Bab 15
Leon dan Lana sedang berpiknik bersama di sebuah bukit dengan pemandangan yang menyejukkan. Angin sepoi-sepoi berhembus lembut, menyentuh kulit putih mereka. Langit biru membentang luas, burung-burung terbang bebas di kejauhan.
"Lana sayang, coba lihat ke sana. Ada orang atau tidak?" tanya Leon tiba-tiba.
Lana mengerutkan dahi, sedikit bingung dengan permintaan ayah kecilnya. "Hmm... baik, Ayah."
Dengan langkah kecilnya, ia menoleh ke sekeliling, memeriksa area sekitar. "Tidak ada, Ayah."
"Oke."
Leon berjalan ke depan, matanya menatap takjub pada keindahan alam yang terbentang luas. Ia menghirup udara dalam-dalam, merentangkan kedua tangannya seolah ingin memeluk dunia.
"AKHHHHH!!!"
Leon berteriak sekencang mungkin, meluapkan emosi yang selama ini ia pendam.
Lana yang tengah menikmati makanannya, tersentak kaget. Ia hampir menjatuhkan sendoknya. "Ayah kecil!" serunya dengan bibir yang kini cemberut.
Leon terkekeh. "Ehh, ayah lupa. Sini sayang."
Lana berlari kecil menghampiri Leon yang berdiri di atas batu besar.
"Lana, coba kamu teriak juga. Luapkan semua yang ada di hati kamu."
Lana menatapnya dengan tatapan bingung. "Hah?"
"Iya, anggap aja kamu lagi ketemu orang yang kamu benci."
Lana terdiam sejenak, lalu mengepalkan tangannya.
"AKHHHH! LANA BENCI ANDERA!!!"
Suaranya melengking, jauh lebih keras dari teriakan Leon. Bahkan Leon sendiri sampai terkejut.
Tapi setelah itu, Lana justru terisak. Bahunya bergetar, kepalanya menunduk.
Leon segera merengkuhnya dalam pelukan. "Lana sayang, sudah ya... lupain Andera."
"Tapi, Ayah... hati Lana sakit..." tangisnya pecah, suaranya lirih di sela-sela isakannya.
Leon mengusap punggungnya lembut. "Uhhh..."
Sesaat, mereka hanya berpelukan dalam diam, membiarkan angin membelai luka yang belum sembuh.
Akhirnya, Leon menepuk pelan punggung Lana. "Sudah, kita makan saja, ya?"
Lana mengangguk pelan, menghapus air matanya.
Drt. Drt. Drt.
Suara ponsel Leon bergetar.
"Siapa, Ayah?"
"Ayah besar, sayang. Pasti dia nyariin kita."
Leon mengangkat panggilan. "Halo?"
"Kamu di mana, sayang?" Suara Edgar terdengar panik dari seberang.
"Sedang piknik, sayang. Aku kirim lokasinya, ya."
"Cepat, sayang!"
Leon terkekeh pelan. "Hm."
Lana yang mendengar percakapan itu tertawa kecil. "Ayah besar panik ya, Yah?"
Leon mengangguk. "Iya, sayang. Ayah besar nyariin kita."
Ia mengecup kening Lana singkat. "Ayo, makan dulu sebelum dia datang."
Lana menyeringai. "Baik, Ayah. Kita tinggalin aja, ayah besar, heheh."
Leon ikut tertawa kecil, menikmati momen kecil mereka.

KAMU SEDANG MEMBACA
Transmigrasi Menjadi Ayah BL : S1 - S2.
Random"Selamat membaca! Sebelum komentar, mohon baca dari awal hingga akhir. Cerita ini merupakan karya asli saya. 'This is BL!' - Sebuah kisah tentang Davi, yang hidup tanpa keluarga. Meskipun demikian, dia tidak pernah putus asa. Namun, kehidupannya ber...