BAB 15

216 33 0
                                    


Eh?

Apaan sih, Poppy Sofia! Poppy mengumpat dirinya sendiri. Ia pun menggeleng keras dan mulai mengangkat sendoknya. Sepertinya, rasa lapar ini sudah mempengaruhi kerja otaknya.

"Kenapa?"

Uhuk!

Pertanyaan Regan yang tiba-tiba membuat Poppy tersedak kuah soto. Apalagi kuahnya masih panas dan terasa pedas, rasa menyengat itu sampai menusuk hidungnya.

"Pelan-pelan aja, aku gak bakal minta," ucap Regan kemudian sambil menggeser gelas berisi air putih ke hadapan Poppy.

"Makasih," dengan masih sedikit terbatuk, Poppy meraih gelas itu.

Regan tidak menyahut dan kembali ke tabletnya. Ia juga tidak melanjutkan pertanyaannya tadi. Suasana dapur yang temaram itu menjadi hening seperti sebelumnya.

Tanpa sadar, Poppy melirik sinis tablet di hadapan Regan. Pria itu memakai earphone di salah satu telinganya, jadi Poppy tidak bisa mendengar audio dari video yang ditonton Regan. Namun, melihat bagaimana pria itu sangat fokus, sepertinya sangat seru.

"Kak Regan nonton apa, sih?" Poppy akhirnya tidak bisa menahan rasa penasarannya.

Regan menoleh, dan entah kenapa pria itu malah tersenyum miring kepada Poppy. Tentu saja itu membuat wajah Poppy terasa panas seketika. Senyuman Regan seolah sedang mengejeknya.

"Kenapa?" Bukannya menjawab, Regan malah menopang satu dagunya sambil menatap Poppy intens. "Kamu mau ikut nonton juga?"

"G-gak gitu...." Poppy mengalihkan pandangannya. "Abisnya, Kak Regan kayak serius banget."

"Dan kamu ngerasa dicuekin."

"Iya—GAK, YA!" untung saja Poppy dengan cepat meralat ucapannya.

Regan terkekeh, lalu menggeser tablet itu agar Poppy bisa melihat layarnya. "Kalau kamu kuat nontonnya sambil makan, ya gak apa-apa."

Mata Poppy membulat begitu melihat tontonan Regan. Bukan film porno—seperti yang di bayangan Poppy—atau film-film seru lainnya, melainkan sebuah video prosedur operasi—yang entah operasi apa itu. Namun, Poppy bisa melihat jaringan atau organ apalah itu. Warna merah darah yang khas juga memenuhi layar. Bentuk yang tak beraturan dan terlihat kenyal seperti jeli itu mendadak membuat perutnya bergejolak.

Regan sepertinya menyadari perubahan raut wajah Poppy. Ia pun segera membalikkan layar tablet itu sambil tersenyum.

"Kan...."

Satu kata yang menyatakan banyak hal.

Poppy segera minum air dengan banyak, berusaha menghilangkan bayangan organ tadi dari kepalanya. Sudah begitu, soto yang tengah dimakannya ini berisi banyak jeroan dan daging. Poppy sampai harus menarik napas beberapa kali dulu sebelum bisa makan kembali.

"Kenapa Kak Regan nonton begituan, sih?!" gerutu Poppy. "Gak puas ya lihat organ pasien setiap operasi?"

"Dokter juga masih butuh belajar, Poppy," jawab Regan lembut, matanya kembali ke tablet, tapi entah kenapa senyum itu membuat Poppy merasa kalau ia tidak sepenuhnya terabaikan.

"Kak Regan gak capek emangnya?"

"Capek." Regan menoleh. "Tapi kalau aku berhenti, ya gak bakal bisa maju."

Ya, Regan memang seperti itu. Tidak seperti Dante yang banyak mengeluh—walaupun tetap menyelesaikan pekerjaannya—Regan tidak banyak bicara. Bahkan Dante sering menyebutnya AI gara-gara tidak pernah terlihat lelah sedikit pun.

Berbanding terbalik dengan rumor percintaannya, saat bekerja, Regan benar-benar seperti dementor. Ia sangat serius, perfeksionis, dan kaku. Makanya, Poppy agak sedikit tidak percaya saat Dante bilang Regan punya banyak mantan kekasih.

Poppy menghela napas. Sisa soto di mangkuknya hanya diaduk-aduk dengan sendok. "Aku iri sama Kakak."

"Hm?"

"Kak Regan bisa lakuin semuanya dengan baik dari dulu, punya karier bagus, pintar, disukain banyak orang...." Poppy tersenyum tipis dengan pandangan masih menatap mangkuk soto. "Mami sama Papi pasti bangga banget sama Kakak."

Mami dan Papi adalah panggilan untuk orang tua Regan. Sejak Poppy dan Dante menjadi yatim-piatu, keluarga Regan yang mengurus mereka. Itu juga yang membuat hubungan mereka sangat dekat, sampai orang tua Regan menyuruh mereka memanggil begitu juga.

"Aku juga iri sama kamu." Regan kembali menopangkan dagunya dengan satu tangan. Ketika Poppy menoleh, pria itu juga sedang menatapnya. "Kamu yang selalu jalanin hidup dengan baik."

"Mana mungkin." Poppy menghindari tatapan Regan. "Aku cuma hidup di bawah bayangan Kak Dante kok."

"Yah, Dante emang terlalu ikut campur, tapi...." tangan Regan terulur, menyentuh dagu Poppy agar kembali menatapnya. "Kamu ada di titik ini sekarang, itu karena kaki kamu sendiri, Poppy." 



--------------------

Weekend ini aku upload satu dulu yaaaa T-T lagi sibukk jadi belum sempet nulis lagi huhuu sowryy

Secret LessonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang