Sebagai tim legal, Dante memang memiliki kemampuan yang luar biasa. Dia sangat cakap berbicara dan bernegoisasi. Itulah kenapa papa Regan mempercayakan posisi ketua tim legal kepada Dante—terlepas dari kedekatan hubungan mereka.
Namun di satu sisi, pria ini sangat tidak peka membaca keadaan sekitarnya. Untuk saat ini, Regan sangat berterima kasih atas itu.
"Mungkin," Regan hanya menanggapi seadanya. Ia tidak mau membuat Dante menaruh curiga.
Helaan napas Dante terdengar, membuat Regan akhirnya ikut bernapas lega. "Yah... semoga aja setelah ini dia ketemu sama cowok yang baik deh."
Ucapan Dante merupakan ucapan tulus seorang kakak untuk adiknya—walaupun nada bicaranya sangat menyebalkan. Namun, Regan justru tidak menyukai hal itu. Poppy bertemu pria baik... baik dalam arti bagaimana? Baik di mata Dante, bukan berarti baik untuk Poppy....
Dan dirinya.
Bangke! Regan mengumpat dalam hati ketika pikiran itu terlintas. Ia tidak bisa" membayangkan Poppy berjalan bersama pria yang baik hanya untuk salah satu pihak saja.
"Emangnya lo yakin bisa lihat Poppy jalan sama cowok?" Regan menanggapi setengah jengkel.
"Walaupun muka Poppy kayak bocah, dia itu udah 27 tahun, Pak Dok. Udah waktunya dia nikah sebenernya. Jadi, kalau dia emang udah ketemu cowok yang baik, kenapa gak gue restuin?"
"Baik-buruk itu relatif," sahut Regan.
"Ya, minimal gak kayak lo. Yang gak punya komitmen."
Ucapan Dante sukses membuat Regan mengeratkan genggamannya pada setir mobil. Sebenarnya, ini bukan kali pertama Dante menyindirnya begitu. Dirinya memang sering dekat dengan beberapa wanita, dan sering mengorbankan Dante untuk "mengurusi" para wanita merepotkan itu. Jadi, wajar saja kalau Dante menyebut Regan tidak punya komitmen.
Namun sekarang, ia sedang tidak mau mendengarnya. Komitmen memang sebuah kata yang sulit untuk Regan, tapi bukan berarti itu menjadikannya pria jahat.
"Oh, iya. Selama gue dirawat, lo gak macem-macem sama Poppy, kan?"
Entah Regan harus bersyukur atau menusuk Dante saat itu juga karena sudah mengganti topik pembicaraan. Masalahnya, topik kali ini justru lebih berbahaya. Apa yang terjadi kalau Dante tahu apa yang mereka lakukan selama dirinya di rumah sakit?
"Maksudnya?" Regan pura-pura bodoh.
"Kayak... bangunin dia malem-malem buat bikinin lo makan."
Yang ada, gue yang 'bangun' gara-gara mau makan dia, Regan bergumam dalam hati. Senyum miring tercetak tipis di bibirnya.
Regan pun mengangkat bahu sebagai jawaban untuk Dante.
Dante pun berdecak. "Kalau gue lihat adek gue kurusan, gue usir lo dari rumah!"
"Kalo lo gue pecat gimana?"
Dari ujung matanya, bisa Regan lihat wajah Dante yang masih pucat itu tampak semakin pucat. "E-emangnya lo bisa—"
Regan menelepon sekretaris papanya dari dashboard mobil—yang tentu saja bisa Dante lihat juga.
"ELAH! BERCANDA GUE, PAK DOK!"
***
Poppy baru selesai mengantar murid terakhir untuk dijemput saat mendapati mobil yang familiar sudah menunggu di pelataran sekolah. Ia mengerjap, menyadari arti pertanyaan Regan tadi pagi.
Untungnya, Regan tidak sampai turun dari mobil dan menarik perhatian guru-guru dan staf yang lain. Pria itu cukup pengertian juga. Meskipun begitu, tidak ada alasan untuk Poppy tidak menghampirinya selepas menyelesaikan laporan.
"Aku gak tau Kakak mau jemput aku," ucap Poppy sambil memasang sabuk pengaman.
"Dante yang suruh."
Oh... gara-gara diminta Kak Dante.... hati Poppy sedikit berdenyut mendengar jawaban itu.
Mobil mulai berjalan, dan Poppy pun mengalihkan pandangannya ke luar jendela. Ia harus mencari obrolan lain untuk meredam sakit yang terasa aneh di dadanya ini.
"A-aku mau belanja dulu, Kak. Nanti turunin di supermarket depan aja, dan Kakak bisa pulang duluan." Poppy menunjuk plang supermarket yang terlihat dari posisi mobil mereka. Karena jalanan cukup padat, mobil bergerak agak lambat.
"Kamu mau masak apa?"
"Kak Dante minta dibuatin rendang. Gak apa-apa, kan, ya?"
Regan mengangkat bahu. "Kalau dia mau lambungnya dipotong sekalian, aman aja."
Glek!
Poppy menelan air liurnya sendiri.
Regan adalah salah satu manusia yang bisa bercanda dengan wajah datar seperti itu, sampai Poppy mengira kalau ucapannya serius. Akhirnya, sisa perjalanan itu Poppy tidak lagi membuka suara. Ia diam-diam juga bernegosiasi dengan Dante untuk menu makan malamnya kali ini. Ia tidak mau Regan melakukan operasi dadakan di rumah kalau Dante tetap bersikeras mau makan rendang.
Nyatanya, Regan tidak hanya menurunkan Poppy di depan supermarket, melainkan sampai memarkirkan mobilnya di dalam. Seolah tidak cukup membuat Poppy bingung, pria itu juga turun duluan dari mobil, dan membukakan pintu untuk Poppy.
"Ayo."
Itu adalah 'ayo' yang kedua kali Poppy terima hari ini. Anehnya, walaupun kepala Poppy terus bertanya-tanya, tubuhnya bergerak sendiri untuk mengikuti Regan. Tangannya malah sudah refleks menggenggam tangan pria itu yang terulur tadi.
"Jadinya, masak apa hari ini?" tanya Regan, yang sudah mendorong troli di sebelah Poppy.
"Karena rendang gak boleh, kayaknya bikin sayur bayam aja deh, sama tahu kecap. Itu gak apa-apa, kan?" Poppy melirik Regan, meminta persetujuan.
"Boleh."
Poppy menghela napas lega, setidaknya ia tidak harus pusing memikirkan menu makanan lagi. Sebenarnya, Dante bukan orang yang rewel soal makanan. Ia menyukai apa saja yang Poppy masak. Hanya saja, dengan kondisi sekarang, Poppy baru sadar kalau ia harus lebih berhati-hati. Salah sedikit, bisa-bisa Regan memotong lambung kakaknya itu.
Poppy yang memimpin jalan menuju section sayuran dan buah, sementara Regan mengekor. Pria itu tidak banyak bicara selama menemani Poppy berbelanja. Sangat berbeda dengan Dante yang suka mengeluh capek, dan bahkan menghilang entah ke mana untuk mencari camilan favoritnya.
"Kak Regan mau makan apa?" Poppy baru menyadari kalau di rumah itu tidak hanya tentang dirinya dan Dante. Jadi, dia pun bertanya. "Nanti aku buat terpisah dari punya Kak Dante."
"Gak perlu. Semua masakan kamu pasti bisa aku makan," jawab Regan santai sambil memegang buah mangga di sana.
Ucapannya terdengar sederhana, tapi menimbulkan sensasi luar biasa di dada Poppy. Dadanya berdebar keras, hingga menimbulkan rasa hangat di kedua pipinya. Padahal, ia tidak pernah seperti ini saat Dante memuji masakannya.
Poppy terlalu sibuk dengan debar jantungnya sampai tidak menyadari Regan sudah memilih lima buah mangga ke dalam kantung. Ketika Regan meletakkannya di troli, barulah mata Poppy membulat.
"Kakak ngapain?!"
Regan mengerutkan dahi. "Beli mangga...."
"Ini, tuh, bukan harum manis! Agak asem!" Poppy mengeluarkan lagi kantung berisi mangga itu dari troli. "Lagi pula di sini mahal, mending beli di toko buah depan sekolahku aja."
"Tapi, sama aja—"
Plak!
Poppy memukul tangan Regan yang terlihat ingin meraih mangga itu kembali.
"Udah, Kak Regan dorong aja trolinya. Gak usah pegang apa-apa."
-----------------
Besok update lagi yaaa. Doakan aku udah sehat~
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret Lesson
Romance"Aku bisa ngajarin kamu lebih jauh. Gimana?" Di tengah keruwetan otaknya untuk menulis cerita dewasa, Poppy mendapat tawaran menarik dari Regan. Ini mungkin kesempatan emas, mengingat Regan katanya memiliki banyak pengalaman saat berkuliah di Amerik...