Bab 2: Awal yang Menenangkan

395 7 0
                                    

Terlihat Keluarga kecil yang terdiri dari sepasang orangtua dan seorang anak gadis berusaha 12 tahun-an bernama Sari, sedang berkendara mobil. Karena keperluan keluarga diluar kota, Papa dan Mama terpaksa menitipkan ku ke rumah Tante Vira dan Om Surya untuk tinggal sementara agar studiku tidak terganggu.

Matahari baru saja terbenam ketika mobil yang membawa Papa dan Mama berhenti di depan rumah Tante Vira. Udara sore di pinggiran kota sedikit lebih sejuk dibandingkan dengan suasana rumahku di tengah kota yang hiruk-pikuk. Dari jendela mobil, aku menatap halaman rumah besar itu. Halaman yang luas, penuh dengan pohon-pohon rindang dan bunga-bunga beraneka warna, menciptakan pemandangan yang indah namun agak sunyi.

"Ini dia rumah Tante Vira, Sar. Kamu pasti akan betah di sini," ujar Papa seraya menoleh ke belakang, memberi senyum menenangkan. Aku, Sari, hanya mengangguk kecil, mencoba meyakinkan diri sendiri bahwa semuanya akan baik-baik saja selama dua bulan ke depan.

"Kamu pasti akan suka di sini, sayang. Tante Vira dan Om Surya orangnya baik sekali," timpal Mama sambil memelukku lembut dari sebelah kiri.

Aku hanya mengangguk pelan lagi. Jujur saja, aku merasa sedikit cemas karena ini adalah pertama kalinya aku harus tinggal jauh dari mereka selama dua bulan. Tapi aku tahu, pekerjaan Papa dan Mama di luar kota memang penting, dan aku tak mau membuat mereka khawatir.

Pintu rumah terbuka, dan di ambangnya berdiri Tante Vira, adik Mama. Wajahnya cerah seperti biasa, senyum lebarnya langsung membuat suasana terasa sedikit lebih hangat. Dia mengenakan gaun santai berwarna hijau mint, dan rambut hitamnya yang panjang diikat rapi.

"Sari!" seru Tante Vira ceria, melangkah mendekat ke arah kami. Dia memeluk Mama sejenak, lalu mengelus rambutku dengan lembut. "Wah, kamu makin besar saja, sudah seperti gadis remaja sekarang."

Aku tersenyum tipis. "Terima kasih, Tante."

Papa dan Mama membantu menurunkan koper dari mobil, sementara Tante Vira terus berbicara tentang bagaimana ia telah menyiapkan kamar khusus untukku. "Sari, Tante sudah siapkan kamar di lantai dua, dekat kamar Tante dan Om Surya, biar kamu tidak merasa jauh dari kami," ucapnya sambil tersenyum hangat.

"Terima kasih, Tante," sahutku lagi, meski hati masih sedikit berdebar.

Setelah koper-koper dimasukkan ke dalam rumah, Papa dan Mama mulai berpamitan. Mama menarikku ke samping, menatapku dengan mata lembutnya. "Ingat, Sari. Kalau ada apa-apa, langsung telepon Papa atau Mama, ya. Kita nggak jauh kok, nanti setiap akhir pekan, kalau ada waktu, kita akan kunjungi kamu," ucap Mama sambil mengusap pipiku.

"Iya, Ma. Sari akan baik-baik saja. Kan ada Tante Vira dan Om Surya di sini," jawabku, meski perasaanku tetap bercampur aduk.

Papa menepuk pundakku. "Jadi anak baik ya, Sari. Jangan nakal, bantuin Tante Vira di sini, oke?" katanya tegas tapi penuh kasih.

"Iya, Pa. Sari janji," kataku dengan mantap.

Setelah pelukan perpisahan, aku melihat mobil mereka perlahan menjauh, meninggalkanku di rumah besar yang kini akan menjadi tempat tinggalku selama dua bulan. Aku menghela napas panjang, mencoba menenangkan perasaan gugup yang muncul. Tante Vira menepuk punggungku dengan lembut.

"Kamu pasti suka di sini, Sar. Tante dan Om Surya sudah lama ingin punya anak, jadi rasanya seperti punya anak sendiri sekarang. Ayo, kita masuk," ajaknya sambil mengarahkan aku ke dalam rumah.

---

Rumah Tante Vira sangat berbeda dengan rumah kami di kota. Ruang tamu besar dengan sofa empuk berwarna krem yang terlihat sangat nyaman. Di sisi dinding, ada rak besar yang penuh dengan buku-buku. Dinding-dinding rumahnya dipenuhi foto-foto keluarga dan lukisan alam yang indah, memberikan kesan hangat meski terasa agak sunyi. Jendela-jendela besar di ruang tamu menghadap langsung ke taman belakang, di mana sebuah kolam kecil dengan air mancur terletak di tengah-tengah. Tempat itu terlihat sangat damai.

Om Ku seorang PedofilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang