30: Don't Ever Leave Me

7.6K 701 150
                                        

MJ menatap ponselnya untuk kesekian kali, jemarinya mengetuk-ngetuk meja kerja dengan gelisah. Sudah lewat tengah malam di Tokyo, tapi matanya masih terjaga menunggu panggilan yang seharusnya datang dua jam lalu. Jeff sudah di Austin sejak kemarin dan MJ harus absen dari paddock karena dia ada pekerjaan di Tokyo. Biasanya Jeff selalu menelepon setelah selesai, tidak peduli berbeda berapa jam. Tapi malam ini dia terus menerus mengecek ponselnya menantikan satu nama yang tidak pernah berhenti muncul dalam pikirannya.
Ponselnya bergetar. MJ dengan gerak cepat melihat layar ponselnya, senyumnya mereka kelihat melihat nama Jeff muncul di layar.

"Hei," suara Jeff terdengar lelah tapi hangat.

"Sorry, debriefnya sedikit molor. Kamu masih bangun?"

"Mmm-hmm," MJ menjawab pelan, tidak ingin mengaku kalau dia sengaja menunggu. "How was it?"

"It was bad. Ada pertanyaan yang sedikit menyinggung," Jeff mengerang pelan. "But enough about that. How's Tokyo?"

"Dingin. Hujan.." MJ berjalan ke jendela hotelnya, menatap kerlip lampu kota. "Cuacanya bikin pingin tidur seharian di sofa sambil dengerin vinyl."

Jeda sejenak. "I miss that," Jeff akhirnya berkata. "Watching you curl up di sofa with your laptop, menolak pakai selimut karena 'lagi fokus kerja' padahal ujung-ujungnya kedinginan."

MJ tersenyum, mengingat berapa kali Jeff diam-diam menyelimutinya saat dia tertidur di sofa. "Aku kangen playlist jazz kamu."

"Yakin cuma playlistnya? Orangnya dikangenin juga nggak?"

"Mungkin juga orang yang maksa aku dengerin Chet Baker jam tiga pagi,"

Jeff tertawa pelan. "You love it."

"I do," MJ berbisik, lebih ke dirinya sendiri.
Keheningan yang nyaman mengalir di antara mereka. Hanya suara napas dan dengung samar AC.

"Ceritain ke aku, kamu hari ini ngapain aja?" Jeff meminta.

MJ mulai bercerita tentang interview-nya dengan designer Jepang, tentang kedai ramen tersembunyi yang dia temukan, tentang kucing liar yang mengikutinya sepanjang jalan. Jeff mendengarkan, sesekali tertawa atau mengomentari.

"MJ?"

"Hmm?"

"Kalau aku telepon besok pagi sebelum FP1... would that be okay?"

"Jeff Gautama mau bangun pagi cuma buat telepon?" MJ menggoda. "Who are you and what have you done to my boyfriend?"

"Well, this boyfriend of yours kinda misses his girlfriend's voice," Jeff menjawab jujur. "Even when she's making fun of him at 2 AM."

MJ merasakan pipinya memanas. "I miss you too."

"Yeah?"

"Yeah. Jadi nggak bisa lihat kamu komplain setiap lima menit sekali deh,"

Jeff tertawa. "Yakin cuma komplain aku aja?"

"Hmmm mungkin..." MJ menggigit bibir, "mungkin aku juga kangen kamu yang selalu nyuri kopi aku. Atau ketika kamu memainkan rambutku ketika kamu gugup sebelum kualifikasi. Atau—"

"I love you."

Kata-kata itu keluar begitu saja, mengambang di udara seperti rahasia yang terlalu lama disimpan.
Jeff menghela napas. "It's 2 AM and you're thousands of miles away and I just... I needed you to know."

"I love you too," dia berbisik, tertawa kecil. "God, we're really breaking all the rules, aren't we?"

"Well, some rules are meant to be broken."

Mereka mengobrol sampai fajar menyingsing di Tokyo. Tidak ada yang mau menutup telepon duluan, seolah takut memecahkan momen ini.

"Kamu harus tidur, Jeff" MJ akhirnya berkata, mendengar suara Jeff yang semakin mengantuk.

"Lima menit lagi?"

"Jeff..."

"Oke," Jeff menguap. "Oke aku tutup teleponnya but only because I don't want you to get worried."

"I love you. Now sleep."

"MJ?"

"Hmm?"

"Janji?"

MJ mengerutkan alisnya. "Janji apa?"

"Jangan tinggalin aku."

"Janji." MJ tersenyum tipis ketika mengatakannya.

"I love you so much, please don't ever leave me."

***

"Your numbers are dropping," Ferdinand membuka map di tangannya. "Lap times inconsistent. Reaction time slower. Three races to go and you're letting the championship slip."

Jeff tetap diam, matanya fokus ke depan. Dia tahu–of course he knew. Setiap kesalahan, setiap poin yang hilang, terasa seperti tambahan beban di pundaknya.

"Papa buat ini terdengar mudah untuk kamu," Ferdinand menutup map dengan suara yang terlalu final. "Putus dengan Michelle Jane, atau..."

"Atau apa?" Jeff mendongak, matanya menantang.

Ferdinand tersenyum dingin, mengeluarkan ponselnya. "Atau semua orang akan tahu kalau Papa-nya pernah terlibat skandal di era 90-an. Karir Oliver akan berhenti bakan sebelum dia memulainya."

Jeff merasakan darahnya membeku. "Papa bohong."

"Am I?" Ferdinand membuka email di ponselnya. "Satu email ke para media, dan hidup keluarga Kennedy akan jadi pertunjukan sirkus. Belum lagi soal catatan medis MJ yang yang ada di tangan saya. Panic attacks, therapy sessions..." dia menggeleng pura-pura prihatin. "Haute Magazine mungkin nggak akan senang punya editor yang 'unstable'."

"Don't you dare—"

"Oh dan apa kamu tahu?" Ferdinand melanjutkan seolah tidak mendengar. "Pacar kamu yang tercinta sedang bernegosiasi dengan Vogue. Bayangkan kalau Haute tau jurnalis kesayangan mereka ternyata... tidak seloyal yang mereka kira."

Jeff berdiri, tangannya terkepal. "This is low, even for you."

"This is business," Ferdinand menatap putranya tajam. "You want to play house with the Kennedy? Fine. Tapi jangan harap saya akan diam lihat kamu menghancurkan legacy yang saya buat."

"Legacy?" Jeff tertawa pahit. "Or your failed dreams?"

"Tiga balapan terakhir," Ferdinand berjalan ke pintu. "Putus dengan dia, fokus ke kejuaraan, dan semua bukti ini akan menghilang. Atau..." dia tersenyum, "yah, kita lihat berapa lama keluarga Kennedy bisa bertahan."

Jeff merasakan dunianya runtuh. Karena dia tahu–his father never bluffs. Ferdinand Gautama selalu punya cara untuk mendapatkan apa yang dia mau.

"Kenapa?" suara Jeff pecah. "Kenapa Papa tidak membiarkan aku bahagia?"

Ferdinand berhenti di ambang pintu. "Happiness is temporary. Legacy is forever."

Pintu tertutup, meninggalkan Jeff dengan pilihan yang terasa seperti kutukan. Menghancurkan MJ dengan meninggalkannya, atau melihat dunia wanitanya runtuh di hadapan dunia.

300 vote, 100 comment for next update ❤️‍🔥😘

AN: setelah dari kemarin gemes-gemes mulu, kurang afdol kalo papanya jeff nggak masuk🤪

BTW, aku bikin channel WA untuk info A1 seputar Rule Number Five.

https://whatsapp.com/channel/0029Vayy6glAe5VtWZfCjb1Q !!

Rule Number Five [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang