⚖️ 17. Market Date!

32 18 0
                                    

⚖️⚖️⚖️

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

⚖️⚖️⚖️

"Kamu kenapa diem aja, Je?" tanya Kak Julian sembari fokus menyetir mobilnya. Sedari tadi aku memang hanya diam, memikirkan bagaimana perasaan Mama saat Kak Julian membentaknya dan membelaku. Sejujurnya aku tak apa jika harus disuruh membersihkan kolam, mengerok sisik ikan, bahkan disuruh menguras air laut pun Jeje jabanin!

"Kakak harusnya nggak perlu gitu buat belain Jeje. Jeje juga, kok, yang salah. Harusnya nggak pulang selarut itu. Sebenernya tadi pas selesai acara Jeje nongkrong dulu sama Baim, sama Eja juga. Tapi Jeje ketiduran, Kak."

"Iya, Kakak tahu, Je. Eja bilang ke Kakak tadi kalau dia udah anter kamu pulang. Kakak tadinya emang mau jemput kamu, tapi karena kerjaan masih banyak, jadi Kakak selesaiin sekalian. Nggak nyangka kalau selesainya bakalan larut malem banget. Udah, nggak usah nyalahin diri sendiri, Kakak juga salah, kok," jawab Kak Julian seperti biasa, dengan nada lembutnya itu.

Aku tidak salah dengar, kan? Eja menghubungi Kak Julian? Loh, aku baru tahu kalau mereka sudah bertukar nomor telepon. Mengingat saat itu Eja kesal sekali dengan Kak Julian, tetapi syukurlah kalau mereka berdua sudah akur. "Tapi, Kak, tetep aja Jeje ngerasa bersalah aja gitu."

"Kakak, kan, udah bilang. Kakak ini suami Jeje, nggak mungkin Kakak biarin Jeje dimarahin Mama sampe segitunya. Prinsip Kakak, Kakak nggak mau bikin istri ngerasa nggak nyaman. Lagian wajar, kok, anak seusia kamu nongkrong sampe nggak kenal waktu, Kakak dulu juga gitu," jawab Kak Julian lagi. Mendengar itu, aku jadi merasa beruntung ada Kak Julian di sini. Ternyata tidak seburuk itu mengenalnya. "Nah, udah sampe." Kak Julian memberhentikan mobilnya di depan sebuah toko besar pinggir jalan.

Sontak aku menoleh untuk membaca di sebuah plang, mencari tahu toko apakah ini. "Toko Serba Ada?" Begitulah saat aku membaca nama toko ini. Aku belum pernah ke sini sebelumnya, ini juga agak jauh dari rumahku.

"Beli alat-alat buat dibawa ospek kamu besok. Yuk, turun," ajak Kak Julian.

Kami berdua turun dari mobil yang sudah diparkir rapi oleh Kak Julian. Tokonya cukup ramai, hampir mirip dengan mall hanya saja cuma punya dua lantai. Entah ada apa saja di lantai atas.

Kami lalu memasuki pintu toko. "Sini, pegang biar kamu nggak lari-larian." Kak Julian tiba-tiba menyahut dan menggenggam tanganku, membuatku jadi menoleh padanya.

"Tapi Jeje nggak mungkin lari-larian, Kak, emangnya Jeje anak kecil?" Aku cemberut karena ejekan Kak Julian. Ya, memang, sih, masih tergolong kecil, karena dia lebih tua, tetapi bukan berarti aku akan lari-larian seperti bocah tiga tahunan.

"Kamu waktu di kebun binatang aja lari-larian, tuh. Sampe Kakak pusing nyarinya."

Ah, segala pakai diingatkan! Jadi malu aku, mau ditaruh di mana wajahku jika diingatkan akan kejadian itu lagi? Sebenarnya bukan lari-larian, melainkan dikejar oleh merak jantan yang sangat agresif. Saat itu aku memang sangat takjub dengan bulu merak. Aku mengira mereka jinak, ternyata galak. Akhirnya, aku dikejar sampai lari-larian keliling kebun binatang.

Penghujung Rasa [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang