Bab 8: Permainan di Sekolah dan Misteri di Rumah

278 10 0
                                    

Pagi hari di sekolah Sari. Suasana di kelas X-2 sedang ramai seperti biasa, dengan para siswa yang sibuk bercanda dan mengobrol sebelum pelajaran dimulai. Cahaya matahari yang masuk melalui jendela menciptakan bayangan di lantai, dan suara bising dari kantin terdengar sayup-sayup. Namun, di sudut ruangan, Sari duduk dengan tatapan tajam, memperhatikan teman-temannya satu per satu dengan minat yang mencurigakan. Bukan Sari yang biasanya. Ini adalah Surya, yang bersemayam dalam tubuhnya.

"Mulai dari mana ya..." pikir Surya sambil menyeringai tipis. Dia menatap beberapa teman sekelas Sari yang duduk tidak jauh darinya. Ada Maya, gadis pendiam yang selalu membawa buku, dan Dina, gadis periang yang suka bercanda. Mereka tampak seperti mangsa empuk untuk rencana barunya. Dengan tubuh Sari yang lugu dan kekuatan hipnotis yang sekarang dia kuasai, semuanya akan berjalan sesuai keinginannya.

"Hei, Maya," panggil Sari dengan suara lembut yang terdengar akrab di telinga Maya. Gadis itu mengangkat kepalanya dan tersenyum tipis.

"Ya, Sar?" jawabnya sambil menutup buku yang sedang ia baca.

Sari-atau Surya-mendekatkan diri ke meja Maya. "Aku mau ngomong sesuatu. Boleh ngobrol sebentar di luar?"

Maya mengangguk, tak ada sedikitpun kecurigaan di wajahnya. Mereka berdua keluar dari kelas menuju taman sekolah yang cukup sepi. Di sudut taman itu, di bawah pohon besar yang rimbun, Surya merasa ini adalah tempat yang sempurna. Tak ada yang akan melihat.

"Ada apa, Sar?" tanya Maya penasaran.

Sari berdiri di depannya, menatap Maya dengan tatapan intens. "Maya, kamu tahu nggak, aku punya cara biar kamu bisa lebih santai dalam hidup. Kamu sering stress, kan?" Suaranya terdengar lembut namun ada ketegangan di dalamnya.

Maya mengerutkan kening. "Stress? Hmm, kadang sih. Tapi..."

Sebelum Maya bisa melanjutkan, Sari menempatkan tangan di pundak Maya, dan tatapan matanya semakin tajam. "Dengar kata-kataku, Maya. Kamu tenang, rileks, dan ikuti apa yang aku katakan. Nggak ada yang perlu dikhawatirkan."

Mata Maya mulai terlihat kosong. Efek hipnotis dari Surya mulai bekerja. "Iya... rileks..." Maya mengulangi kata-kata Sari, suaranya terdengar jauh, seolah-olah ia berada di dunia lain.

"Bagus," gumam Sari, senyum puas terukir di wajahnya. "Sekarang, kamu akan melakukan apapun yang aku katakan, demi aku. Kamu ngerti, kan?"

"Iya... aku akan melakukan apapun," jawab Maya dengan nada monoton.

Surya tahu, ini baru permulaan. Dengan kendali penuh atas Maya, dia bisa merayunya, memanipulasinya, membuat Maya menjadi bonekanya tanpa ada yang curiga. "Kamu akan dekat dengan aku, Maya. Kamu akan melayani aku dan menuruti semua keinginanku. Nggak ada yang lebih penting dari aku sekarang."

Maya hanya mengangguk, patuh sepenuhnya pada perintah Sari yang kini sepenuhnya di bawah kendali jiwa Surya. Dengan Maya dalam genggaman, rencananya akan segera meluas. Dia tahu, target berikutnya adalah Dina. Satu per satu, teman-teman Sari akan berada di bawah kekuasaannya, tanpa mereka menyadari apa yang terjadi.

---

Sementara itu, di rumah Sari, suasana berbeda terjadi. Bu Rina, ibu Sari, sedang duduk di ruang tamu ketika terdengar suara ketukan di pintu. Hari itu panas, dan sinar matahari membuat suasana rumah terasa gerah meski kipas angin terus berputar. Saat Bu Rina membuka pintu, ia terkejut melihat seorang wanita muda yang sudah lama tidak ia temui.

"Alya?" ujar Bu Rina kaget, tak percaya dengan siapa yang berdiri di depannya.

"Iya, Tante. Lama nggak ketemu," jawab Alya dengan nada yang terasa berat, diikuti dengan senyuman yang terkesan dipaksakan. Di sampingnya, berdiri seorang pria tak dikenal dengan tubuh tegap dan senyum sinis.

"Ini temanku, Arya," tambah Alya singkat, memperkenalkan pria itu.

"Masuk, masuk. Kamu baik-baik aja, Alya? Lama nggak denger kabar," kata Bu Rina, membukakan pintu lebih lebar.

Alya melangkah masuk dengan ekspresi wajah yang sedikit gelisah. "Jujur, Tante... aku nggak tahu. Aku merasa kayak... kehilangan ingatan," ucap Alya dengan nada kesal, sambil melirik Arya yang tersenyum tipis.

"Ke... kehilangan ingatan? Kamu serius?" Bu Rina tertegun mendengar hal ini.

Alya mengangguk. "Aku nggak ingat apa-apa tentang masa laluku. Aku cuma tahu bahwa... aku harus datang ke sini. Aku butuh tahu tentang siapa aku, Tante. Siapa aku sebelum ini."

Sementara Bu Rina masih berusaha mencerna apa yang terjadi, Arya hanya berdiri di belakang Alya dengan tatapan licik dan penuh arti. "Kamu bisa bantu dia, kan, Tante?" Arya akhirnya bicara, suaranya rendah dan tenang, namun dengan nada yang terkesan mendesak.

Bu Rina tampak bingung, tetapi dia merasa bahwa ini mungkin kesempatan untuk membantu Alya menemukan dirinya kembali. "Tentu, Tante akan coba bantu, Alya. Kita bisa ngobrol soal masa kecil kamu."

Namun, sebelum Bu Rina bisa melanjutkan, Alya menatapnya dengan intens. "Tante, aku butuh jawaban sekarang. Aku nggak bisa nunggu lagi. Apa yang Tante tahu tentang masa laluku? Tentang siapa aku sebenarnya?" Alya berbicara dengan nada yang tegas, hampir seperti mendesak, dan ada sesuatu dalam sorot matanya yang berbeda dari sebelumnya.

Arya yang berdiri di belakang Alya mengamati semuanya dengan santai. "Jadi, gimana? Wanita ini yang nantinya bakal jadi tubuh barumu?" tanyanya dengan suara pelan, hampir tak terdengar oleh Bu Rina, tapi cukup jelas bagi Alya.

Alya hanya mendengus, terlihat muak dengan pertanyaan Arya. "Belum waktunya, tolol. Gue cuma mau tau dulu siapa Alya ini sebelum semuanya terjadi," balas Alya kasar, suaranya rendah dan penuh amarah yang terpendam.

Bu Rina yang tidak menyadari ketegangan antara Alya dan Arya, berusaha tetap tenang dan sabar. "Alya, Tante akan bantu kamu. Kita bisa mulai dari awal. Kamu ingat apa terakhir kali sebelum ingatanmu hilang?"

Alya terdiam, berusaha mengingat sesuatu, tapi jelas ada kebingungan di wajahnya. "Nggak ada, Tante. Aku nggak ingat apa-apa selain satu hal. Rumah ini. Dan sepupu aku... Sari."

Nama Sari disebut, dan Bu Rina terdiam sejenak. "Sari? Iya, dia anak Tante. Tapi... kenapa kamu ingat Sari?"

Alya hanya menggeleng frustrasi. "Itulah yang mau aku tahu. Kenapa aku cuma bisa ingat Sari? Apa hubungan aku sama dia?"

Bu Rina merasa kebingungan semakin dalam. Di satu sisi, dia ingin membantu Alya, tetapi di sisi lain, ada perasaan aneh yang membuatnya waspada. Arya yang berdiri di belakang Alya tampak menikmati kebingungan yang terjadi, tatapan matanya berkilat penuh maksud tersembunyi.

Dan saat itu, tanpa ada yang menduga, sesuatu yang tak terduga mulai terjadi di rumah Sari.

Om Ku seorang PedofilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang