Sidak

175 55 13
                                    

💐

6 bulan setelah Daffa menikah, putra sulungnya itu jarang ke rumah Gendis. Hanya dua kali dan itu membuat Gendis mulai gemas.

"Yah, aku mau ke rumah Daffa," pamitnya saat Agung hendak berangkat kerja.

"Mau ngapain?" Agung sudah berjalan ke teras rumah diikuti Gendis yang tampak rapi.

"Pingin aja." Jawaban Gendis tak bisa meruntuhkan kecurigaan Agung. Kedua mata menyipit ke arah sang istri. "Iya, iya ... mau cek aja apa mereka baik-baik aja. Kandungan Yasmin juga udah delapan bulan, kan? Dari acara nujuh bulanan kemarin, nggak ada kabar. Mana kita nggak diundang," geram Gendis.

"Yaudah, lah, Bu ... mungkin Yasmin mau sama keluarganya." Agung membuka pintu mobil.

"Ya nggak bisa, lah. Itu kan juga cucuku!" protes Gendis tersinggung.

"Terus kamu ke sana naik apa?" Agung sudah bersiap menghidupkan mesin mobil.

"Taksi aja, biar cepet. Dari sana mampir ke toko, mau meeting launching menu baru." Gendis menyalim punggung tangan Agung, dibalas Agung mencium kening istrinya.

"Hati-hati, Yah!" Lambaian juga senyuman Gendis membuat Agung semangat bekerja.

Mbak Inong diminta Gendis jaga rumah sampai malam baru pulang, sekaligus menemani Nanda yang sibuk try out persiapan ujian akhir sekolah hingga Agung atau Gendis pulang.

Taksi dipesan Gendis, meluncur cepat ke rumah Daffa. Sampai di depan rumah, Gendis melihat Daffa sedang menyapu garasi, ada selang tergeletak di atas rumput pekarangan rumah, lalu daun gugur juga tidak di bersihkan.

"Bang, nggak kerja?"

Daffa terkejut. Ia letakkan sapu ijuk, dengan cepat membuka pagar rumah. Gendis membawa tas besar berisi belanjaan bahan makanan.

"Cuti, Bu. Ibu ke sini kok nggak kasih kabar?" Wajah Daffa tampak panik.

"Emang harus?" sinis Gendis sambil berlalu. Daffa berjalan cepat, ia memanggil Yasmin untuk memberi tau ibu mertuanya datang.

Gendis menahan napas saat masuk dari pintu ruang tamu. Berantakan!

Bantal sofa tak pada tempatnya. Ada sisa plastik camilan, lantai terasa kotor. Gendis semakin masuk ke dalam rumah. Banyak baju belum disetrika teronggok di sofa ruang TV.

Yasmin keluar dari kamar. Ia terkejut dengan kehadiran mertuanya. Gendis berjalan mendekat, ia cium tangan mertuanya yang justru memindai seisi rumah.

"Lagi ngapain?" tanya Gendis lembut. Ia letakkan tas slempang bawaannya di atas meja.

"Lagi ngedrakor, Bu," jawab Yasmin pelan.

"Daffa kok nggak kerja. Cuti apa?" Gendis lanjut ke pertanyaan kedua.

"Daffa ... itu ...." Yasmin menoleh ke suaminya.

"Yasmin butuh bantuan di rumah, Bu, jadi Abang cuti. Kasihan perutnya makin besar, kan? Ibu bawa apa?" Daffa mengalihkan fokus Gendis, ia juga membawa tas berisi bahan makanan ke dapur.

"Bawa bahan makanan," jawab Gendis santai. Dapur juga berantakan, rasanya Gendis risih,ia mau tegur Yasmin pasti dibilang drama oleh Daffa.

"Yasmin masak apa hari ini?" Gendis mengeluarkan bahan makanan, ia duduk melantai.

"Yasmin, beli, Bu."

Gerakan tangan Gendis terhenti sejenak, lalu lanjut mengeluarkan apa yang ia beli.

"Oh, beli apa?" Gendis meraih baskom dari rak piring di dekatnya, meletakkan daging juga ayam segar yang ia beli subuh tadi.

"Beli nasi kuning."

Mertua masa gini?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang