Bibir Regan terasa seperti cokelat yang meleleh di mulut Poppy. Rasanya seperti perpaduan pahit dan manis, serta sensasi hangat daun mint. Regan seperti hidangan penutup premium untuknya.
Semakin dicecap, semakin Poppy ketagihan. Ia ingin merasakan lebih dari sekadar rasa manis dan pahit itu. Poppy membuka mulutnya, tetapi sesuatu benda basah dan lunak menyusup di sela bibirnya dengan cepat. Lidah Regan membelai permukaan bibirnya, sebelum bertemu dengan lidah Poppy di dalam mulutnya.
"Hm...."
Poppy tidak sadar kapan tepatnya tangan itu bersandar di dada Regan. Ia juga tidak sadar ketika pria itu menarik pinggangnya untuk lebih mendekat. Kepalanya hanya penuh dengan suara kecapan yang basah itu. Sampai Poppy merasakan dadanya mulai sesak dan mulai meremas kaus Regan.
Regan menjauhkan bibirnya. "Bernapas, Poppy...."
Meskipun begitu, napas Regan sama memburunya. Poppy pun membuka mata dan langsung berhadapan dengan tatapan berkabut milik Regan. Itu adalah ekspresi yang tidak pernah Regan tunjukkan sebelumnya.
"Gimana?" tanya Regan dengan senyum tipis, masih belum menjauhkan kepalanya dari Poppy.
Poppy bisa merasakan ibu jari mengusap kedua sisi pinggangnya dengan lembut dari balik piyama. Debaran jantung pria itu sangat terasa di telapak tangannya. Sensasi gila ini membuat Poppy akhirnya paham kenapa Regan mengkritik habis tulisannya.
Poppy mengangguk pelan. "Aku paham sekarang...."
Senyum Regan semakin lebar. Tangan yang tadi ada pinggang Poppy pun naik ke rahang wanita itu. "Jadi—"
"Makasih, Kak!"
Poppy menarik dirinya sendiri sampai terlepas dari Regan. Ia segera mengambil laptopnya di atas meja dan berdiri dari sofa.
"Aku akan revisi malam ini!"
Poppy tersenyum lebar. Imajinasi mengalir lancar di kepalanya, siap untuk ia tuangkan dalam bentuk tulisan. Pokoknya, Poppy tidak mau menunda lagi. Ia pun melesat ke atas—menuju kamarnya, meninggalkan Regan yang terdiam di sana dengan tangan menggantung di udara.
***
Poppy tidak pernah bangun sesegar ini selama sebulan terakhir. Dikejar deadline laporan mengajar dan revisi oleh editornya membuat waktu tidurnya terganggu. Namun, walaupun tadi malam Poppy menulis sampai pukul 3 malam, ia tetap bisa bangun seperti biasa dengan kondisi jauh lebih baik.
Mungkin ini efek imajinasinya yang mengalir lancar semalam.
Poppy bahkan bisa membuat sarapan dengan suasana hati yang luar biasa baik. Ia mengeluarkan daging asap, telur, selada, dan roti dari kulkas. Rencananya, sarapan kali ini adalah sandwich dan saus khasnya.
Sreg!
Poppy berbalik badan kala mendengar suara kursi ditarik. Ia melihat Regan meletakkan tas dan blazer-nya di sana sebelum berjalan ke coffee maker. Ekspresinya tampak tidak terlalu baik. Pria itu sudah berpakaian rapi, tetapi entah kenapa wajahnya terlihat lebih lesu dari biasanya—seperti orang yang tidak cukup tidur.
"Kak Regan kenapa?" tanya Poppy.
"Gak apa-apa," jawab Regan seadanya sambil menghela napas. "Cuma kurang tidur."
"Oh? Kenapa?"
Tumben banget, lanjut Poppy dalam hati. Walaupun jarang bertemu di meja makan saat sarapan, tapi Poppy tidak pernah melihat Regan seperti ini. Sepertinya ada yang benar-benar mengganggunya tadi malam.
"Gara-gara kamu."
"Hah?"
"Udahlah." Regan berdecak, lalu kembali ke kursinya dengan secangkir kopi.
Poppy hanya mengangguk. Ia pun meletakkan satu sandwich ke piring sebelum menggesernya untuk Regan.
"Kak Dante operasi hari ini, kan?" tanya Poppy.
Regan mengangguk.
"Kak Regan yang bakal operasi Kak Dante?"
Regan mengangguk lagi sambil mengunyah sandwich itu.
Melihat sikap Regan yang kembali menjadi dingin, Poppy pun tidak melanjutkan obrolan. Mereka fokus pada sarapan masing-masing. Pagi itu terasa menjadi sangat panjang untuk Poppy. Tekanan dari sikap dingin Regan membuat perutnya melilit seketika. Ia pun buru-buru mneyelesaikan sarapannya dan membawa peralatan makan kotor itu ke tempat cuci piring.
"O-oh iya, aku udah kirim revisiannya ke Kakak," ucap Poppy tanpa membalikkan badannya.
"Hm."
"Tapi, ada satu adegan yang—astaga!" Poppy sangat terkejut ketika memutar tubuh dan mendapati Regan sudah berdiri tepat di belakangnya. Tangan pria itu terulur, untuk meletakkan piring dan cangkir kotor itu ke wastafel.
Poppy refleks memundurkan tubuhnya sampai membentur ujung wastafel. Dalam posisi seperti ini, Regan seperti sedang memenjarakan Poppy di antara tubuh besarnya dan konter dapur. Tubuhnya tampak menjulang di depan Poppy, membuat wanita itu harus mendongak untuk menatap wajah Regan.
"Adegan apa?" tanya Regan pelan sambil menatap lurus mata Poppy.
Ini terasa seperti deja vu. Mata itu kembali menenggelamkan Poppy ke dalam arus yang begitu deras. Sekali lagi, Poppy mulai kehilangan dirinya.
"French kiss...," gumam wanita itu tanpa sadar. Napasnya mulai terasa berat, dan matanya seakan tidak mau meninggalkan Regan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret Lesson
Romance"Aku bisa ngajarin kamu lebih jauh. Gimana?" Di tengah keruwetan otaknya untuk menulis cerita dewasa, Poppy mendapat tawaran menarik dari Regan. Ini mungkin kesempatan emas, mengingat Regan katanya memiliki banyak pengalaman saat berkuliah di Amerik...