Tiara 35

37 6 2
                                    

"Kau tidak makan? Dari tadi hanya minum anggur." tanya Alan.

Setelah Tiara mengusirnya, Wira meninggalkan rumah gadis itu, menyusul Alan dan keluarganya yang sudah beranjak lebih dulu.

"Aku masih tidak percaya bahwa dia hanya memperalatku." ucap Wira.

Berlawanan dengan kesaksian Kasih, sikap Tiara selama ini tidak terlihat pura-pura. Ia benar-benar jatuh hati kepada Wira.

"Aku tidak mungkin hanya kegeeran." lanjutnya.

Alan tertawa geli, tampak tidak bernafsu lagi terhadap makan malamnya.

"Kadang-kadang pesonamu gagal, Wira. Tidak perlu kecil hati. Semua orang pernah mengalaminya." sahutnya.

Wira berdecak. Alan tidak mengerti. Ia sungguh-sungguh merasakan ketulusan Tiara selama mereka berhubungan. Gadis itu mungkin gampang naik pitam, tapi seperti kata tante Ratna, dia bukan pendendam. Ia bahkan jarang membahas tentang keluarga tirinya, tidak berusaha menjelek-jelekkan mereka.

Tapi kenapa Tiara bicara seperti tadi? Wira mengacak rambutnya, bingung. Dia ingin gadis itu menarik kembali ucapannya. Sebagai laki-laki, ia merasa terhina, hanya dianggap sebagai alat untuk membalaskan sakit hati.

"Kenapa keluargamu memperlakukannya seperti itu? Kalian tinggal dengan nyaman di rumah besar, sementara Tiara dan ibunya tinggal di rumah kecil yang bahkan hanya kontrakan." ucapnya tak habis pikir.

"Sepertinya ucapan ibuku benar, kau sudah dicuci otak oleh Tiara." balas Alan, menyantap udang di hadapannya dengan asal-asalan.

Wira mendongak, menatap lelaki itu.

"Walau tinggal terpisah, namun selama ini kebutuhan mereka masih dicukupi oleh papa. Lagipula, salah tante Ratna sendiri, yang menolak untuk kembali tinggal di rumah kami. Padahal, papa sudah berkali-kali membujuknya." lanjut Alan.

"Papamu memukuli mereka! Wajar jika mereka menolak untuk tinggal bersamanya. Tidak ada yang mau menjadi mayat." sahut Wira.

"Bukan hanya mereka yang pernah dipukul, aku dan adik-adikku pun pernah." balas Alan.

"Tapi tidak pernah sampai nyaris mati kan?" balas Wira. "Aku pernah menyaksikan sendiri, betapa parahnya luka cambukan yang diberikan ayahmu kepada Tiara. Wajahnya sampai pucat dan ia pingsan di tengah jalan. Untung aku menemukannya, jika tidak, bagaimana jika sampai keesokan hari tidak ada yang menolongnya?"

Alan mengernyit, "Jadi kau menolongnya saat itu? Kukira kalian baru kenal ketika menghadiri pesta Kasih. Pantas kau menawarkan diri untuk mengantarnya pulang."

"Waktu itu, kuakui, papa menghukumnya cukup berat. Tapi semua itu kesalahan Tiara sendiri. Dia keras kepala dan menantang amarah papa." imbuhnya. "Tiara sangat mirip dengan ibunya, kau tahu. Keras hati, enggan mengalah, jika mereka merasa benar. Bahkan Tiara lebih parah dari ibunya. Dia terang-terangan berani melawan papa. Coba saja dia penyabar dan lemah lembut seperti Kasih, papa pasti lembut pula terhadapnya." lanjut Alan panjang lebar.

Wira bahkan tidak dapat membayangkan Tiara bersikap lemah-lembut. Bakal aneh kelihatannya. Gadis itu cocok dengan karakternya yang garang, pemberani. Membuatnya bergairah ketika mereka bergulat di atas ranjang. Damn! Mereka bahkan belum sempat bercinta setelah baikan. Dan sekarang Tiara mengusirnya?

🎤🎤🎤

"Wira, kau sudah bangun!"

Kasih bangkit berdiri, demi menyambutnya yang baru tiba di ruang tamu. Ketika ia menengok ke atas meja, tampak tiga piring nasi uduk beserta minuman tersaji disana.

"Aku membawakanmu sarapan. Duduklah!"

Wira mengikuti ajakannya, duduk di depan wanita itu. Mulai menyantap sarapan.

"Dimana Luffy?" tanyanya.

"Dia masih mandi. Katanya dia bangun kesiangan." jawab Kasih. "Kudengar kau mengambil tugas khusus lagi?" tanyanya.

"Ya." jawab Wira.

"Dimana?" tanya Kasih.

Wira menatapnya sekilas, lalu jawabnya, "Aku tidak bisa memberitahumu, Kasih."

"Oh..., misi rahasia ya?" balas Kasih, bergumam.

"Bagaimana hubunganmu dengan Tiara?" tanyanya, beberapa saat kemudian.

Wira membalas tatapannya dalam diam, lalu jawabnya, "Bagaimana menurutmu?"

Kasih meringis, "Aku turut menyesal atas kejadian kemarin. Aku tidak menyangka bahwa Tiara bisa setega itu. Aku memang sempat curiga saat tahu kalian berpacaran. Khawatir dia hanya memperalatmu untuk membalas dendam. Karena beberapa waktu sebelumnya, ia ketahuan membaca buku harianku."

Ceritanya terhenti, tampak malu-malu. Mungkin karena merasa telah ketahuan menyukai Wira. Padahal, Wira sudah mengetahuinya sejak lama. Tidak ada yang mengejutkan.

"Tapi ternyata firasatku benar. Tiara hanya mempermainkanmu. Dia tidak sungguh-sungguh menyukaimu." lanjut Kasih. "Kenapa sih, Wira? Kenapa kau harus jatuh cinta pada Tiara? Kenapa bukan kepadaku saja?"

Wira terdiam, tidak menyangka pembicaraan mereka berujung pada pernyataan cinta Kasih.

"Apa kekuranganku dibanding Tiara? Apa menurutmu, Tiara lebih cantik? Apa karena Tiara bersedia naik ke atas ranjangmu?" ucap Kasih.

"Apa kau tidak bisa membedakan antara berlian dan beling? Kau mengabaikan aku dan lebih memilih Tiara yang murahan!" lanjutnya.

"Jaga ucapanmu! Kau tidak pantas mengatai Tiara seperti itu." sahut Wira.

"Dia memang murahan! Perempuan baik-baik mana yang menyerahkan tubuhnya kepada lelaki yang belum menjadi suaminya?" balas Kasih.

Wira ingin sekali memukulnya, namun sayang, lawannya adalah seorang perempuan. Jadi ia hanya dapat mengepalkan tangan menahan amarah.

"Hei, ada apa ini? Kenapa kalian berdua terlihat tegang?" tanya Luffy, begitu ia muncul di ruang tamu.

Wira bangkit dari sana dengan amarah, membuat lelaki itu kebingungan. Sedang Kasih tampak seperti senar gitar yang diikat terlalu kencang, bakal putus jika dipetik.

🎤🎤🎤

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 2 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

TiaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang