Eps 73: Perebutan Warisan keluarga Alexander Tutila (3)

17 1 0
                                    


🥀 Happy reading 🥀

Alysia terus waspada. Di rumah ini suasana begitu hening. Hanya ada suara langkah kaki yang terdengar.

Hal ini membuat Alysia merasa dejavu. Entah kenapa akhir-akhir ini Alysia selalu bermimpi aneh. Ia selalu bermimpi tentang seorang wanita yang tengah mengandung, sedang menatap pemandangan dari balik jendela.

Wanita itu sangat cantik, rambutnya tergerai dengan indah. Mahkota bunga menghiasi rambutnya. Ia tersenyum, sembari terus mengelus perutnya.

Lalu sesuatu menarik perhatian Alysia. Sebuah tempat dengan jendela besar yang terpasang di dinding. "Tempat itu begitu mirip dengan apa yang aku mimpikan...?"

"Hah!" Alysia menggeleng, tersadar dari lamunannya. "Sial, seharusnya aku tetap fokus. Hampir saja terjadi masalah besar."

Alysia menoleh ke belakang, menatap ruangan yang baru saja ia lewati. "Kira-kira siapa, ya wanita itu?" Batin Alysia bertanya-tanya.

~~~

Kini mereka berdua telah sampai di tempat tujuan. Sang pelayan pun membukakan pintu, mempersilahkan Alysia untuk masuk. "Silahkan beristirahat nona." Ujar sang pelayan dengan sopan.

Alysia mengangguk, menatap sang pelayan. Lalu saat Alysia sudah masuk, dari belakang sang pelayan mencengkram dan menarik tangan Alysia.

Alysia terkesiap. Sedetik kemudian situasi berubah. Dengan cekatan Alysia mengunci pergerakan tubuh pelayan tersebut. Langsung merebut jarum suntik dari tangan pelayan lalu tanpa melewatkan kesempatan, Alysia langsung menyuntikkan nya ke sang pelayan.

Seketika pelayan berteriak, tentu saja Alysia tidak membiarkan pelayan itu bersuara sedikitpun. Alysia membekap mulut sang pelayan agar tetap bungkam. "Shttt, tenanglah. Kamu tidak akan mati secepat itu."

Sang pelayan menatap Alysia dengan penuh ketakutan. Tubuhnya bergetar hebat. Lalu tubuhnya ambruk ke lantai.

Alysia menggelengkan kepalanya, ia tersenyum puas. Lalu mulai menepuk-nepuk gaunnya. Menatap sang pelayan. "Ini, ambilah." Ujar Alysia Sambir melempar jarum suntik yang kosong tersebut dengan kakinya.

Sang pelayan menatap jarum suntik yang kosong itu dengan tatapan tidak percaya. Ia mendongak, "Bagaimana kamu bisa mengetahuinya?"

"Ancaman kalian terlalu kuno." Alysia berjalan mendekati sang pelayan. Kakinya menginjak jarum suntik yang kosong hingga hancur berkeping-keping. "Lupakan saja tentang bagaimana cara aku bisa mengetahuinya."

"Kamu sendiri pasti tahu seberapa berbahayanya racun itu, bukan?" Alysia berjongkok, menangkup dagu pelayan dengan kuat. "Dan kamu pasti tidak mau mati disini. Jika kamu mau menuruti semua perintah ku, mungkin aku bisa memberikan sesuatu."

Pelayan itu mengerutkan alisnya. "Apa anda memiliki penawar racunnya?"

"Entahlah, mungkin iya, mungkin tidak. Aku tidak terlalu nyakin..." Jawab Alysia.

Pelayan itu langsung bersujud di kaki Alysia, memohon ampunan. "Saya mohon tolong ampuni saya. Saya, berjanji akan melakukan semua perintah anda. Asalkan anda bisa memberikan penawar racunnya. Saya tidak ingin mati muda! Saya mohon!"

"Pfft, Hahhaha! Konyol sekali. Kenapa aku harus percaya pada manusia rendahan seperti mu? Kamu bagaikan seekor ular, tidak bisa di percaya. Jadi, matilah dengan mengenaskan di tempat ini!"

Lalu dengan kuat Alysia menginjak-injak kepala sang pelayan hingga ujung sepatunya menancap di kepala sang pelayan. Darah bercucuran keluar, sang pelayan yang sangat ketakutan terus memohon ampunan kepada Alysia.

Melihat pelayan yang menderita dan menangis putus asa. Alysia pun menghentikan penyiksanya. "Baiklah, karena aku sedang dalam mood yang bagus. Aku akan memberikanmu satu kesempatan kali ini."

Pelayan itu langsung setuju dan bersujud terima kasih di kaki Alysia. "Terimakasih, terimakasih banyak yang mulia!"

"Cari tahu apa yang di rencanakan oleh Karina Frans dan beritahu apapun yang dilakukannya padaku. Jika kamu berani membocorkan kerja sama ini. Maka, lupakanlah penawar racun itu." Ancam Alysia.

Pelayan itu mengangguk dengan sungguh-sungguh. "Tentu, saya pasti akan melaksanakan perintah anda dengan benar. Saja berjanji!"

"Katakan saja kepada Karina bahwa kamu telah berhasil menyuntikkan racun tersebut dan kini aku sedang menangis ketakutan di kamar. Ingat, bersikaplah sewajarnya,jangan sampai ketahuan, mengerti!"

"Baik yang mulia." Lalu pelayan itu pamit undur diri.

Selepas kepergiannya, Alysia memijit kepalanya yang terasa pusing. "Sekarang, satu masalah telah berhasil di hadapi. Lalu masalah lain akan segera datang."

Alysia mengambil sebuah jarum. Itu bukanlah sebuah jarum suntik melainkan sebuah jarum jahit. Lalu dengan kuat ia menusukkan ke leher seolah terkena jarum suntik.

"Argh!" Alysia meringis, setetes darah pekat terjatuh ke lantai. "Dengan begini akan meninggalkan bekas luka jarum suntik." Alysia menyenderkan kepalanya ke dinding. "Sekarang aku harus berusaha lebih keras agar terlihat menderita dan putus asa di hadapan wanita licik itu."

"Tapi bisa saja tanpa perlu berakting, aku memang sudah menderita dan putus asa..."

🥀 Bersambung🥀

🥀 Jangan lupa untuk vote dan komen kalo kamu suka kisah "Lavelyn or Alysia" ya 🤗








Lavelyn or Alysia Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang