⚖️ 12. Hari Pertama jadi Menantu

38 20 1
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


⚖️⚖️⚖️

Paginya, aku sudah siap dengan memakai setelan kemeja salur warna biru dan celana cream. Jangan mengira jika ini adalah bajuku. Salah besar! Ini adalah salah satu dari sekian banyak baju yang Kak Julian belikan kemarin. Enggak nanggung-nanggung, bahkan dia membelikan satu lemari full baju untukku.

Kak Julian sudah seperti ingin membuka toko baju saja. Berbagai model baju ada di sini. Dari yang tertutup hingga kekurangan bahan. Setelah aku tanya, jawabannya adalah karena dia tidak tahu model bagaimana saja baju yang aku suka, maka dari itu dia membelikan sebegitu banyaknya. Benar-benar tidak habis pikir dengan tingkah Kak Julian ini. Baru menikah sudah dikejutkan dengan perangainya yang penuh plot twist.

"Je, harusnya kamu nggak perlu pakai jalur beasiswa. Kakak masih sanggup bayarin kuliah kamu sampai lulus. Bahkan kalau perlu sampai kamu kuliah di luar negeri," ucap Kak Julian yang duduk di ranjang sembari memakai dasinya. Sedangkan aku, duduk di meja rias dan posisi membelakanginya.

"Kakak bayarin aja kuliah anak-anak Jeje suatu hari nanti, kalau Jeje, mah udah bulet mau pake jalur beasiswa. Mau ngerasain jadi orang kere, Kak, biar nggak sombong mulu. Lagian kemarin Jeje ngerjain soal tertulis itu susah banget tau! Masa pas udah diterima langsung Jeje tolak?" jawabku pada Kak Julian.

"Anak-anak Jeje berarti anak Kakak juga, dong? Ya, itu wajib, sih, menurut Kakak. Orang tua itu harus menjamin pendidikan anaknya, apa lagi di jaman sekarang." Tanggapan Kak Julian membuatku menoleh padanya.

Aku memutar tubuhku. "Emang siapa yang mau punya anak sama Kakak?" tanyaku lagi. Percaya diri sekali! Toh, pernikahan ini hanya settingan.

"Kata Kakak. Oh, iya, sebentar." Kak Julian lalu berdiri dan menuju ke arah pintu. Dia sekarang malah keluar dari kamar. Aneh.

Tanpa mau berpikir lama, aku kembali berias agar tidak terlalu terlihat gembel. Siapa tahu nanti ada dosen yang tertarik padaku, aku tidak perlu jadi istri Kak Julian lagi. Hahaha, belum apa-apa sudah ingin genit dengan laki-laki lain. Dasar Jeje!

Tak lama kemudian, Kak Julian datang dengan membawa sebuah bingkai besar yang di dalamnya terdapat foto kami saat selesai akad kemarin. "Loh, Kak? Kenapa dicetak segala, sih? Orang ini juga bukan pernikahan beneran," tanyaku heran. Kak Julian ini ada-ada saja.

"Papa yang cetakin, Je. Katanya suruh pajang di kamar." Kak Julian menaruh bingkai foto tersebut,  kemudian menarik kursi dan menaruhnya di dekat tembok. "Nih, Jeje yang gantungin di sana, Kakak yang angkatin."

"Loh, kok, aku, Kak? Kakak nggak liat Jeje udah dandan rapi begini, masa suruh jadi tukang pasang bingkai foto?" protesku saat Kak Julian menyuruhku untuk memasang bingkai foto. Seorang Jennifer Yudhistira pasang bingkai foto?! Please, deh, yang bener aja.

"Emang kenapa kalau Jeje yang pasang? Udah cepetan, daripada Kakak suruh kamu buat angkat ini, tambah berat loh. Cepet, Je."

Kak Julian begitu memaksa, sampai-sampai aku harus terpaksa berdiri untuk menuruti maunya dia.

Penghujung Rasa [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang