Chapter 11.

8.2K 420 0
                                    

Bab 11


Edgar dan Arga menunduk tak berdaya saat Leon memarahi mereka. Pagi itu, Leon terbangun dari tidurnya dan terkejut melihat mereka berdua sibuk memasak untuknya di dapur.

Awalnya, Leon hanya merasa sedikit kesal melihat Arga masih berada di rumah, bukannya pergi ke sekolah seperti seharusnya. Namun, saat ia memperhatikan masakan yang mereka buat, keraguannya semakin bertambah.

Leon menatap hidangan di depannya dengan penuh curiga. Ia ragu akan kemampuan memasak kedua anak dan ayah itu. Namun, dengan sedikit keberanian, ia akhirnya menyendok makanan itu dan membawanya ke mulut.

"Asin."

"Sudahlah, biar Ayah saja yang masak. Kalian duduk dan tunggu di sini," ujar Leon. Langkahnya tertatih-tatih menuju dapur. Edgar tersenyum melihatnya. Belum juga di makan.

Tiba-tiba, suara teriakan menggema dari dapur.

"Edgar! Arga!"

Mereka tersentak. Tanpa berpikir panjang, keduanya bergegas menuju dapur.

"Ada apa, Yah?" tanya Edgar dan Arga serempak, wajah mereka penuh kekhawatiran.

Leon berdiri dengan wajah merah padam, panci tergenggam erat di tangannya.

"Dasar nakal!" bentaknya.

Edgar dan Arga panik. Tanpa pikir panjang, mereka langsung berlari kocar-kacir, sementara Leon mengejar dengan panci masih di tangannya.

Pemandangan itu membuat tujuh orang yang menyaksikan mereka terkejut. Mereka saling berpandangan, tak percaya dengan apa yang terjadi. Namun, setelah beberapa detik, suasana berubah. Mulut-mulut yang semula menganga kini pecah dalam tawa.

Edgar dan Arga, yang kehabisan akal, memutuskan memanjat pohon dengan panik. Leon berlari mendekat, mencoba meraih kaki mereka. Namun, usahanya sia-sia jangkauannya tak cukup jauh, dan tubuhnya tak setinggi itu.

"Bhahahaha!" Bara, Lana, dan Bima tertawa puas.

Tawa mereka menular. Yang lain pun akhirnya ikut tergelak, menahan perut sambil menikmati tontonan konyol di depan mereka.

"Kalian juga! Cepat bantu beres-beres!" bentak Leon, menunjuk tajam ke arah ketujuh orang yang masih tertawa.

"Ehh, tapi kan kita nggak salah, Yah," protes Bima dengan wajah polos.

"Tidak ada tapi-tapian! Dan kalian berdua," tatapannya beralih ke Edgar dan Arga yang masih bertengger di atas pohon "turun sekarang, atau mau Ayah samber pakai sandal?" Leon menyilangkan tangan di pinggang, ekspresinya tegas.

"Baik, sayang.....ayah," jawab Edgar dan Arga lesu. Mereka turun dengan wajah tertunduk, seolah dunia mereka runtuh. Kalau saja salah satu dari ketujuh orang itu sempat memotret momen ini, foto mereka pasti sudah viral di seluruh media sosial.

Sikap dingin yang biasa mereka tunjukkan kini benar-benar diuji. Leon tak memberi mereka maaf sebelum dapur bersih berkilau tanpa noda.

Padahal, niat mereka hanya ingin membuat sarapan untuk orang yang mereka sayangi.

"Jangan ada lagi tayangan memasak di serial TV mana pun!" perintah Edgar tegas.

Di seberang telepon, Rendi terdiam, terkejut dengan instruksi mendadak itu.

"Tapi, Tuan..."

"Cepat lakukan!" potong Edgar tanpa memberi ruang untuk bantahan.

Semua ini berawal dari satu kesalahan fatal: mereka secara tidak sengaja menonton acara memasak. Dalam tayangan itu, disebutkan bahwa memasak sup keping bisa membuat orang yang mereka sayangi semakin mencintai mereka. Entah bagaimana, Edgar dan Arga langsung mempercayainya tanpa ragu.

Transmigrasi Menjadi Ayah BL : S1 - S2.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang