Double Up! Karena besok weekend~
-----------------------
Setelah mendapat satu kata "ACC" dari Regan, Poppy segera mengirimkan draf itu kepada editornya. Ia sudah siap mendapat kritikan kedua, tetapi respons editornya justru di luar dugaan. Dia sangat senang, bahkan memuji-muji tulisan Poppy dan mengatakan kalau ini adalah karya besar. Dia tidak sabar untuk Poppy membuat draf lanjutan sampai siap diterbitkan kembali.
Ternyata efektif juga ya belajar sama Kak Regan, pikiran itu langsung terlintas di kepala Poppy setelah mendapat rentetan pujian dari editornya. Ternyata benar, pengalaman adalah guru yang paling baik.
Poppy melihat lagi tulisan yang dibuatnya. Sejujurnya, kata-kata itu tidak sepenuhnya menggambarkan apa yang Poppy rasakan saat itu. Ciuman Regan... lebih dari sekadar "manis", "basah", dan "indah" yang Poppy gambarkan di sana. Ada sesuatu yang membuat dadanya berdesir lebih hebat.
Tangan wanita itu menyentuh dadanya yang tiba-tiba berdebar. Selalu seperti ini saat mengingat ciuman mereka—apalagi yang kedua kali, di dapur. Poppy tidak sebodoh itu untuk mengetahui benda keras yang menusuk perut bagian bawahnya waktu itu.
Ternyata beneran keras, ya? Kak Regan gak sakit, kah? Kalau lihat di porn... itu bisa sampai berdiri tegak, kan?
Tapi, kenapa? Kenapa Kak Regan bisa keras, padahal kita cuma ciuman? Dan aku pun bukan pacar ataupun orang yang Kak Regan sukain. Kita gak punya hubungan apa pun.
Poppy mengerjap. Kenapa kata hatinya terdengar begitu menyedihkan tadi? Jangan bilang, ia mulai berharap hubungan lebih dengan Regan.
Untuk mengalihkan perhatian soal hatinya itu, Poppy berniat untuk kembali menulis saja. Pekerjaannya sebagai guru sudah selesai, dan ia bilang ingin lembur kepada rekan-rekannya. Lembur sih... tapi melakukan pekerjaan lain. Inspirasinya sedang mengalir sekarang, sayang sekali kalau tidak langsung dituangkan.
Di tengah bab, Poppy kembali penasaran dengan benda keras itu. Haruskah ia bertanya lagi kepada Regan? Selain seorang pria, Regan juga seorang dokter. Dia pasti bisa menjelaskannya dengan lebih ilmiah.
Poppy pun mengambil ponsel dan mengirimkan pesan kepada Regan.
Poppy menunggu balasan setelah Regan membaca pesannya. Namun, bukan balasan melainkan sebuah panggilan dari Regan yang datang. Poppy mengerjap, dan mengangkat panggilan itu dengan panik.
"H-halo?" sapa Poppy.
"Mau tanya soal Dante?" tanya Regan langsung.
Poppy terdiam sejenak. Ah, benar juga. Ia lupa kalau kakaknya menjalani operasi usus buntu hari ini. Sepertinya, ia terlalu fokus menulis.
Namun, karena tidak ingin Regan mengetahui hal itu, Poppy pun berpura-pura, "A-ah iya, Kak Dante gimana?"
"Lancar. Kalau kondisinya udah pulih, besok boleh pulang," jawab Regan, suara beratnya terdengar sangat tenang.
Poppy mengangguk-angguk, walaupun tahu Regan tidak mungkin bisa melihatnya. "Oke."
Kemudian hening. Seketika Poppy lupa apa yang ingin ditanyakannya. Cerita soal Dante dan suara Regan tadi benar-benar mengalihkan perhatiannya. Namun, sepertinya ia juga enggan untuk mengakhiri panggilan itu begitu saja.
"Ada lagi?" suara Regan akhirnya kembali menyadarkannya.
"Ah itu...." Poppy terbata. "Aku mau tanya soal.... keras."
"Apa?"
"Maksud aku, apa yang Kakak rasakan saat bergairah dan... keras?"
Poppy sudah membayangkan tawa mengejek dari Regan, tetapi pria itu tidak melakukannya. Hanya sebuah kekehan pelan, sebelum pria itu bergumam seolah sedang memikirkan dengan serius pertanyaan Poppy.
"Bergairah, ya...."
Poppy menelan air liurnya. Tanpa sadar, ia mengantisipasi jawaban Regan.
"Seperti ingin menelannya sekaligus."
"Hah?" Dahi Poppy berkerut.
"Kamu tahu, ini kayak... makanan kesukaanmu disajikan di depan mata. Kamu sangat lapar, dan gak mau membaginya, yang kamu pikirkan saat itu cuma gimana caranya menghabisi makanan itu—gak peduli kalau mungkin saja kamu bisa mati kekenyangan."
Analogi Regan memang terdengar sedikit aneh, tetapi Poppy bisa membayangkannya. Hasrat yang begitu sulit untuk dibendung, rasa lapar yang perlahan menyiksa.
"Bukannya itu serakah?" tanya Poppy.
"There's no greedy in sex, Sweetheart." Regan lagi-lagi terkekeh renyah. "Kamu sendiri, apa kamu rasain waktu bergairah?"
"I-itu...."
Poppy tidak bisa menjawabnya. Ia tidak mungkin menjawab pernah merasakan gejolak aneh saat menonton film porno, atau ketika melihat aktor kesukaannya bertelanjang dada. Ia juga tidak bisa menceritakan puluhan mimpi joroknya dengan pria tanpa wajah itu. Tentu saja Poppy pernah bergairah, pernah merasa ingin disentuh juga. Hanya saja... ia masih terlalu takut untuk itu.
"Kamu harus coba menyentuh dirimu sendiri."
"APA?!"
Ucapan tiba-tiba Regan sukses membuat Poppy berteriak. Buru-buru ia menutup mulutnya kembali, khawatir ada yang mendengarnya. Beruntung, hanya Poppy satu-satunya guru yang masih ada di ruangan ini.
"Kak Regan ngomong apa, sih!"
Regan tidak menanggapi omelan Poppy. Pria itu hanya menyahut dengan santai, "Sampai jumpa, Poppy."
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret Lesson
Romance"Aku bisa ngajarin kamu lebih jauh. Gimana?" Di tengah keruwetan otaknya untuk menulis cerita dewasa, Poppy mendapat tawaran menarik dari Regan. Ini mungkin kesempatan emas, mengingat Regan katanya memiliki banyak pengalaman saat berkuliah di Amerik...