Silverstone, Towcester, UK.
Suasana di Silverstone hari itu benar-benar memanas. Penonton di tribun bersorak antusias, menonton pertarungan sengit antara dua rival terbesar di grid: Jeff Gautama dan Arlo Ramirez. Keduanya saling menekan, memacu mobil mereka hingga batas, bertarung tanpa ampun untuk posisi terdepan.
Lap demi lap, mereka bertarung ketat, tak ada yang mau mengalah. Jeff, yang membalap untuk Scuderia Cavallino, memimpin dengan gigih, sementara Arlo dari tim Eagle Racing tak mau melepaskan kesempatan untuk menyalip. Mereka melesat menuju Copse, tikungan cepat dan berbahaya yang tak memberi ampun bagi pembalap yang salah kalkulasi.
"Jeff, Ramirez makin dekat. DRS-nya aktif, hati-hati di Copse," suara tenang Tony, engineer Jeff, terdengar melalui radio.
Genggaman Jeff di kemudi semakin kuat, jantungnya berdetak kencang. "He's not getting past me," balas Jeff tegas, suaranya penuh tekad.
Ban medium yang dia pakai mulai kehilangan grip, tapi Jeff tetap menjaga kontrol—meski kewalahan.
Di sisi lain, Arlo punya strategi sendiri. Timnya telah melakukan pit stop lebih awal, memberinya ban hard. Kini, dia berada dalam mode serangan penuh. Di belakang Jeff, dia mengaktifkan DRS di Hangar Straight, mempersempit jarak antara mereka.
"Okay, kita serang sekarang," suara engineer Arlo terdengar di radio. "Push, kamu bisa ambil dia di Copse."
"I'm taking him," balas Arlo dengan nada penuh sungguh-sungguh.
Mereka melesat menuju Copse dengan kecepatan lebih dari 295 km/jam. Jeff mengambil jalur dalam, tahu betul Arlo akan mencoba menyalip di bagian luar, strategi yang sangat berisiko di tikungan sempit seperti ini. Tapi, Copse tidak cukup lebar untuk dua mobil berdampingan di kecepatan seperti itu.
"Ramirez terlalu dekat!" teriak Jeff melalui radio, sedikit panik mulai merambat dalam suaranya. Ban depannya kehilangan grip, membuat mobilnya understeer sedikit dan itu cukup untuk memicu bencana.
Sayap depan mobil Jeff menyentuh bagian belakang mobil Arlo. Dalam sekejap, mobil Arlo berputar hebat, terlempar ke luar trek, menghantam pembatas dengan keras. Puing-puing beterbangan ke segala arah. Beruntung, halo melindungi Arlo dari cedera serius, tetapi balapannya harus berhenti di sana.
Jeff merasakan benturan di kemudi, namun berhasil menjaga mobilnya tetap di trek. "Contact! Contact with Ramirez." teriak Jeff, suaranya terdengar penuh emosi.
Bendera merah langsung di kibarkan di sepanjangan lintasan yang berarti Red Flag dan balapan dihentikan. Para marshal bergerak cepat ke lokasi kecelakaan, memastikan keselamatan Arlo yang masih duduk di kokpit, terlihat mengangkat tangannya mengisyaratkan bahwa dia baik-baik saja.
Di pit wall, radio tim sibuk memanggil para pembalap untuk kembali ke pit lane dengan hati-hati. "Jeff, kembali ke pit. Red flag, balapan dihentikan," suara Tony terdengar tegas.
Sementara itu, di layar besar sirkuit, tayangan ulang insiden ditampilkan di berbagai sudut. Terlihat jelas bahwa Arlo mencoba menyalip Jeff dari sisi luar di tikungan terakhir, tetapi posisinya terlalu dekat sehingga Jeff tidak memiliki ruang yang cukup untuk menghindari kontak. Sayap depan mobil Jeff menyentuh bagian belakang mobil Arlo, membuat Arlo kehilangan kendali. Penonton di tribun menghela napas melihat dramatisnya kejadian itu.Di sisi lain, Arlo duduk di mobilnya yang hancur, tangannya mencengkeram kemudi dengan marah. "Gimana kondisi kamu, Arlo?" tanya engineer-nya.
"Aku baik-baik aja," balas Arlo kesal, suaranya dipenuhi kemarahan. "But Jeff's a bloody maniac. He didn't give me any room. He knew exactly what he was doing."
Ketika mobil-mobil perlahan kembali ke pit, suasanya terasa tegang. Para kru tim Arlo berkumpul di garasi mereka, menonton situasi di lintasan sambil berharap pembalap mereka kembali ke pit dengan aman.
Di garasi, tim balap Jeff tegang menunggu keputusan Stewards. Tidak lama dari itu, Stewards mengumumkan bahwa insiden tersebut sedang dalam penyelidikan, tetapi balapan resmi dihentikan. Karena insiden terjadi di lap terakhir, balapan resmi dinyatakan selesai dibawah red flag dan hasil akan dihitung berdasarkan posisi sebelum red flag.
Saat keluar dari mobil, masih penuh adrenalin, Jeff langsung mencari tahu kondisi Arlo. "Tell me Arlo's alright.""Dia terlihat baik, dia sedang bersama tim medis," balas Tony. "Stewards dan Race Direction sedang menyelidiki insiden ini."
Jeff hanya mengangguk kecil, napasnya terasa berat. Dia tahu ini adalah lap terakhir dan meskipun secara teknis dia berhasil bertahan di trek, kemenangan bukan lagi hal yang dia pikirkan. Di ruang race control, Stewards mutuskan untuk tidak memberikan pinalti kepada Jeff. Mereka menyimpulkan bahwa insiden itu adalah racing incident, dengan kedua pembalap mengambil risiko besar di situasi krusial.
Setelah dinyatakan bahwa Jeff memenangkan British Grand Prix, upacara podium diadakan dengan Jeff berdiri di posisi puncak podium dengan Nolan Diaz dan Jacob Harper di kanan dan kirinya. Carmen Suite No. 1 Les Toréadors dikumandangkan dan Jeff mengangkat trofi dengan campuran lega dan kebanggan walaupun kemenangan kali ini cukup dramatis dan menimbulkan kontroversi kelak dengan insidennya dengan Arlo, tapi Jeff merayakan kemenangan tersebut dengan sportivitas.
Namun, ketegangan belum selesai. Saat masuk ke post-race interview, media langsung menyoroti insiden di Copse.
"Jeff, selamat atas kemenangannya, tapi kita harus tanya soal insiden di Copse dengan Arlo. Apa yang terjadi dari sudut pandang kamu?" tanya seorang reporter, mikrofon diarahkan padanya.
Jeff, masih berkeringat dari balapan, menghela napas sebelum menjawab. "Look, it was a racing incident. Copse itu tikungan yang sulit, dan kalau dua mobil masuk ke sana di kecepatan kayak gitu, pasti bakal ada risiko. I held my line—he tried something on the outside that didn't stick. That's racing. I'm just glad he's okay."
Tak lama setelah itu, Arlo muncul di media, baru keluar dari pemeriksaan medis dan wajahnya penuh amarah yang ditahan.
"Arlo, apa yang terjadi di trek tadi?" tanya seorang jurnalis.
Arlo tersenyum sinis. "Apa yang terjadi? Some people think they own the track. I gave him space, and he just—he couldn't handle the pressure. It's not the first time he's done this, by the way."
Sang jurnalis mendesaknya."So, you think Jeff was at fault?"
Mata Arlo berkilat marah. "I don't think—I know. I was ahead, and he made contact with me. If that's not clear enough, maybe he needs to get his eyes checked."
Jeff, yang mendengar komentar itu dari kejauhan, langsung menghampiri, ikut bergabung dalam percakapan. "Eyes checked, huh? Lucu, mendengar itu dari orang yang lebih sering melihat belakang mobil gue sepanjang balapan."
Media langsung riuh, senang melihat ketegangan antara kedua pembalap ini memanas. Tapi Arlo belum selesai. "Mungkin kalau lo lebih fokus balapan daripada cari perhatian di media, lo nggak perlu tabrak orang buat menang."
Jeff tetap tersenyum, meskipun matanya dingin. "Tabrak orang? Gue nggak ngeliat lo komplain waktu lo nyoba ambil celah yang nggak ada di sana."
Wawancara pasca-balapan berubah jadi ajang saling sindir, keduanya terus melempar komentar pedas tanpa ada yang mau mengalah. Para jurnalis menikmati momen ini, tahu bahwa rivalitas antara Jeff dan Arlo hanya akan semakin memanas.
Saat Jeff meninggalkan media area, Tony kembali berbicara melalui earphone-nya. "Kita bakal jadi sorotan setelah balapan ini."
Jeff tertawa kecil, senyum penuh kepuasan terlukis di wajahnya. "Good. Let them watch. We gave them one hell of a show."
—
AN: jadi yang salah Jeff atau Arlo guys? HAHA. kalo mereka ada stan twt kayanya udah ribut di twitter

KAMU SEDANG MEMBACA
Rule Number Five
RomantikMichelle Jane Kennedy, seorang jurnalis fesyen, tak pernah menyangka hidupnya akan berubah drastis setelah ditugaskan mewawancarai Jeff Gautama, rekan setim adiknya di F1. Jeff, seorang pembalap berbakat dengan reputasi buruknya di luar trek, berad...