Epilog

17 10 4
                                    

Di bawah tanah, keadaan Nico memburuk. Tubuhnya bergetar hebat, dan denyut nadinya tidak stabil, membuat Nova, Kael, dan Zyron khawatir. Mesin yang memonitor vital Nico berbunyi keras, dan mereka berpikir bahwa tubuhnya sedang menolak formula. Semua berlari ke alat-alat medis, mencoba yang terbaik untuk menyelamatkan temannya. Padahal sudah lebih dari tiga bulan, seharusnya Nico memperlihatkan kemajuan.

Namun, setelah beberapa saat, perubahan yang terjadi pada tubuh Nico ternyata adalah pertanda baik. Apa yang mereka kira sebagai tanda kemunduran ternyata merupakan fase awal tubuh Nico merespon kemampuan baru yang dia dapatkan. Formula yang diterima tubuhnya mulai bekerja, merombak sistem tubuhnya secara perlahan. Denyut nadinya kembali stabil, dan luka-luka di tubuhnya mulai sembuh dengan cepat.

Nova memantau keadaan tubuh Nico melalui monitor besar di hadapannya. Kemampuan khusus yang Nico dapatkan adalah regenerasi seluler tingkat tinggi dan manipulasi energi panas. Tubuh Nico dapat menyembuhkan dirinya sendiri dengan kecepatan luar biasa. Dikarenakan ia mendapatkan banyak formula dari tubuh Kael dan tambahan formula yang disuntikkan Dr. Aziel. Perpaduan itu menguntungkan bagi tubuh Nico.

Nico juga mendapatkan kemampuan untuk mengendalikan dan memanipulasi panas. Kekuatan ini dikarenakan tubuhnya meresap panas ketika berada di ruangan penghancur, dimana tubuhnya hampir hangus terbakar. Namun, setelah tubuhnya menyesuaikan dengan formula baru, Nico bisa mengendalikan panas yang ada di sekitarnya—menghasilkan ledakan panas dari telapak tangannya, memanaskan benda-benda di sekitarnya, atau bahkan menyerap panas dari sumber lain untuk meningkatkan kekuatannya.

Setelah memahami bahwa tubuh Nico suasana di ruangan itu berubah. Nova, Kael, dan Zyron saling memandang dan akhirnya tertawa puas, menyadari bahwa mereka berhasil menyelamatkan teman mereka. Tawa mereka memenuhi ruang bawah tanah, memecah ketegangan yang sempat mencekam.

Perlahan Nico membuka matanya. Dia berusaha menyesuaikan cahaya yang tertangkap dan memastikan dimana ia sekarang. Ini surga atau neraka? Nico bertanya di dalam hatinya, tapi ruangan itu tak asing dan ia melihat tiga orang yang tak asing.

"Kalian kenapa ketawa? Kalian ikut mati?" tanya Nico panik, suaranya serak setelah lama koma.

Nova mengangguk pelan dan menyandarkan punggungnya di dinding. "Iya, bersyukur lo punya temen kayak kami yang mau diajak mati bareng."

"Lagian, udah dikasih jalan keluar, malah balik. Lo yang nyari mati dan sekarang bawa kami." Kael menatap tajam ke arah Nico dan mengabaikan begitu saja, padahal dalam hatinya ia begitu senang.

Raut wajah Nico tampak bersalah, dia tidak bermaksud seperti itu, "Tapi dunia setelah kematian itu kayak gini, ya? Kayak ruang bawah tanah keluarga Zyron dan kita bisa ngobrol?" tanya Nico dengan polosnya.

Zyron yang tak tahan dengan semua itu memukul kepala Nico. Dia tak berkata apa-apa selain mengemasi berbagai alat yang sebelumnya digunakan oleh Nico.

"Awas aja lo nyombongin kekuatan ama gue. Gue bakal lempar lo dari tim ini." Kael menepuk bahu Nico dan membantu Zyron berkemas.

"Hah, gimana?"

**

Sulit sekali mencari jadwal kosong Raya dan Senna. Setelah lima bulan berlalu, kini senyuman dan tawa kembali menghiasi wajah mereka. Nico  terlihat lebih kuat dan tangguh dengan kemampuannya yang baru, memeluk Senna dan Raya.

"Ini kami gak bakal kebakar, kan?" tanya Raya dan Nico tertawa.

"Gue tau lo bakal balik, Nic," bisik Senna, Nico mengangguk meski saat itu ia sendiri sudah menyerah dengan hidupnya.

Raya menawarkan Nico untuk bergabung dengan tim keamanan negara. Ada beberapa posisi dan Nico bahkan bisa dipromosikan ke badan keamanan internasional. Namun, ia menolak.

"Gue mau gabung sama Kael, Nova, dan Zyron," balas Nico. "Selain masih banyak yang bakal kami selesaikan, gue juga bisa jaga kalian berdua."

Raya dan Senna memang tidak akan memaksakan. Lagipula, jika Nico bergabung di badan Internasional, mereka akan sulit bertemu.

"Nova gak ikut?" tanya Raya.

Nico menunjuk ke belakang, tadi dia memang bersama dengan Nova. Namun, sekarang ia tak terlihat lagi. Padahal Nico yakin jika Nova bersama dengannya.

**

Nova berjalan sendirian di tengah hutan perbatasan yang begitu lebat. Hutan itu mulai dikembangkan sebagai paru-paru negara, pusat dari udara bersih yang menjaga keseimbangan ekosistem. Pohon-pohon menjulang tinggi, dengan dedaunan rimbun yang menyerap polusi dan menghasilkan oksigen murni. Suara gemerisik angin di antara dedaunan menjadi satu-satunya teman perjalanan Nova.

Dia terus melangkah, hingga mencapai sebuah lubang tersembunyi di antara akar-akar pohon. Lubang itu mengarah ke lorong panjang dan gelap, yang tampak tak berujung. Namun Nova tahu persis ke mana dia pergi.

Saat dia memasuki lorong, Nova mulai berbicara pelan, seolah ada seseorang yang mendengarkannya.

"Gimana kabarnya, Pa, Sehat?"

Tidak ada jawaban, hanya kesunyian yang terasa.

"Dua bulan yang lalu Nico udah bangun. Nova, Zyron sama Kael bisa lakuinnya. Haha, keren banget kami, Pa, tapi aku akui Papa lebih keren. Aku bangga sama Papa, makanya aku gak bisa nyerahin Papa ke pengadilan Intrnasional."

Di dalam bayangan gelap lorong, lima bulan yang lalu, ketika semua orang sibuk mencari Dr. Aziel, Nova diam-diam memasang shadow cloak di baju papanya sebelum ia melarikan diri, sebuah teknologi yang hanya dia bisa kendalikan. Nova mengaktifkan perangkat itu dengan pikirannya, menjebak Dr. Aziel di dalam bayangan. Terjebak di dalam lorong ini, tak ada jalan keluar untuknya.

"Keadaan sekarang jauh lebih baik tanpa Papa. Masih banyak ilmuwan yang bisa membuat perubahan positif. Papa nggak perlu cemas, tapi gak tau ke depannya gimana." Nova berhenti sejenak, memandangi lorong gelap yang sudah menjadi 'penjara' bagi Dr. Aziel. "Aku nggak tega nyerahin Papa ke pengadilan internasional. Biar Papa tetap ada di sini, dalam genggamanku."

Nova tersenyum tipis, lalu memutar tubuhnya pergi. Tanpa menoleh lagi, dia meninggalkan lorong itu, menghilang di antara bayang-bayang pepohonan hutan. Senyuman tipis menghiasi wajahnya, Nova merasa telah melakukan hal yang benar—baik untuk dirinya maupun untuk negaranya.

Nova keluar dari hutan, Kael dan Zyron sudah menunggu, disusul oleh Nico di belakangnya. Perlengkapan mereka sudah cukup untuk melakukan perjalanan ke luar negeri. Raya dan Senna mendapatkan tugas khusus di negera tetangga, tanpa sepengetahuan keduanya, mereka akan menyusul.

"Tadi Raya sama Senna nanyain lo, Va. Sayang banget gak ada ketemu lagi setelah lima bulan," ucap Nico yang berjalan di samping Nova.

"Nanti juga ketemu."

Nico masih menyesuaikan dirinya dengan Nova, Kael, dan Zyron. Kadang langkahnya selalu tertinggal dan harus berlari kecil untuk menyamakan. Hingga mereka sampai di depan mobil dengan desain aerodinamis yang ramping, sayap yang dapat ditarik, dan mesin hover canggih.

"Skybolt Velocity keluaran terbaru. Kalian bisa sampai lebih dulu dari Senna dan Raya." Astra mengelus mobil yang ia berikan kepada Nova dan kawan-kawan.

Nico kagum melihat mobil canggih di depannya. Kael dan Nova sibuk menyusun barang mereka, sedangkan Zyron mencoba memahami sistem pada mobil itu. Namun, aktivitas mereka langsung terhenti saat Nico kembali bicara.

"Kalian bisa pakai bahasa internasional? Seingat gue, kalian anti banget pakai bahasa itu."

Nico langsung memamerkan senyumnya ketika mendapatkan tatapan tak menyenangkan dari ketiga temannya. Bahkan Astra dan Kaiden pun hanya bisa tersenyum miris, Nico masih meremehkan tiga sekawan yang merupakan karya terbaik dari Nova Human Initiative.

-END-

Note:

Aerodinamis: desain atau bentuk suatu benda yang dirancang untuk mengurangi hambatan udara saat bergerak.

Mesin Hover: teknologi yang memungkinkan suatu kendaraan melayang di atas permukaan tanah tanpa menyentuhnya.

Laughter in the Chaos - (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang