⚖️ 5. Keputusan Akhir

38 18 0
                                    

⚖️⚖️⚖️

Aku pun akhirnya masuk ke dalam ruangan ini. Ada Kak Julian-kakak sepupu Nanad yang akan menikah hari ini, dia duduk di sebuah kursi rias sembari tertunduk. Aku sedikit ingat namanya, aku yang memang sebelumnya tidak pernah akrab dengannya pun jadi ragu untuk menyapa duluan. "Kak? Kakak baik-baik aja?" Akhirnya aku berani bertanya.

Kak Julian kemudian mendongak lalu menatapku. Matanya sembab dan merah. "Kamu? Kamu ... temennya Nanad? Yang dulu aku anter ke kebun binatang, kan?" Kak Julian menatapku heran.

Benar katanya barusan. Aku dan Nanad saat itu tidak diizinkan study tour kebun binatang yang diadakan saat kami kelas dua SMP. Alhasil, Nanad merayu kakak sepupunya untuk mendampingi kami, karena untuk ikut acara tersebut, para murid harus punya pendamping. Akhirnya kami bertiga pergi diam-diam. Kak Julian mau sebab dipaksa oleh Nanad.

"I-iya, Kak. Udah lama banget itu buset. Lo apa kabar, Kak? Makin cakep aje lo gue liat-liat, ehehe." Basa-basiku mungkin terlalu basi kali ini. Sudah tahu kabarnya baik, orangnya ada di depan, masih saja bertanya kabar. Mau bagaimana lagi, aku bingung harus menyapa Kak Julian bagaimana, sudah kurang lebih lima tahun kami tidak bertemu lagi.

"Tahun ini umur kamu genap berapa?" tanya Kak Julian. Loh, kenapa dia bertanya umur segala? Apa jangan-jangan ini kuis berhadiah?

"S-sembilan belas, Kak," jawabku terbata-bata. Sebenarnya maksud dari Nanad menyuruhku masuk ke sini itu apa? Hanya untuk ditanyai umur oleh Kak Julian? Iseng sekali orang-orang bumi. Kak Julian tiba-tiba mendekat secara perlahan membuatku mundur. "Kak? Kakak, kenapa?" tanyaku yang mulai takut.

"Siapa nama kamu?" tanyanya lagi.

"Jeje, Kak." Wajar saja jika Kak Julian lupa namaku, karena sudah lama sekali kami tidak bertemu, dia juga melanjutkan kuliahnya di luar negeri cukup lama.

Ia dengan tiba-tiba memegangi kedua tanganku, membuat aku melotot dan terpaku. "Jeje, Jeje nikah sama Kakak, ya? Please!" Kak Julian memohon dengan tatapan sendu. Hah? Menikah dengannya? Bukannya dia sudah memiliki calon, ya? Kalau tidak punya calon, lalu kenapa hari ini dilakukan akad dan resepsi? Kak Julian tidak se-gabut itu.

"Kenapa emangnya, Kak? Calon istri Kakak ke mana?" tanyaku.

"Dia ... kabur, ternyata dia udah nikah siri sama orang lain dan sekarang lagi hamil anak orang itu. Tolongin Kakak, dong, Je, please. Tadi Kakak panik, Kakak minta Nanad cariin orang buat gantiin mempelai wanita ... dan ternyata kamu yang dibawa Nanad ke sini. Kakak buntu banget sekarang, sebentar lagi akad dimulai dan nggak ada yang bisa gantiin mempelai wanita. Kamu mau tolongin Kakak, kan?" jelas Kak Julian lagi. Ya, kali harus aku yang menikah dengannya? Kasihan juga dia, pasti saat ini posisinya berat karena tidak mau membuat keluarganya malu.

Dari sekian banyak tamu, kenapa Nanad memilihku, sih? Padahal, dengan keuangan Kak Julian yang tidak diragukan itu, dia bisa saja asal tunjuk tamu wanita yang datang, yang lebih cantik, anggun, dan bukan bocah baru gede sepertiku.

Penghujung Rasa [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang