16. Kita Tetap Jadi Pahlawan, Kan?

21 12 1
                                    

Di dalam ventilasi yang sempit, cahaya redup dari Neura-Tab menjadi satu-satunya penerang. Nico, Senna, dan Raya duduk diam, menahan napas sambil sesekali memeriksa pergerakan keamanan Krios melalui layar kecil di perangkat canggih itu.

Raya menggeser layar Neura-Tab, mencari jalan keluar yang aman, jarinya sedikit gemetar. "Gue coba cari koridor mana yang gak ada pergerakan penjaga," bisiknya pelan, matanya tak lepas dari layar.

Tiba-tiba layar Neura-Tab menampilkan sesuatu. "Tunggu, ada sesuatu ...," gumamnya. Di layar itu, muncul sebuah titik yang tak asing—titik yang menandakan keberadaan seseorang. Matanya membelalak. "Ini Kael!"

Nico dan Senna segera menoleh, menatap Raya untuk memastikan. "Kael?"

Sebelum mereka sempat memproses informasi tersebut lebih jauh, sebuah dentuman keras terdengar dari kejauhan, mengguncang dinding logam di sekitar mereka. Suara itu menggema, membuat ketiganya kaget. Ledakan tersebut menghentikan napas mereka untuk sesaat. Getaran kecil bisa dirasakan di lantai ventilasi tempat mereka bersembunyi.

"Kita harus keluar. Gue rasa mereka butuh bantuan," ucap Nico sambil bersiap untuk turun dari ventilasi. Situasi ini memaksa mereka untuk bergerak cepat. "Senjata mereka sama kita semua, mereka gak punya apa-apa."

Sebelum Nico melompat keluar dari ventilasi, Raya menarik napas panjang dan dengan suara sedikit gemetar, dia memberi peringatan.

"Di lantai ini, ada satu ruangan yang disebut ruang penghancuran. Apapun yang masuk bakal dibakar habis, tanpa sisa. Apapun. Tapi sistem di sana canggih banget. Api yang keluar gak bakal menyebar atau terlihat. Semua tetap terkendali di dalam ruang itu."

Senna membenarkan, tapi dia kurang tahu bagaimana sistemnya bekerja. Namun, tetap saja mereka harus menghindari masuk ke sana. Apalagi jika sudah berada di sana, mereka bisa saja terjebak karena sistem sudah diolah secara otomatis.

"Sistemnya gak bisa dimatiin? Ruangan itu bisa berguna buat kita sembunyi dari mereka semua," ucap Nico, Raya berpikir sejenak dan ia mencoba memainkan jarinya pada layar Neura-Tab.

"Butuh waktu," gumam Raya dan ia beralih menatap Nico. "Andai pun bisa, ruangannya bakal tetap aktif kalau ada yang nekan tombolnya."

Nico mengangguk paham, "Seenggaknya kita bisa aman. Kadang tempat yang paling bahaya bisa jadi tempat yang aman buat kita."

Nico bersiap keluar dari ventilasi lebih dulu, tapi ia berhenti sejenak, menatap Senna dan Raya sehingga membuat kedua temannya bingung. Nico bahkan memperlihatkan seulas senyuman.

"Kita bakal tetap disebut pahlawan gak?" tanyanya setengah berbisik.

Raya mengangkat alisnya, "Kenapa terobsesi jadi pahlawan, sih, Nic? Sekarang kita bantu Kael dulu, masalah pahlawan atau gak nanti kita daftarkan nama jadi salah satu pahlawan di negara ini."

Nico menunjuk ke arah Raya, "Bener, ya?" Akhirnya Nico keluar dari ventilasi lebih dulu setelah memastikan keadaan di luar. Dia merasa tidak ada siapapun hingga yakin untuk keluar.

Di depan sana, tim keamanan Krios sudah berjaga. Mereka berdiri tegak, senjata diarahkan ke berbagai arah seolah siap untuk menghadapi ancaman apapun. Wajah mereka tampak tanpa emosi, tertutupi oleh helm canggih yang memantulkan bayangan dingin. Keheningan di antara mereka sangat menekan, seolah ketegangan di udara menggantung tanpa suara.

Nico menahan napas, seluruh tubuhnya menegang. Pikiran pertama yang melintas di kepalanya adalah: jebakan. Mereka sudah tahu. Sedangkan Nico sudah memastikan beberapa kali keadaan di luar, tapi ia sudah meyakinkan tidak ada orang di sana, sayangnya ..., dugaan Nico salah.

Dengan cepat, dia mencoba memberi kode kepada Raya dan Senna yang masih berada di belakangnya. Nico mengangkat tangan, membuat beberapa gerakan cepat dan halus yang mereka seharusnya tahu—tanda peringatan. Dia berharap mereka akan memperhatikan sinyalnya, berhenti sebelum terlambat.

Laughter in the Chaos - (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang