Chapter 14.

6K 340 1
                                    

Bab 24


"Tidurlah."

Leon memeluk Lana erat, memberikan kehangatan dalam genggamannya. Dengan lembut, ia menepuk-nepuk punggungnya, mencium keningnya berulang kali. Sentuhan itu penuh kasih, seakan ingin meyakinkan Lana bahwa ia aman.

Perlahan, kelopak mata Lana menutup. Napasnya melambat, tenggelam dalam ketenangan. Dalam dekapannya, ia akhirnya terlelap.

o0o

Balapan akhirnya dimenangkan oleh geng Arga, Red Lion. Sorak kemenangan masih menggema di udara, tetapi kegembiraan itu seketika lenyap saat salah satu dari mereka menyadari sesuatu yang janggal.

Lana hilang.

"Andera, di mana Lana?!" Bara bertanya dengan panik, kepalanya menoleh ke kanan dan kiri, mencari sosok yang tak kunjung terlihat. "Dia nggak ada di sini! Lalu, di mana?!"

"Lana?"

"Di mana Lana, Andera?!" Arga berteriak, suaranya penuh emosi.

"Andera!"

Sean tiba-tiba datang, menghantam wajah Andera dengan pukulan keras.

"Sean!" Aldi terkejut melihat kemarahan temannya.

"Lo bajingan! Lo ninggalin Lana sendirian?! Asal lo tau, Lana nangis! Dia sampe mohon-mohon sama gue cuma buat minta gue nganterin dia pulang!" Sean mengamuk, napasnya memburu. "Dan lo tau apa, Andera?! Lana hampir diperkosa karena kebodohan lo!!"

Kata-kata itu menghantam seperti petir. Bagai anak panah tajam yang menembus dada mereka.

"Lana..." Andera jatuh bersujud, tubuhnya gemetar. Kakinya terasa lemas.

"Bangsat lo, Andera!" Arga tak bisa menahan emosinya. Tinju kerasnya menghantam Andera hingga tubuhnya ambruk ke tanah, tak sadarkan diri.

"Gue nggak percaya Andera bisa sebodoh ini..."

Arga menarik napas dalam, berusaha mengendalikan amarahnya.

"Di mana Lana sekarang?" tanyanya, suaranya lebih tenang tapi tetap tajam.

"Gue udah nganterin dia pulang," jawab Sean.

Tanpa membuang waktu, Arga dan yang lain langsung bergegas menuju rumah Lana, meninggalkan Andera yang masih terkapar. Beruntung, beberapa anggota Red Lion yang lain tetap tinggal untuk menjaganya.

Tok.

Tok.

Tok.

"Ayah..."

Mereka mengetuk pintu bersama-sama, hati dipenuhi kegelisahan.

Pintu terbuka perlahan, memperlihatkan sosok Leon yang berdiri di ambang pintu. Nafas mereka tertahan. Ada sesuatu yang berbeda dalam tatapan Leon bukan lagi kehangatan seorang ayah, melainkan dingin, penuh kekecewaan.

"Ayah, Lana baik-baik saja, kan?" Bara bertanya dengan suara bergetar. Kepanikannya jelas terlihat, sama seperti yang lain.

Leon menatap mereka tajam. Lalu, dengan suara datar namun mengiris, ia berkata,

"Barang yang sudah ditinggalkan, tidak pantas untuk diambil kembali."

Kata-kata itu menghantam mereka seperti palu godam. Dada mereka terasa sesak, napas seolah terhenti. Tatapan itu benci, kecewa, dingin semuanya tertuju pada mereka.

"Pulang! Dan jangan pernah menginjakkan kaki kalian di sini lagi!"

Tanpa ragu, Leon menutup pintu dengan keras.

Transmigrasi Menjadi Ayah BL : S1 - S2.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang