Chapter 5.

9.9K 581 3
                                    

Bab 5


"Mereka ini..." Leon berjalan ke arah dapur dan keluar dengan membawa panci di tangannya.

"Maling! Maling!" teriak Leon lantang. Suaranya menggema, membuat semua orang terbangun dalam kepanikan.

"Maling?! Di mana maling?!" Bima bangkit dengan mata terbelalak, panik mencari di sekelilingnya.

"Ada maling, ya?!" Bara bahkan tanpa sengaja menginjak kaki Hiro karena terkejut.

"Bara!" Hiro mengerang, menatap tajam temannya itu.

"Hehe... maaf."

"Maling matamu picek! Lihat jam! Ini sudah siang bolong, kalian malah masih molor!" bentak Leon kesal.

"Hehehe... kan ini hari libur, Yah," ujar Hiro, mencoba membela diri.

"Ayah tahu! Tapi tetap saja, sudah hampir siang!" Leon mendengus kesal.

"Maaf, Yah," ujar mereka serempak.

Tiba-tiba, mata Leon menangkap sesuatu yang aneh. "Arga, Devan, Dava, kenapa kalian pegang pistol mainan?" tanyanya dengan alis berkerut.

Hiro langsung menegakkan tubuhnya. "Itu cuma mainan, Yah," katanya gugup, takut ayahnya curiga atau malah panik.

Leon menatap mereka bertiga, lalu menghela napas. "Iya, ayah tahu. Tapi kenapa kalian bawa mainan anak kecil seperti itu?" Nada suaranya menunjukkan kebingungan bercampur kesal.

Dava menyengir. "Hehe... maaf, Yah."

Namun, ekspresi Leon tiba-tiba berubah. "Tunggu... Lana dan Andera di mana?" Matanya menelusuri ruangan, dan kegelisahan mulai muncul di wajahnya.

Bara menelan ludah. "Itu... Yah..." Ia tampak bingung dan takut jika ayahnya marah.

"Di mana Lana?!" Suara Leon meninggi, nadanya penuh kepanikan.

"Lana tidur dengan Andera di kamarnya, Yah," jelas Arga cepat, berusaha menenangkan ayah mereka.

Leon langsung berbalik menatap pintu kamar Lana yang masih tertutup rapat. Dahinya berkerut, dan raut wajahnya semakin menunjukkan kekhawatiran.

Leon mengetuk pintu kamar Lana berulang kali, namun tak ada jawaban. Biasanya, kamar Lana tak pernah dikunci. Namun sekarang berbeda, dan itu membuatnya semakin panik!

"Lana, sayang, buka pintunya," ujar Leon, suaranya mulai meninggi karena khawatir.

"Umm..." Lana bangun perlahan, tangannya terangkat untuk mengucek matanya yang masih mengantuk.

"Jangan dikucek," tangan Andera menahan gerakan Lana. Dia masih berbaring di sampingnya, matanya setengah tertutup.

"Andera?!" Lana menatapnya dengan bingung. Ini kamarnya! Dia menoleh ke kanan dan kiri untuk memastikan. Benar, ini kamarnya. Tapi bagaimana bisa Andera ada di sini?

"Lana, sayang, buka pintunya. Jangan bikin Ayah khawatir," lirih Leon dari luar kamar.

Kakinya mulai lemas. Dia bingung dan tidak mengerti apa yang sedang terjadi.

"Iya, Ayah! Lana sudah bangun!" teriaknya, berusaha menenangkan ayahnya.

"Kamu nggak apa-apa, kan, sayang?" tanya Leon dari luar dengan suara penuh kekhawatiran.

"Lana baik-baik saja, kok, Yah," bohongnya. Padahal, jantungnya berdegup kencang karena Andera.

Tiba-tiba, Andera memeluknya erat, menyembunyikan kepalanya di dada Lana. Pipinya mulai memerah karena pelukan itu.

Transmigrasi Menjadi Ayah BL : S1 - S2.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang