10

9 3 0
                                    

     Badai semakin kencang mengguncang rumah tangga anya dan jean, semakin hari jean menjadi lebih emosional dan anya yang tengah hamil menjadi lebih sensitif. Mereka jadi lebih sering cekcok karena hal kecil, jean jadi lebih sering berbicara dengan nada tinggi pada anya yang berakhir dengan anya menangis sementara jean selalu langsung pergi dari rumah untuk menenangkan diri begitu ia menyadari sudah hilang kendali atas amarahnya sendiri.

Sifat jean yang berubah jadi keras benar-benar mempengaruhi anya, selama 5 tahun mereka menikah jean tak pernah seperti itu. Anya menyadari perubahan jean terjadi semenjak suaminya pergi keluar kota, jadi anya berusaha menyelidiknya. Tapi ia merasa tak ada yang salah dengan jean, selain emosinya yang sering berubah belakangan ini.
Anya masih bisa menahannya, semua sikap jean yang seperti roller coaster padanya juga ansel. Anya pikir mungkin setelah ia memberitahu bahwa ia tengah hamil nanti jean akan berubah.

"Jean, aku sakit gak bisa jemput ansel. Kamu bisa tolong jemput dia di sekolah?" Ujar anya di telepon.

"Tentu sayang, tapi aku belum selesai meeting. Bisa bilang ke guru ansel kalau dia akan sedikit telat di jemputnya? Setengah jam lagi aku jemput ansel." Jawab jean

"Baiklah, maaf ya ganggu pekerjaan kamu."

"Gapapa, istirahat jangan lupa minum obat." Ucap jean sebelum menutup teleponnya.

"Maaf, mari kita lanjutkan." Jean menyimpan ponselnya di meja dan kembai fokus pada layar laptop di depannya.

.

   Jean kembali ke ruangannya setelah meeting tadi, duduk di kursi kerjanya sembari memijat pelipisnya pelan.

"Kayla." Panggil jean yang tak butuh waktu lama bagi perempuan itu untuk segera datang ke ruangan jean.

"Anda panggil saya pak?" Ujar kayla

"Iya, kemarilah." Ujar jean, kayla berjalan mendekati meja jean.

"Duduklah." Perintah jean dan kayla menurut, menunggu jean mengatakan sesuatu lagi atau memberinya perintah.

"Aku benar-benar lelah." Ucap jean sembari menggenggam tangan kayla, menautkan jemari lentik itu dengan jemari kekarnya. Menempelakan punggung tangan kayla pada pipinya dan jean mulai membenamkan wajahnya di meja.

"Mau saya buatkan kopi atau teh pak?" Kayla bertanya

"Berhenti berbicara formal seperti itu gak akan ada yang dengar, aku cuma butuh kamu sebentar disini itu sudah cukup." Jawab jean, kayla hanya tersenyum tipis. Tangan kanannya yang bebas dari genggaman jean segera mengelus rambut hitamnya.

"Kamu selalu membuatku nyaman kayla." Ujar jean sembari memejamkan matanya.

"Tapi jean, tidakkah kita harus berhenti? Istrimu-"

"Dia tidak tahu dan tidak curiga padaku, jangan khawatirkan soal itu. Aku yang memulai semuanya, aku yang akan mengatasinya sendiri kamu jangan pikirkan itu. Asalkan kamu mau menunggu." Jawab jean

"Baiklah." Jawab kayla, dia sepenuhnya tahu apa yang ia dan jean lakukan itu salah. Berselingkuh bersama pria yang sudah beristri kayla tahu itu tindakan terjahat yang pernah ia lakukan. Tapi apa mau dikata, ia maupun jean sudah saling jatuh cinta.
Perasaannya pada jean yang begitu menggebu membutakan kayla, ia begitu memuja jean sejak dulu yang baginya pria itu amat sangat sempurna dan kini kayla tak ingin melepaskan jean. Ia mempertaruhkan banyak hal hanya demi ketidak pastian dari jean yang sudah berkeluarga.

Dan jean pun menyadari bahwa sekarang ia menjadi pria brengsek, awalnya ia hanya merasa bersalah telah meniduri kayla saat mereka mabuk dulu. Jean memberikan perhatian lebih pada kayla setelahnya semata demi menebus kesalahannya, tapi ternyata jean tak punya kendali atas hatinya yang mulai jatuh cinta pada kayla. Ia membiarkan perasaan itu tumbuh tak terkendali, yang kini mengambil alih emosi dan akal sehatnya juga.

Between Us | Renjun JenoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang