Pukul 12.30.
Poppy yang sudah berpakaian rapi mengenakan rok biru dongker dan kemeja putih bermotif bunga itu hanya bisa menekuk wajah. Ponselnya masih menempel di telinga, mendengarkan segala alasan Dante sejak lima menit yang lalu. Kakaknya itu tidak jadi pulang cepat, dan memberitahunya secara mendadak seperti ini. Padahal, Poppy sudah bersiap untuk mengambil kado Mami sambil—mungkin—quality time berdua dengan Dante.
"Maaf banget, ya, Dek...." Itu kata maaf yang entah keberapa kalinya Dante ucapkan. Dante bilang, Papi—alias ayahnya Regan sekaligus pimpinan Dashar Group—mengajaknya bermain golf secara mendadak. Dante tidak bisa menolak, terlebih ada klien penting yang ikut bermain.
"Kakak padahal udah janji, loh. Kak Regan emang ke mana? Kenapa gak dia aja yang ikut," keluh Poppy. Walaupun posisinya Regan hanya masih seorang dokter, tetap saja dia adalah calon pewaris Dashar Group.
"Dia ada urusan katanya, jadi Papi nyuruh aku," sahut Dante, terdengar helaan napas di sana. "Sekalian mau bahas tender ceunah."
Selain Dante, Poppy juga tidak bisa membantah ucapan Papi dan Mami. Mereka sudah seperti orang tua pengganti untuk Poppy dan Dante sejak orang tua kandung mereka meninggal. Poppy merasa berutang budi dengan kebaikan mereka. Tidak hanya soal materil, tapi emosional yang mereka berikan itu tentu tidak bisa diganti dengan mudah.
"Ya udah, deh." Poppy akhirnya ikut menghela napas. Tidak ada pilihan lain. Lagi pula, ia masih bisa berangkat dengan taksi atau ojek online.
"Kamu naik taksi aja, ya, ke sananya. Nanti aku pesenin."
"Gak apa-apa, aku pesen sendiri," jawab Poppy. "Kakak hati-hati, ya. Salam buat Papi."
Setelah panggilan terputus, Poppy keluar dari kamarnya sambil membuka aplikasi ojek online. Studio tempat Poppy memesan tea set itu cukup jauh dari rumahnya, dan berada di pinggiran kota. Kalau saja studio itu bukan milik teman Poppy dan diberikan harga "teman", Poppy pasti tidak mau memesan di sana, apalagi sampai mengambilnya sendiri. Menggunakan mobil saja memerlukan waktu hampir satu jam setengah, itu juga kalau tidak macet.
Harga yang tertera di aplikasi membuat Poppy meringis. Namun, ia tidak punya pilihan. Daripada berdesakan di KRL atau bus, lebih baik mengeluarkan uang lebih untuk naik taksi. Sebagai introver, terkadang Poppy suka mual sendiri kalau berada di tempat ramai terlalu lama.
Poppy baru ingin menekan tombol "pesan" ketika mendengar suara mobil memasuki carport. Rumah ini memang tidak memiliki gerbang, jadi satu-satunya tanda adalah bunyi mesin mobil. Alis Poppy berkerut. Siapa yang berkunjung di hari libur ini?
Poppy berjalan ke arah pintu, tetapi seseorang sudah membuka kuncinya lebih dulu. Di rumah ini, selain Poppy dan Dante, hanya Regan yang memiliki akses kunci. Benar saja, pria itu muncul dengan kemeja biru tua yang masih licin.
"Loh? Kak Regan, kok, udah pulang?" tanya Poppy bingung.
"Aku izin setengah hari." Mata Regan menatap Poppy dari atas sampai bawah. "Kamu mau jalan?"
Poppy mengerjap, setengah sadar dengan pertanyaan Regan yang terakhir. Bukankah Dante bilang Regan ada urusan? Lantas, kenapa pria itu malah pulang cepat, dan berada di hadapannya sekarang.
"Poppy," panggil Regan, yang membuat Poppy tersadar.
"E-eh, kenapa, Kak?"
"Kamu mau jalan?"
"Iya."
"Ambil kado Mami."
Poppy mengangguk. "Iya."
"Ya udah, sekalian aja, aku juga belum beli kado buat Mami," sahut Regan. "Aku juga butuh saran kamu buat kadonya."
Ibu jari Poppy masih melayang di atas layar ponselnya. Entah bagaimana jadinya, sekarang ia sudah duduk di dalam mobil Regan, memakai sabuk pengaman, dan mendengarkan pria itu bersenandung kecil.
Semua informasi tercampur aduk di kepala Poppy. Mulai dari Dante yang membatalkan janjinya. Dante yang bilang kalau Regan sedang ada urusan. Namun, pria itu malah muncul dengan wajah tak berdosa di depannya dan menariknya ke mobil. Regan malah tidak bertanya di mana tempat Poppy mengambil kado dan hanya melajukan mobilnya entah ke mana.
"Udah makan?"
Pertanyaan Regan membuat Poppy tersadar. Ia pun menoleh. "Belum. Tadi niatnya, mau makan siang bareng Kak Dante. Eh, katanya dia malah diajak main golf sama Papi."
"Oh, gitu...." Regan mengangguk-angguk. Jarinya mengetuk setir dengan pelan, menyesuaikan ketukan dari musik yang terputar di radio mobil. "Ya udah, kita makan dulu, gimana?"
"Kakak emang gak perlu balik ke rumah sakit? Kalau Kakak buru-buru, gak apa-apa, kok. Aku nanti minta tolong diantar aja, Lagi pula, studionya jauh, Kak, daerah pinggiran. Nanti, pulangnya bisa sendiri."
Poppy sudah mengoceh panjang-lebar dengan nada tidak enak. Namun, balasan Regan hanya, "Oke."
Dan mobilnya malah memasuki parkiran mall besar di pusat kota, bukan studio kecil di pinggiran kota.
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret Lesson
Romance"Aku bisa ngajarin kamu lebih jauh. Gimana?" Di tengah keruwetan otaknya untuk menulis cerita dewasa, Poppy mendapat tawaran menarik dari Regan. Ini mungkin kesempatan emas, mengingat Regan katanya memiliki banyak pengalaman saat berkuliah di Amerik...