Jeff mengajak MJ secara mendadak pagi ini. Dia muncul di hotel MJ di Monza dengan senyum jahil dan kunci Ferrari Roma di tangannya.
"Ready for a ride?" tanyanya santai.
Sekarang, setelah perjalanan satu jam yang terasa seperti scene dari film Italia—melewati jalan berkelok di antara pemandangan Lombardy yang memesona—mereka sampai di Como. Jeff memang penuh kejutan. Sejak pengakuannya di Zandvoort, dia semakin sering melakukan hal-hal kecil yang membuat MJ yakin bahwa ini bukan sekadar sandiwara. Seperti hari ini, mengajaknya menjauh sejenak dari kegilaan F1, membawanya ke tempat seindah ini, hanya untuk menghabiskan waktu berdua.
Danau Como terbentang bagaikan cermin raksasa yang memantulkan langit Italia, airnya berkilau keemasan di bawah sinar matahari sore yang hangat. Di kejauhan, vila-vila kuno dengan cat pastel dan taman-taman mawar tampak berjejer di lereng bukit, menciptakan pemandangan yang seolah keluar dari lukisan renaisans. Aroma espresso dari kafe-kafe kecil bercampur dengan wangi bunga jasmine yang tumbuh liar di sepanjang tepian danau.
MJ duduk di dermaga tua yang terbuat dari kayu cedar, kakinya yang telanjang bermain dengan air danau yang sejuk. Gaun musim panasnya yang berwarna putih gading melambai lembut tertiup angin, kontras dengan air danau yang berwarna biru safir.
"Stroberi dengan almond," Jeff kembali dengan dua cone gelato, baseball cap hitam menutupi sebagian wajahnya. "Masih jadi favorit kamu kan?"
"Kamu masih ingat?" MJ menerima gelato itu, jari mereka bersentuhan sekilas.
Jeff duduk di sampingnya, bahunya menyentuh bahu MJ dengan natural. "I told you before, I notice things about you." Dia melirik MJ dengan senyum kecil. "Like how your eyes light up every time you eat something sweet."
"Kamu beda hari ini," MJ mengamati, menjilat gelato yang mulai meleleh.
"Beda gimana?"
"Lebih... santai. Nggak perlu jadi Jeff Gautama, si pembap F1."
Jeff tertawa pelan. "Mungkin karena kamu di sini, aku bisa jadi Jeff aja."
MJ merasakan jantungnya berdebar lebih kencang. Dia masih belum terbiasa dengan Jeff yang seperti ini—Jeff yang jujur dengan perasaannya, yang tidak ragu menunjukkan sisi lembutnya.
"Hei," Jeff tiba-tiba menunjuk sudut bibir MJ.
"Ada es krim di sini..."
"Dimana?" MJ mengusap bibirnya dengan punggung tangan.
"Bukan, di sini..." Jeff melepas topinya, dan sebelum MJ sempat bertanya, dia menggunakan topi itu untuk menutupi wajah mereka dari dunia luar. Dengan lembut, dia mencium sudut bibir MJ tempat sisa gelato itu berada.
"Jeff..." MJ berbisik.
"I want this moment just for us," bisik Jeff di antara ciuman mereka. "No cameras, no public. Just you and me."
MJ tersenyum dalam ciuman itu. Sejak pengakuannya di Zandvoort, Jeff memang berusaha membuktikan bahwa perasaannya nyata. Dan saat ini, dengan topi yang menutupi mereka dari dunia luar, MJ merasa ini adalah bukti kecil dari janji itu.
"Aiyah, lihat mereka, Ah Gong. Seperti kita dulu ya?"
Mereka menoleh, menemukan sepasang kakek nenek Tionghoa tersenyum hangat ke arah mereka. Sang nenek, mengenakan cheongsam merah muda yang elegan, menatap mereka dengan mata berbinar. Di sampingnya, sang kakek—dengan kemeja linen putih yang rapi—mengangguk setuju.
"Honeymoon?" tanya sang nenek dengan senyum menggoda.
Jeff, alih-alih mengoreksi, justru tersenyum lebar. "Iya, Bu. Baru menikah."
KAMU SEDANG MEMBACA
Rule Number Five [TERBIT]
Romance[TELAH DITERBITKAN dan TERSEDIA DI GRAMEDIA] Michelle Jane Kennedy, seorang jurnalis fesyen, tak pernah menyangka hidupnya akan berubah drastis setelah ditugaskan mewawancarai Jeff Gautama, rekan setim adiknya di F1. Jeff, seorang pembalap berbaka...
![Rule Number Five [TERBIT]](https://img.wattpad.com/cover/377730712-64-k579776.jpg)