⚖️ 11. Adaptasi yang Sulit

43 19 0
                                    

⚖️⚖️⚖️

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

⚖️⚖️⚖️

Begitu masuk ke dalam, nuansa bangunannya tak kalah megah dari pada dari luar. Hampir semua dinding rumah ini berwarna putih, perabotannya pun putih. Mungkin putih memang warna kesukaan keluarga ini. Dilengkapi lampu-lampu bening yang berkilauan, juga arsitektur yang terkesan aesthetic.

Kak Julian menggandengku mengikuti papanya ke sebuah ruangan yang cukup besar, tetapi tak lebih besar dari ruang tamu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Kak Julian menggandengku mengikuti papanya ke sebuah ruangan yang cukup besar, tetapi tak lebih besar dari ruang tamu. Sepertinya ini ruang makan, karena ada meja panjang dan banyak kursi yang ada di sampingnya, pun dilengkapi dengan banyak makanan yang sudah tersusun rapi di atas meja. Tahu saja jika aku lapar. "Duduk, Je." Kak Julian menarik salah satu kursi untukku. Mau tidak mau aku duduk saja di kursi yang sudah ia pikirkan itu. Setelah aku duduk, barulah Kak Julian duduk di sampingku, dia di dekat papanya.

Tak lama kemudian, Mama dan Mbak-nya datang dan ikut bergabung dengan kami. Bedanya mereka duduk berdampingan di kursi yang ada di seberang kami. Mamanya dengan sigap mengambilkan nasi dan lauk untuk suaminya itu. Mbak Naya tak henti-hentinya melirik sinis padaku. Memangnya wajahku terlihat menyebalkan? Kalau kata Kak Julian, aku ini bocil kematian.

"Malam ...," sapa seorang laki-laki yang baru datang dari ruang depan. Memakai kemeja warna hitam dan celana yang senada. Sudah seperti baru pulang melayat saja.

Hening. Tak ada yang menjawab sapaan laki-laki tersebut. Sampai pada akhirnya, laki-laki itu duduk di sebelah Mbak Naya. "Lama banget," ucap Mbak Naya pada laki-laki itu, sembari mengambilkan nasi, lalu diberikannya.

"Iya, lumayan lama soalnya nunggu client dulu," jawab laki-laki yang belum aku ketahui namanya. Terlihat dari pakaiannya, sepertinya dia juga pebisnis.

"Mas, kenalin, ini istri aku. Namanya Jeje. Je, ini Mas Roy, suaminya Mbak Naya." Kak Julian memperkenalkan aku pada suaminya Mbak Naya. Ah, ternyata itu suaminya, pantas saja mereka mesra sekali.

Aku hanya mengangguk, karena tidak berani bersalaman dengan orang yang bernama Mas Roy ini. Dia pun mengangguk. Namun, entah hanya perasaanku saja atau bagaimana, aku rasa senyum yang dilemparkan padaku itu seperti senyum genit. Ah, mungkin hanya perasaanku saja.

Penghujung Rasa [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang