Bab 15. Rencana Gelap di Sekolah

147 8 2
                                    

Pagi itu, Sari tiba di sekolahnya dengan rencana matang. Surya, yang bersemayam dalam tubuhnya, sudah menyiapkan segala instruksi. Ia berdiri di depan gerbang, memperhatikan gedung sekolah yang mulai ramai oleh para siswa dan guru yang baru tiba. Langit cerah, namun hawa dingin masih terasa dari hujan yang turun semalam. Di sudut-sudut halaman sekolah, beberapa murid sedang bercengkrama, dan suasana seakan biasa saja. Tapi Sari tahu, hari ini akan menjadi awal dari sesuatu yang berbeda.

Bu Rina, yang kini sepenuhnya dikuasai oleh Anton, telah memberikan perintah untuk mulai menguasai lingkungan sekolah Sari. Surya mengarahkan langkah Sari menuju ruang kepala sekolah, Pak Rama. Ini adalah langkah pertama untuk mengendalikan seluruh sistem sekolah. Setiap guru, setiap murid, akan tunduk di bawah pengaruhnya.

Setibanya di depan pintu kantor kepala sekolah, Sari mengetuk dengan tenang. Setelah mendengar suara Pak Rama yang mempersilakan masuk, ia melangkah masuk. Ruangan itu dingin, dengan beberapa berkas menumpuk di atas meja, serta pot tanaman yang menghiasi sudut ruangan. Pak Rama, seorang pria berusia akhir 40-an, tengah duduk di kursinya, sibuk memeriksa laporan keuangan sekolah.

"Selamat pagi, Pak," sapanya ramah, senyum manis terpancar dari wajahnya yang seolah tidak menampakkan niat buruk sama sekali.

"Selamat pagi, Sari. Ada yang bisa saya bantu?" Pak Rama menjawab dengan nada profesional.

Sari duduk dengan anggun, menatap mata Pak Rama lekat-lekat. "Sebenarnya, ada beberapa hal yang ingin saya bicarakan, Pak. Tentang cara sekolah ini bisa menjadi lebih... 'fleksibel' dalam hal peraturan."

Pak Rama, yang semula fokus pada pekerjaannya, perlahan merasa ada sesuatu yang aneh. Tatapan mata Sari terlalu dalam, terlalu memikat. Ia mulai merasa pikirannya terhanyut, seolah kehilangan kendali atas kesadarannya sendiri.

"Peraturan? Fleksibel bagaimana maksudmu?" tanyanya, suaranya mulai terdengar bingung.

Sari tersenyum lembut, dan saat itulah Surya mengambil alih. Perlahan tapi pasti, Pak Rama mulai kehilangan orientasinya. Sugesti demi sugesti diberikan kepadanya, bahwa aturan sekolah yang ketat tidak lagi relevan, bahwa kebebasan perlu diberi ruang. Pemikiran ini terus berputar dalam benaknya, tanpa bisa ia lawan. Proses ini berjalan halus dan perlahan. Sekuat apapun Pak Rama mencoba bertahan, ia tidak bisa menghindar dari sugesti yang diberikan oleh Sari.

Setelah beberapa menit yang terasa bagai hitungan detik bagi Pak Rama, ia mengangguk lemah. "Mungkin, ada benarnya, Sari. Sekolah ini memang perlu perubahan..."

Sari tersenyum puas. Pak Rama kini sepenuhnya berada di bawah pengaruhnya.

Sari pun melanjutkan rencananya ke target berikutnya: Bu Tanti, guru Bimbingan dan Penyuluhan (BP). Kantor BP terletak di sayap kiri sekolah, sedikit jauh dari ruang kepala sekolah. Sari berjalan dengan tenang, setiap langkahnya seolah dipandu oleh kekuatan yang tak kasatmata. Surya ada di setiap gerakan, memastikan semuanya berjalan sesuai rencana.

Setibanya di ruang BP, Bu Tanti sedang sendirian, sibuk menulis laporan kasus beberapa siswa. Wanita paruh baya itu terkenal tegas dan selalu memberikan nasihat bijak kepada siswa yang bermasalah. Tetapi hari ini, semua itu akan berubah.

"Bu Tanti, saya ingin bicara sebentar," ucap Sari.

Bu Tanti menoleh dan mempersilakan Sari duduk. "Tentu, Sari. Ada apa? Ada masalah di kelas?"

Sari tidak membuang waktu. Sama seperti pada Pak Rama, ia mulai menatap Bu Tanti dalam-dalam, menanamkan sugesti ke dalam pikirannya. Perlahan, Bu Tanti merasakan pikirannya melayang. Sari mulai berbicara tentang bagaimana peraturan dan moralitas di sekolah perlu disesuaikan. Bahwa anak-anak tidak perlu ditekan dengan disiplin, dan bahwa sebagai guru BP, Bu Tanti harus lebih fleksibel dalam memberikan pengajaran.

Om Ku seorang PedofilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang