Bab. 9 Rencana yang Terpendam

150 8 0
                                    

Sore hari itu, langit terlihat mendung, dengan awan kelabu menggantung rendah. Jalanan menuju rumah Sari terasa sepi, hanya suara dedaunan yang tertiup angin menambah kesan sunyi. Sari melangkah mantap, berjalan dengan Maya yang tampak seperti boneka tak bernyawa di sampingnya. Wajah Maya kosong, matanya terlihat sayu, seolah pikirannya telah terputus dari realitas. Pengaruh hipnotis dari Surya yang menguasai tubuh Sari begitu kuat.

Sesampainya di rumah, Bu Rina membuka pintu dengan senyum lembut yang terkesan menyembunyikan sesuatu. "Sari, kamu pulang. Siapa ini?" tanyanya sambil mengalihkan pandangan ke arah Maya.

"Oh, ini Maya, Bu. Teman sekolah. Kami mau belajar bareng di kamar," jawab Sari dengan nada biasa, tapi ada kilatan yang tak biasa di matanya. Surya, yang bersemayam di dalam tubuh Sari, sudah merencanakan sesuatu yang jauh dari sekadar belajar.

"Ya sudah, kalian langsung aja ke kamar. Jangan ganggu kalau ibu lagi di kamar, ya," ujar Bu Rina, senyumnya tetap terpaku, namun tatapannya sedikit tak terfokus, seolah ada sesuatu yang lebih dalam di pikirannya.

Sari menggiring Maya masuk ke kamarnya. Begitu pintu tertutup, suasana berubah total. Kamar Sari yang sebelumnya rapi dan bersih, sekarang terasa lebih dingin, atmosfernya penuh dengan niat jahat yang tak terlihat. Dinding-dinding putih dengan poster idol K-pop terpajang, tempat tidur yang tertata rapi, dan meja belajar yang dipenuhi buku-buku pelajaran, semuanya menjadi latar sempurna untuk permainan mesum yang akan dimulai.

Sari menutup pintu, menguncinya, lalu berbalik dengan seringai yang memuakkan. "Maya, kamu tahu kenapa aku bawa kamu ke sini?" tanyanya dengan suara rendah, penuh niat buruk.

Maya, yang sudah sepenuhnya berada di bawah kendali Surya, hanya menggeleng pelan. Pandangannya tetap kosong, seolah pikirannya telah dilucuti dari kehendak bebas.

"Santai aja, kamu bakalan senang kok," lanjut Sari, sambil mendekati Maya perlahan. Tangannya mulai bergerak liar, menyentuh bahu Maya, kemudian turun ke pinggang.

Dengan satu gerakan cepat, Sari menarik baju seragam Maya, membuat pakaian gadis itu mulai terlepas satu per satu. Kamar itu seketika berubah menjadi tempat yang penuh dengan kekotoran, baju-baju yang sebelumnya tertata rapi kini berceceran di lantai. Tempat tidur menjadi saksi bisu dari permainan yang tak pantas ini.

---

Di kamar lainnya, Bu Rina duduk di depan meja rias. Cermin besar di depannya memantulkan bayangan wajahnya yang tenang, namun mata yang menatap balik dari cermin itu penuh dengan perhitungan. Dia tersenyum kecil, menyisir rambutnya dengan perlahan, sementara matanya melirik ke arah foto di sudut meja. Itu foto dirinya dengan Pak Bima, suaminya, yang sedang bekerja dan belum pulang.

"Walaupun tidak sesuai dengan  rencana awal," gumam Bu Rina pelan, sambil mengangkat foto itu dan menatapnya dengan intens. "Kali ini, harus berhasil. Gue nggak bakal gagal lagi."

Saat Bu Rina kembali menatap dirinya di cermin, senyum tipis tersungging di bibirnya. "Lo nggak akan tahu apa yang akan terjadi. Semuanya sudah Gue atur."

---

Kembali ke kamar Sari, suasana semakin kacau. Pakaian berceceran di mana-mana, dan Maya terbaring pasrah di atas tempat tidur, sepenuhnya berada di bawah kendali Surya. Sari, atau lebih tepatnya Surya, tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. Dia melancarkan aksinya tanpa rasa bersalah sedikit pun.

Maya hanya terdiam, tak memberikan perlawanan sedikitpun. "Kamu akan menikmati yang namanya surga dunia," bisik Sari dengan nada mesum. Tangannya bergerak liar, memanfaatkan setiap kesempatan yang ada. Surya menikmati setiap detik permainannya.

Berbagai macam gerakan dan gaya dipraktikkan oleh kedua gadis itu dikamar nya. Desahan dan erangan mulai terdengar tidak terkendali. Sari tidak menyadari kalo kamarnya tidak dilengkapi oleh dinding kedap suara, sehingga suara erangan Maya samar-samar terdengar hingga ruangan keluarga.

Bu Rina yang sedang berjalan hendak ke toilet, lalu menoleh ke arah suara itu berasal, Dengan senyuman tipis di mulutnya dia membiarkan dan melanjutkan aktivitasnya Dengan tenang seolah tak terjadi apa-apa.

Dalam toilet, karena membayangkan hal-hal mesum yang terjadi dalam kamar Sari, membuat ibu Rina mulai terangsang tanpa disadari. dia mulai melakukan masturbasi secara perlahan di dalam toilet itu. Sesuatu yang seharusnya tidak pernah dilakukan oleh Bu Rina selama ini.

Erangan pun dikeluarkan dari mulut bu Sari.
Hm... Ssshhh oh... Walaupun udah nggak muda lagi, ternyata badan ini masih bisa ngerasain sensasi kenikmatan yang bikin Gue ketagihan". Ucapnya disela-sela kenikmatan yang mendera.
Lama kelamaan dengan jari tengah miliknya, ia berusaha sekuat tenaga untuk menuntaskan hasratnya. Hingga tanpa disadari, jarinya mempercepat gerakanmya hingga mencapai klimaks.

Setelah selesai melakukan hal itu, tiba-tiba telepon rumah berdering, dengan tubuh lemas bu Rina mulai melangkah keluar dari toilet menuju ruang keluarga untuk mengangkat telepon yang berdering. "Halo.. siapa ini?.. tanya Bu Rina Dengan suara agak bergetar.

"Halo.. sayang, sepertinya malam ini aku akan pulang agak terlambat karena kerjaan di kantor, jadi jika sudah larut, sebaiknya kamu makan malam duluan". Ucap pak bima menjelaskan. "Oh baiklah kalo begitu". Jawab Bu Rina Dengan singkat lalu menutup teleponnya.

Setelah itu dia berjalan kembali ke kamarnya, dengan seringai penuh arti diwajahnya, bu Rina berjalan ke kamarnya lalu menutup pintu rapat-rapat...

Om Ku seorang PedofilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang