Bab 1. Jejak di Gang Sepi

669 14 0
                                    

Hari itu, matahari bersinar cerah di langit kota kecil. Tawa anak-anak mengisi udara di sebuah taman dekat kompleks perumahan. Mereka berlarian ke sana kemari, bermain petak umpet, lempar bola, dan permainan anak-anak lain yang biasa mereka lakukan di akhir pekan. Di antara mereka, ada seorang gadis kecil cantik bernama Ayu, dengan rambut hitam panjang yang tergerai dan pita merah cerah yang menghiasi kepalanya. Usianya tidak lebih dari sembilan tahun, namun keceriaan dan semangatnya terlihat seperti anak yang penuh kehidupan.

"Ayu, lempar bolanya ke sini!" teriak salah satu temannya, Dita, yang melambai dari kejauhan.

Ayu tersenyum lebar, berlari mengejar bola kecil berwarna biru yang melesat ke arah semak-semak. Saat ia memungut bola itu, tiba-tiba sebuah suara asing terdengar dari belakangnya.

"Maaf, Nak, bolehkah aku bertanya?" Suara itu dalam dan terdengar lembut, tapi ada nada ganjil yang menyertainya.

Ayu menoleh, melihat seorang pria tinggi mengenakan jaket kulit hitam dan topi yang menutupi sebagian besar wajahnya. Wajahnya tertutupi bayangan, tapi dari gerak-geriknya, Ayu bisa merasakan sesuatu yang tidak biasa. Namun, dia tidak mau bersikap kasar. Dia sudah diajarkan oleh orangtuanya untuk bersikap sopan pada orang yang lebih tua.

"Iya, Om?" jawab Ayu dengan suaranya yang polos.

"Aku sedang mencari jalan menuju rumah sakit. Bisa tolong antar, ya? Aku sedikit tersesat," kata pria itu dengan nada yang terdengar memohon.

Ayu menatap teman-temannya yang masih sibuk bermain di kejauhan. Mereka tampak asyik, dan mungkin tidak akan menyadari kalau dia pergi sebentar.

"Rumah sakit? Oh, itu tidak jauh, Om. Tinggal lurus, nanti belok kiri di perempatan," jawab Ayu dengan lugas.

Pria itu mengangguk, tapi kemudian melanjutkan, "Hmm, aku takut salah jalan lagi. Bisa kamu tunjukkan langsung? Biar aku nggak tersesat lagi."

Ayu ragu sejenak. Teman-temannya masih bermain, tapi pria ini sepertinya membutuhkan bantuan. Ia tak ingin bersikap tidak sopan, seperti yang selalu diajarkan oleh orangtuanya. Dengan sedikit ragu, ia berkata, "Baiklah, Om. Ayo ikut, aku antar."

Mereka mulai berjalan meninggalkan taman. Ayu melirik sekilas ke arah teman-temannya, berharap mereka akan menyadari kepergiannya, namun mereka terlalu sibuk bermain.

Jalan yang mereka lalui perlahan semakin sepi. Awalnya, jalan ini masih cukup ramai dengan beberapa orang berlalu lalang, tapi semakin jauh mereka berjalan, semakin jarang orang yang terlihat. Gang-gang sempit mulai muncul di kiri dan kanan. Ayu merasa aneh, karena rute ini seharusnya tidak membawa mereka ke arah rumah sakit.

"Om, rasanya ini bukan jalan ke rumah sakit," kata Ayu, memberanikan diri.

Pria itu berhenti sejenak, lalu menoleh ke belakang dengan seringai tipis di wajahnya. "Tidak apa-apa, Nak. Kita hampir sampai."

Ayu merasa jantungnya berdetak lebih cepat. Sesuatu yang tidak beres terasa dalam hatinya, tapi sebelum dia bisa berkata lebih jauh, pria itu bergerak cepat. Tangannya yang besar langsung meraih mulut Ayu, membekapnya dengan kain basah yang berbau menyengat.

"Mmmmph!" Ayu mencoba berteriak, namun suaranya teredam. Kepalanya mulai terasa pusing, penglihatannya kabur, dan tak lama kemudian, tubuhnya melemas. Semuanya menjadi gelap.

---

Ketika malam tiba, gadis kecil itu masih dalam keadaan tak sadarkan diri. Di sebuah ruangan kumuh yang diterangi cahaya lilin, pria misterius tadi duduk di lantai, mengatur beberapa benda di sekeliling tubuh Ayu yang terbaring di sana. Ruangan itu dipenuhi bau asap kemenyan, dan suara aneh seperti gumaman mantra memenuhi udara. Di depan pria itu, terdapat beberapa benda yang tak biasa—sebuah boneka kayu dengan kain merah diikat di sekelilingnya, lilin hitam, serta mangkuk yang berisi cairan merah yang berbau menyengat.

Om Ku seorang PedofilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang