Bab 8
Rumah sakit menjadi begitu heboh! Tiga dokter segera menangani Leon atas perintah Edgar. Satu per satu tenaga medis berdatangan, wajah mereka dipenuhi kepanikan.
Rumah sakit itu milik Edgar. Manajernya tidak mau mengambil risiko, sehingga ia memerintahkan tiga dokter terbaik untuk menangani Leon. Mereka diberi instruksi untuk bekerja dengan sempurna-karena jika ada kesalahan, nyawa mereka yang menjadi taruhannya.
Lantai dua dikosongkan atas perintah Edgar. Di depan ruang perawatan Leon, banyak orang berkumpul, menatap Edgar dengan tajam. Namun, Edgar sama sekali tidak merasa takut.
"Jika ayahku kenapa-napa, nyawamu taruhannya!" Devan menodongkan pistol ke kepala Edgar, diikuti oleh Dava dan Hiro yang melakukan hal yang sama.
Lana gemetar ketakutan, sementara Andera menatap ketiga temannya dengan kesal. Mereka hanya memperkeruh suasana.
"Tuan, saya membawa dokter terbaik dari Prancis." Rendi datang bersama Dokter Rey, seorang dokter ternama yang diterbangkan langsung dengan pesawat pribadi Edgar.
"Cepat!" perintah Edgar dengan nada tegas.
Dokter Rey masuk dengan panik. Tangannya gemetar saat ia mulai memeriksa Leon bersama tiga dokter lainnya.
Keempat dokter itu menghela napas lega secara bersamaan. Kondisi Leon ternyata tidak serius, hanya luka di kakinya. Mereka tidak habis pikir bagaimana luka kecil seperti itu bisa membuat mereka hampir kehilangan nyawa.
"Tuan Edgar, Nyonya Leon baik-baik saja. Saya dan yang lain sudah mengobatinya dengan sangat hati-hati," lapor Dokter Rey dengan suara bergetar. Keringat dingin membasahi dahinya-nyawanya masih terlalu berharga untuk diambil.
"Pergi," ujar Arga tegas, bukan Edgar.
Edgar sudah lebih dulu masuk ke dalam ruangan dengan tergesa-gesa, diikuti oleh Arga dan yang lainnya.
"Sayang, Ayah, Nyonya." Panggil mereka bersamaan. Edgar, Lana, dan yang lainnya mendekat. Raut wajah mereka sedikit lebih tenang setelah melihat kondisi Leon yang lebih baik. Tangis Leon sudah reda, tetapi kini ia menatap mereka dengan ekspresi yang sulit diartikan.
Tiba-tiba air mata Leon jatuh. Mereka semua kembali panik. Leon tidak pernah membayangkan bahwa mereka akan sekhawatir ini terhadap dirinya.
"Aku tidak apa-apa, hanya kelilipan saja," ujar Leon, berusaha menenangkan mereka.
"Masih ada yang sakit?" tanya Edgar dengan suara lembut.
Leon menggeleng pelan. Ia menatap semua orang yang telah menjadi bagian dari kehidupannya. Melihat raut kekhawatiran di wajah mereka membuatnya merasa bahagia.
"Terima kasih," ucap Leon penuh makna. Namun, ia merasa ada seseorang yang memperhatikannya dari kejauhan.
"Aku ingin pulang," ujar Leon. Tatapan mereka seketika berubah menjadi penolakan.
"Tidak! Ayah belum boleh pulang!" suara Bara terdengar begitu tegas, berbeda dari biasanya.
"Ayah sudah baik-baik saja, Bar," jelas Leon.
"Benar kata Bara, Ayah belum boleh pulang!" Lana bersikeras. Namun bagi Leon dan yang lainnya, kekhawatiran mereka terasa lucu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Transmigrasi Menjadi Ayah BL : S1 - S2.
Random"Selamat membaca! Sebelum komentar, mohon baca dari awal hingga akhir. Cerita ini merupakan karya asli saya. 'This is BL!' - Sebuah kisah tentang Davi, yang hidup tanpa keluarga. Meskipun demikian, dia tidak pernah putus asa. Namun, kehidupannya ber...