Singapore, Singapore.
Ruang meeting Cavallino di Marina Bay Street Circuit terasa pengap meski AC menyala maksimal. Dari jendela kaca, MJ bisa melihat sinar matahari Singapura yang terik memantul di facade gedung-gedung tinggi, menciptakan kilau menyilaukan yang khas kota ini. Di seberang meja, Addie duduk dengan iPad dan setumpuk dokumen, sementara Jeff di sampingnya tampak lelah setelah lari pagi ini.
"Singapore itu penting buat kita," Addie memulai, matanya bergantian menatap Jeff dan MJ. "We need something unforgettable."
Jeff, yang sedang menyesap espressonya—kebiasaan setelah simulator yang MJ hapal di luar kepala—mengangkat alisnya. "Define 'unforgettable'."
"A moment in parc fermé," Addie menjelaskan, jemarinya dengan cepat men-scroll sesuatu di iPadnya. "MJ menyambut lo setelah race. Dramatic reunion, emotional kiss. The whole world will talk about it."
"What?" Jeff meletakkan cangkir espressonya dengan sedikit terlalu keras.
Addie memutar matanya. "Social media engagement kita butuh ditingkatin. Dan after party Cavallino nanti malam penuh dengan investor yang potensial."
MJ merasakan perutnya melilit. Dia mengenali nada Addie yang ini—nada yang tidak menerima bantahan. Di sampingnya, dia bisa melihat rahang Jeff mengeras, gestur yang selalu muncul ketika dia menahan emosi.
"Tim gue bakal ada di sana," Jeff berkata dengan suara rendah yang berbahaya. "Mekanik yang udah begadang setting up mobil di teriknya panas Singapura. Engineers yang bekerja penuh sepanjang akhir pekan. Dan lo berekspektasi mereka untuk—apa? Minggir supaya kita bisa bikin scene romantis?"
"Jeff," Addie menghela napas panjang. "You know how this works. Nolan and his girlfriend did it last year right here. Fans loved it. Media couldn't stop talking about it for weeks."
"Beda, Ads." Jeff menekan setiap kata. "That was not a set up."
Keheningan menyergap ruangan. MJ bisa merasakan jantungnya berdebar kencang mendengar implikasi kata-kata Jeff. Di bawah meja, tangannya yang gemetar tanpa sadar mencari tangan Jeff—kebiasaan baru yang terlalu natural untuk jadi bagian dari akting mereka.
"Jeff, kita sudah sepakat soal ini, kan?" Addie bertanya tajam, matanya menyipit penuh kalkulasi.
MJ bisa merasakan Jeff menegang di sampingnya. Jari-jari mereka yang bertaut di bawah meja semakin erat—Jeff mengusap punggung tangan MJ dengan ibu jarinya, gesture menenangkan yang justru membuat napas MJ tercekat.
"Look," dia mencondongkan tubuh ke depan. "Gue nggak peduli soal hubungan lo dan Mj aslinya bagaimana. Yang gue pedulikan adalah memberikan apa yang baik untuk citra lo dan apa yang diharapkan oleh sponsor. Dan sekarang? They expect a power couple that can drive engagement."
"With all due respect," MJ akhirnya bersuara, suaranya lebih stabil dari yang dia rasa, "parc fermé is sacred ground. It's where the team celebrates. Where—"
"Where we can give them more reason to celebrate," Addie menyelesaikan dengan tidak sabar. "Coba pikirkan tentang hal ini. Jeff, pemimpin kejuaraan saat ini, memenangkan perlombaan, bertemu kembali dengan pacarnya yang sibuk dengan fashion week. Headlines akan dimana-mana."
MJ bisa merasakan Jeff hampir berdiri—emosinya nyaris meledak—tapi dia mengeratkan genggaman tangannya, menahannya tetap duduk. Singapore terlalu penting untuk Cavallino. Mereka tidak bisa membuat drama sebelum race weekend bahkan dimulai.
"Oke," Jeff akhirnya berkata, meski dari nadanya jelas dia tidak oke sama sekali. "Tapi dengan satu kondisi."
"Apa?"
"Gue nggak mau lo mengatur gimana gue dan MJ di sana. Nggak ada pergerakan yang terencana atau waktu yang spesifik, if—" dia memberi penekanan pada kata itu. "—something happens, it happens naturally."
"Jeff—" Addie mulai protes.
"That's my condition," Jeff memotong final. "Take it or leave it."
Addie menatap mereka berdua lama, mengkalkulasi options yang dia punya. "Fine," dia akhirnya menyerah. "Just... make it convincing."
Setelah Addie pergi, ruangan meeting yang luas itu terasa semakin pengap. Tangan mereka masih bertaut di bawah meja, seolah tidak ada yang berani melepaskan duluan. Dari luar, suara mesin F1 Academy yang sedang free practice berdengung samar.
"I'm sorry," Jeff akhirnya berbisik, bahunya merosot lelah. "I know you hate being put in situations like this."
MJ menggeleng pelan. "Bukan itu masalahnya."
"Terus apa?"
MJ terdiam, matanya menatap ke luar jendela dimana sinar matahari Singapura masih memantul tanpa ampun. "Lately... everything feels different. Even simple moments like this."
Jeff menoleh, matanya menatap MJ dengan intensitas yang membuat napasnya tercekat. "I know."
Dan mungkin itulah masalahnya. Mereka berdua tahu—tahu bahwa setiap sentuhan sekarang punya arti yang berbeda, bahwa chemistry yang harusnya jadi pertunjukan malah jadi sesuatu yang mereka coba sembunyikan intensitasnya. Bahwa genggaman tangan di bawah meja meeting room ini terasa lebih nyata dari ciuman apapun yang akan mereka lakukan di depan kamera nanti.
"What are we going to do?" MJ berbisik, suaranya nyaris hilang di tengah deru mesin F2 yang semakin keras.
Jeff terdiam lama sebelum menjawab, "As I said, Michelle Jane. Aku mau membuktikan kamu aku nggak seperti laki-laki yang kamu pikirin itu, kalau kamu meragukan aku."
—
AN:
Double update in 1 day. HEHE. anyways, sebagian dari kalian pasti udah tau kalo Rule Number 5 mau diterbitin jadi buku di Januari 2025. Aku sama Tim Loveable mau bagi-bagi 2 chapter pertama di buku guys!!
caranya cukup isi form ini: https://bit.ly/inforulenumberfive
2 chapter pertama akan dikirim akhir Desember dan akan masuk ke email yang tersedia ya!
Seputar info lengkap tenyang buku Rule Number Five akan ada di Instagram @byquinie yaaa! Follow me there❤️🤗💗
vote 200, comment 100 for NEXT UPDATE❤️❤️🔥
KAMU SEDANG MEMBACA
Rule Number Five [TERBIT]
Romance[TELAH DITERBITKAN dan TERSEDIA DI GRAMEDIA] Michelle Jane Kennedy, seorang jurnalis fesyen, tak pernah menyangka hidupnya akan berubah drastis setelah ditugaskan mewawancarai Jeff Gautama, rekan setim adiknya di F1. Jeff, seorang pembalap berbaka...
![Rule Number Five [TERBIT]](https://img.wattpad.com/cover/377730712-64-k579776.jpg)