BAB 9

202 27 0
                                    


"Apa yang buat kamu penasaran?"

Entah ini hanya perasaan Poppy atau memang Regan semakin menundukkan kepalanya. Suara pria itu pun semakin berat dan dalam, bahkan terdengar hampir seperti bisikan saja.

"Apa... bedanya dengan ciuman biasa?" tanya Poppy dengan suara pelan.

Mata hitam itu membuat Poppy tenggelam semakin dalam. Napasnya yang beraroma mint membentur ujung hidung Poppy.

"Gimana kalau kamu coba sendiri?"

Poppy menelan air liurnya. Ciuman semalam masih terbayang, tetapi ia terus menyakinkan dirinya bahwa Regan melakukan itu hanya untuk pelajaran saja. Lantas, apakah Poppy harus melakukan itu lagi demi adegan yang sedang ditulisnya? Apa... itu tidak apa-apa.

Kebimbangan itu membuat Poppy tanpa sadar menggigit bibir bawahnya. Beberapa kali ia melihat film dewasa dengan adegan ciuman, tapi belum bisa membedakan mana french kiss, mana ciuman biasa, dan bagaimana sensasinya?

"Oh, sh*t!"

Umpatan itu terdengar sekilas sebelum bibir Regan sudah melumat bibir Poppy dengan rakus. Ciuman ini terasa berbeda dari semalam. Regan terasa sangat terburu-buru dan sedikit kasar. Ia bahkan sudah memaksakan lidahnya menyelinap masuk sebelum Poppy membuka mulutnya.

Ia kehabisan napas karena Regan terlalu menuntutnya. Lumatan itu begitu dalam sampai Poppy merasa bibirnya mulai kebas. Lidah mereka saling membelit, dan sesekali Regan terasa menghisapnya. Tangan besar pria itu menahan kedua sisi rahang Poppy, seolah tidak membiarkannya beranjak sedikit pun. Sebelum Poppy menyadari, tangannya sendiri sudah meremas kemeja Regan sampai sedikit kusut.

"Kak... hm!"

Poppy sedikit terkejut ketika satu tangan Regan melingkari pinggangnya dan menarik Poppy untuk semakin mendekat. Ciuman basah itu terus berlanjut, dan Poppy mulai merasakan sesuatu yang tak nyaman di bagian bawah tubuhnya. Apalagi ia juga merasakan sesuatu menusuk perut bagian bawahnya.

Regan menggeram pelan sebelum melepaskan ciuman mereka. Napas keduanya memburu panas. Bisa Poppy lihat ada bekas lipstiknya di bibir basah pria itu. Apa ini yang disebut french kiss? Kenapa begitu... panas?

"Jangan diulangi," ucap Regan tiba-tiba sambil menarik Poppy kembali. Sekarang, kedua tangannya melingkari pinggang Poppy.

"Apa?"

Regan menyatukan dahi mereka. "Jangan pancing aku kayak gitu lagi."

Poppy belum bisa mencerna maksud ucapan Regan. Wanita itu hanya mengerjap beberapa kali. Napasnya mulai teratur, tapi tidak dengan debar jantungnya.

Regan tersenyum, lalu mengusap pipi Poppy dengan lembut. Ia memberikan satu kecupan singkat di bibir Poppy sebelum menjauhkan diri. Ibu jarinya bergerak untuk mengusap bibir bagian bawah milik Poppy.

"Kayaknya, kamu harus dandan ulang."

Poppy refleks menyentuh bibirnya sendiri setelahnya. Ia pun mengeluarkan ponsel untuk memeriksa riasannya. Benar saja, lipstiknya sudah pudar dan berantakan.

Kacau sudah paginya.

Regan terkekeh melihat ekspresi panik Poppy. Ia menepuk puncak kepala wanita itu, "Perbaiki saja di mobil. Ayo, aku antar kamu ke sekolah."

***

Selama perjalanan menuju sekolah tempat Poppy mengajar, suasana sangat hening. Wanita itu tidak berani menatap Regan, apalagi berbicara kepadanya. Regan juga memikirkan banyak hal sampai ia sendiri tidak sadar kalau mereka sudah sampai di depan sekolah itu.

"Makasih, Kak."

"Ah!" Regan mengerjap kala mendengar bunyi sabuk pengaman dibuka. "Y-ya, oke."

Regan membuka kunci mobilnya, dan tanpa menunggu waktu, Poppy segera turun dari mobil. Regan tidak langsung pergi. Ia menunggu sampai Poppy benar-benar menghilang dari pandangannya, lalu kembali mengendarai mobilnya lagi.

Desahan panjang lolos dari mulutnya. Regan bukan pria yang sulit mengendalikan diri. Bahkan dalam keadaan mabuk sekali pun, ia tidak akan mudah meniduri wanita. Namun entah kenapa, ia menjadi seperti binatang liar hanya dengan melihat Poppy menggigit bibirnya. Ciuman semalam mungkin hanya keimpulsifannya, tetapi tadi pagi... hasrat Regan yang mendorong.

Dering ponsel membuat Regan tersadar dari adegan pagi tadi di dapur. Layar dashboard yang terhubung ke ponselnya menampilkan nomor Dante. Walaupun sudah tahu apa yang akan pria itu ucapkan, Regan tetap menjawabnya.

"Kenapa?" tanya Regan langsung.

"Pak Dok, ini operasi jam berapa, sih?"

Regan mendesah. "Kemarin udah gue bilang, jadwalnya jam sembilan."

"Gue udah disuruh puasa semalaman, gila! Laper!"

Heran sekali. Padahal Dante dan Poppy bersaudara, tapi Regan tidak pernah tidak menarik urat saat berbicara dengan Dante. Apalagi jika mengingat pria itulah yang membuatnya tetap masuk hari ini—padahal ini adalah jadwal liburnya. Untung saja ia diizinkan untuk menukar hari liburnya besok.

"Ya, makan aja kalau mau," sahut Regan setengah hati sambil membelokkan mobilnya.

"Eh? Emang boleh?" Dante terdengar senang. Bisa Regan bayangkan, mata pria itu pasti berbinar sambil tersenyum lebar.

"Kalau mau usus 12 jari lo dipotong juga, makan aja."

"Anj—"

Regan tidak membiarkan Dante menyelesaikan umpatannya, dan segera menutup panggilan. Baiklah, untuk kali ini ia akan mengalah kepada pria itu. Anggap saja sebagai usaha untuk mengalihkan perhatiannya dari ciuman—

Sial! Celananya mulai sesak lagi.

Secret LessonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang