kacamata orang lain

378 72 4
                                    

💐

"Siapa yang belum masukin baju ke mesin cuciii!" teriak Gendis dari belakang rumah, tepatnya tempat jemuran dan cuci baju.

Nanda lompat dari atas kasur, ia buka keranjang baju kotor. Sudah kosong. Aman .... Ia lantas membuka pintu kamar, masuk tanpa mengetuk ke kamar Raffa.

"Bang Raffa! Baju lo!" pelotot Nanda.

"Udah kaleee, lo lihat noh keranjang baju, kosong. Bang Daffa kayaknya, langganan bikin alarm Ibu bunyi." Raffa sedang bermain gitar akustik sambil duduk di depan meja belajarnya.

"Okeh!" Nanda berjalan ke keranjang baju kotor lainnya masih di kamar Raffa karena Daffa satu kamar dengan adiknya itu.

"Bener, Bang. Abang lo keterlaluan. Sekarang kemana Bang Daffa?!" Nanda bersiap membawa keranjang baju kotor ke belakang.

"Ke rumah Yasmin. Eh, Nda, bilang Ibu ... restuin aja Abang kita, Bang Daffa juga udah karyawan tetap kan. Feeling gue nggak enak."

"Maksudnya?" Nanda membopong keranjang baju kotor dengan tenang.

"Intinya, Bang Daffa bego kalau udah bucin. Kirana kemana?"

"Kakak kan lagi dinas empat hari di Palembang. Besok pulang."

"Oh iya. Lo nggak pergi, Nda? Malem minggu di rumah aja lo," ledek Raffa.

"Ck! Nyindirrr," dumal Nanda. Raffa tergelak. "Lo juga di rumah aja, pacaran sama gitar!" judes Nanda.

"Eits, nanti jam tujuh gue ngapel lah ke rumah cewek gue."

"Oh, oke lah." Nanda keluar kamar Raffa. Setahun lagi pria itu lulus kuliah, usia Daffa dan Raffa hanya beda satu tahun, sedangkan Daffa dan Kirana dua tahun. Namun, Kirana sudah kerja tetap karena dijalankan sambil kuliah.

Kirana kuliah jurusan ekonomi, kerja di rumah produksi milik artis ternama sebagai staf pengembangan bisnis, ide-idenya selalu fresh jadi ia dipercaya menjabat sebagai koordinator di sana. Belum wisuda, masih dua tahunan lagi, tapi semua bisa dijalani Kirana dengan lancar.

Sedangkan Nanda masih SMA kelas 12, jurusan IPA, rencananya mau masuk kampus negeri jurusan kedokteran dengan jalur beasiswa jika dapat, jika tidak ya bayar, Gendis dan Agung mampu karena sudah disiapkan jauh hari.

"Bu, baju Bang Daffa, nih." Nanda meletakkan keranjang di lantai. Mbak Inong mendekat, ia masukkan pakaian kotor Daffa ke mesin cuci.

"Nda, bisa bantuin Ibu kupasin wortel sama kentang, setelah itu kamu cuci dan kukus ya," perintah Gendis.

"Iya, Bu."

Nanda mengambil alih pisau dari tangan ibunya.

"Bu Gendis, Bu," lirih Inong.

"Apa, Nong?" sahut Gendis mendekat. Inong dengan ragu memberikan celana boxer Daffa ke Gendis lalu celana jeans juga. Gendis menoleh ke Nanda dahulu, memastikan anaknya tidak mendekat.

Gendis mengendus boxer putranya, lalu merogoh kantong celana jeans.

"Kantong belakang, Bu?" bisik Inong. Gendis merogoh. Ia memegang sesuatu dan langsung terpejam kedua matanya.

"Bu ...," panggil Inong. Gendis ke dalam rumah membawa dua celana tadi. Lalu terdengar pintu kamar tertutup kencang.

Gendis duduk dengan pandangan lurus ke arah jendela. Agung masuk, suaminya baru selesai menjamu tamu dari kelurahan, langsung sadar ada yang tak beres dengan raut wajah istrinya.

"Bu, ada apa?" Agung mendekat. Gendis menoleh pelan, ia menghela napas panjang lantas memberikan dua celana dan satu benda tadi.

"Apa iya feeling Raffa bener, Yah?"

Mertua masa gini?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang