Tsundere Katanya

1.4K 237 16
                                    

━☆・*。
      ・゜
         °。+ * 。
      .・゜
       ゜。゚゚・。・゚゚。
                       ゚。Happy Reading ❀
                          ゚・。・゚

𐙚˙⋆.˚ ᡣ

"Balapan liar?"

"Itu bahaya, [Name]."

Setelah perbincangan dengan Mika, keesokan harinya [Name] langsung menemui Rion dan Caine untuk meminta izin, bagaimanapun sekarang [Name] tidak lagi hidup sendiri. Dia memiliki atasan dan juga kakak untuk dimintai izin.

Di kota ini terdapat acara balapan liar setiap tiga bulan sekali. Mika mendapatkan informasi jika balapan motor liar ini dapat diikuti oleh semua orang. Lalu, yang membuat [Name] semakin tertarik adalah acara itu memperbolehkan peserta menyembunyikan identitas nya.

Kesempatan semenarik ini mana mungkin [Name] lewatkan, apalagi orang-orang yang ingin dia mangsa ada di sana.

"Kamu mau cari apa disana? Uang?" Tanya Rion santai namun [Name] merasakan tatapan intens dari pria itu.

[Name] mengusap leher belakangnya untuk menghilangkan rasa gugup. Dia tersenyum senatural mungkin. "Emm.. itu salah satunya."

"Kamu butuh uang? Aku kasih berapaan pun yang kamu mau, [Name]," ucap Caine. Terlihat jelas jika pria merah itu sangat khawatir.

"Aku bukan anak kecil yang harus di nafkahi, Caine."

"Apa gaji dariku masih kurang?"

"Itu lebih dari cukup, Rion. Aku cuma pengen main-main aja," ucap [Name] dengan ringan tanpa tahu jika perkataannya telah memicu sesuatu dalam diri Rion.

Hening sejenak, hanya ada suara korek api yang dinyalakan oleh Rion untuk membakar rokok miliknya. "Main-main?" bulu kuduk [Name] berdiri mendengar nada ucapan Rion yang sudah tidak bersahabat. "Lo pikir kota ini taman kanak-kanak?"

Duh.. salah ngomong.

"Sia-sia dong gue bikin bisnis senjata, mending jualan permen aja kita biar cepet kaya. Nggak perlu repot-repot ikut balapan liar kaya gitu.."

[Name] merutuki dirinya sendiri karena sudah membangunkan singa yang tengah tertidur. "Alright, maaf aku salah ngomong."

[Name] berdehem untuk mengurangi rasa gugupnya. "Aku tahu tindakan ini beresiko buat aku dan juga kalian. Tapi Rion, aku bakal pastiin informasi kita nggak akan bocor sekecil apapun itu."

Dahi Rion mengkerut menandakan jika dia sedang kesal. Di sisi lain Caine berfikir keras untuk menemukan cara membujuk adik satu-satunya ini. Namun nihil, [Name] pasti tetap keras kepala.

Caine menghela nafas. "Kalau kamu kekeh mau itu, aku sama Rion nggak bisa berbuat banyak. Asal kamu bisa jaga identitas dan keselamatan, itu udah cukup."

[Name] tersenyum, dia mengangkat dagu nya dengan percaya diri. "Kalau sampai ada informasi bocor karena aku, silahkan kalian tembak kepalaku pakai senjata buatan kita di brankas."

[Name] melirik Rion yang menatap lurus jendela tanpa menoleh sedikitpun kearahnya. Hati mungil [Name] terasa dicubit.

100% dia marah..

"Terimakasih udah luangin waktu kalian, aku tunggu di meja makan. Kita sarapan bareng." [Name] pun berjalan meninggalkan ruangan, tersisalah Rion dan Caine disana.

Rion menghela nafas gusar, ia meraih handphone nya lalu mengubungi seseorang yang ia pikir bisa membantu meredakan ketidak tenangan hatinya.

: Yo Rion, gimana kabar?

I'm LeeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang