang gelap. Benar-benar tidak ada sinar matahari, padahal ini sudah siang. "Apakah hujan datang lagi?" Gadis itu belum kunjung beranjak dari teras rumah.

Valerie masih termenung menatap tanaman yang menghiasi perkarangan rumahnya. Melihat Valerie masih di sana, bi Siti menghampirinya. "Belum berangkat, Non?"

Valerie terkejut . "Eh bi Siti. Belum nih, masih duduk aja di sini," balasnya.

Sembari menyirami tanaman, bi Siti mengajak Valerie ngobrol. "Kenapa? Emang kamu masuk siang?"

"Iya Bi. Em ..., Bi ada yang pengen aku omongin." Penasaran, bi Siti langsung menyudahi aktivitasnya.

"Soal apa?"

"Soal hubungan aku, aku pengen ngenalin dia sama kalian. Cuman aku masih takut," meskipun sudah diizinkan, masih tersimpan rasa takut dalam lubuk hati gadis itu.

"Kenapa harus takut? Kan kamu yang pengen," sebisa mungkin bi Siti meyakinkan Valerie. Gadis itu masih butuh bimbingan dari seorang ibu. Mengingat waktu ditinggalkan umurnya masih sangat kecil.

"Iya, Bi. Aku juga belum ngomongin soal ini ke dia, aku takut kalo dia dan kakek bertemu nanti akan ...."

"Sayang, semakin kamu takut, maka akan terjadi."

Valerie diam, tidak membalas lagi ucapan bi Siti. Cukup lama ia terdiam, akhirnya ia kembali bersuara. "Bi, aku berangkat ya," pamitnya.

"Iya, hati-hati."

Di sepanjang jalan, Valerie terus memikirkan. Bagaimana bisa ia menyatukan kakek dan pacarnya. "Gimana ya? Kakek orangnya tegas, sedangkan Calvin santai. Apa bisa mereka bersatu?"

Gadis itu sampai tidak melihat jalan, mobil yang ia kendarai menabrak sebuah pohon. Di situ pun, ia tidak sadarkan diri. Melihat kejadian itu, segerombolan warga datang untuk membantunya.

"Hei, tolong hubungi keluarganya." Seorang warga berteriak menyuruh pria bertopi hitam menghubungi keluarga gadis itu.

Di dalam mobil Valerie terdapat kartu nama milik kakeknya. Jadi para warga menghubungi nomor itu.

Satu panggilan tak terjawab, hingga panggilan kedua terangkat.

"Hallo Pak, benar ini dengan Bapak Malik?"

"Iya, benar. Ada apa ya?"

"Pak, di sini sedang terjadi kecelakaan tunggal. Mungkin bapak mengenal seorang gadis menggunakan mobil berwarna hitam, dengan nomor platnya B 7231 SH."

Mendengar nomor plat mobilnya, Malik terkejut. Itu mobil yang sering dipakai oleh cucunya. Namun, pria itu berusaha untuk tenang, meskipun pikirannya sudah berkecambuk.

"Iya benar Pak, saya kenal dengan gadis itu. Dia cucu saya. Pak, tolong bawa dia ke rumah sakit ya, saya akan segera menyusul ke sana."

"Baik Pak, nanti akan saya hubungi kembali ya, Pak."

Sambungan telpon itu terputus. Usai mendapat jawaban dari keluarga korban, para warga membawa Valerie ke rumah sakit Pondok Indah.

Setibanya di sana, gadis itu langsung dilarikan ke ruangan UGD. Ada 2  warga yang menemani Valerie di rumah sakit sampai keluarganya datang.

Sedangkan di tempat lain, Malik tergesa-gesa pulang ke rumah dan menjemput bi Siti. Setelah mendapat kabar bahwa Valerie kecelakaan, bi Siti teriak histeris. Ia sangat takut terjadi apa-apa dengan gadis itu.

"Tuan, Valerie di mana?" tanyanya.

"Bibi tenang dulu ya, saya baru dapat kabar kalo Valerie dirawat di rumah sakit pondok indah."

"Ayo Tuan, kita langsung ke sana!" serunya buru-buru.

"Iya, Bi."

Di sepanjang jalan menuju rumah sakit,  bi Siti tidak berhenti menangis. Ia benar-benar tidak menyangka, gadis yang baru ngobrol dengannya tiba-tiba kecelakaan.

"Valerie, apa yang buat kamu bisa kayak gini sih, sayang?" kata Bi Siti dengan air mata yang berderai.

Malik hanya bisa memandangi wanita yang duduk di sampingnya. Bukan tidak panik, justru Malik sangat panik saat mendapati kabar cucunya yang kecelakaan, namun ia berusaha untuk tenang.

"Bi, Valerie gak akan Kenapa-napa kok," yakin Malik. Bi Siti melihat menatap Malik, lalu tersenyum hangat. Ia percaya dengan ucapan majikannya. Valerie anak yang kuat, ia bisa melewati masa kritisnya.

Melampaui jarak sekitar 15 menit dari rumah ke rumah sakit, akhirnya mereka sampai juga. Malik seger berlari begitupun dengan bi Siti.

Tanpa basa-basi lagi, bi Siti langsung beratnya pada resepsionis yang sedang bertugas. "Sus, apa ada pasien yang kecelakaan mobil di sini?"

"Ada, Bu. Apakah Ibu keluarganya?"

"Iya, Sus, saya keluarganya. Di mana dia sekarang?"

"Pasien atas nama Valerie sedang ditangani di ruang UGD. Bapak dan Ibu bisa menunggunya di depan ruangan UGD, mari saya antarkan."

Malik dan bi Siti mengikuti suster yang akan ke ruangan UGD tempat di mana Valerie ditangani.

Setibanya di sana, Malik tidak bisa diam. Pria itu mondar-mandir menunggu dokter keluar. Tak lama kemudian, pria dengan pakaian putih keluar dari ruangan UGD."

"Dok, giaman keadaan cucu saya?"

"Pak, Bapak tenang dulu ya. Pasian sedang kamu tangani dengan baik."

"Pak dokter, apa lukanya parah?" tanya bi Siti.

"Lukanya tidka terlalu parah, Bu. Tapi ...."

"Tapi apa Dok?"

Pak dokter terdiam cukup lama, ia bingung harus menjelaskannya bagaimana. "Bu, Pak. Pasien lukanya tidak terlalu parah. Tapi, pasien mengalami koma. Benturan yang mengenai kepalanya, membuat seluruh tubuhnya ...."

Dokter belum menyelesaikan perkataannya. Tapi suara bi Siti membuat suasana rumah sakit jadi riuh. " Dokter bohong kan? Saya mau ketemu Valerie, Dok."

"Baik, Bu. Tapi pasien dipindahkan terlebih dahulu keruangan."

Pak dokter menyeruh perawatan memindah Valerie. Kedua perawat itu langsung melaksanakan tugasnya.

Setelah dokter pergi, bi Siti terduduk. Dunianya sebagai hilang saat mendengar kabar Valerie mengalami kecelakaan. Meskipun bukan anak kandungnya, tapi Valerie sudah lama ia rawat dari gadis itu kecil.

Malik mengusap pundak bi Siti, berusaha menenangkan wanita itu. "Bi, udah ya. Valerie gak papa kok, ayo kita samperin ke ruangannya."

Bi Siti menyetujui ajakan dari majikannya. Dari balik kaca besar, keduanya menatap tubuh Valerie yang terbaring lemah. Sembari meletakkan kedua tangannya di dada, bi Siti bergumam. "Bangun sayang, katanya hari ini kamu mau ajak pacar kamu untuk bertemu dengan kakek dan Bibi. Ayo bangun, tepati janji kamu," tangisannya semakin jadi ketika ia mengatakan hal itu.

Bi Siti merasa terpukul dengan keadaan Valerie saat ini. Apalagi Malik, ia tidak pernah membayangkan bahwa cucu satu-satunya harus mengalami hal seperti ini. Selang oksigen melekat dihidung Valerie, membantu gadis itu untuk bernapas.

"Val, kenapa bisa gini sih? Apa yang buat kamu harus nabrak pohon coba?" Malik terus berceloteh, seakan-akan cucunya berasa di sampingnya.

Kedua orang itu terus bergumam. Meskipun celotehan mereka tidak didengar oleng sang empu yang terbaring lemas di atas kasur rumah sakit.

Kejadiannya begitu cepat, hingga tidak bisa dihindari. Tuhan punya cerita, kita sebagai manusia yang punya rencana.

Jangan lupa votmen guys 🤗💕

Ditulis, 09 Oktober 2024
Dipublish, 09 Oktober 2024.

Janji Palsu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang