ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤㅤ
ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤㅤ
"Sayang," Hasan mengguncang pelan bahu Ayu yang tertidur di sofa.Ayu membuka mata lalu duduk, mengumpulkan nyawanya sebelum menyalami Hasan.
"Pusing?" tanya Hasan seraya mengecek tubuh Ayu.
Ayu menggeleng pelan, dia tidak pusing tapi mual. Masuk trimester tiga, Ayu malah mengalami mual, padahal trimester sebelumnya tidak.
"Mas pulang?" tanya Ayu sambil melihat jam dinding. Sudah pukul tiga.
"Iya pulang, nggak ada kerjaan lagi, jadi aku minta pulang cepat," jawab Hasan sambil membuka niqab Ayu. Beberapa waktu belakangan, Hasan memang sering mampir untuk pulang jika bekerja di luar kantor, sekedar mengecek keadaan Ayu lalu kembali ke kantor.
"Aku ada hadiah buat kamu," ucap Hasan lalu berdiri dan membantu Ayu untuk berdiri juga.
Kandungan Ayu sudah masuk sembilan bulan, tinggal hitungan minggu mereka bisa bertemu buah hati.
"Apa?" tanya Ayu mengikuti Hasan. Berjalan dituntun Hasan ke ruang tamu dan membuka mulutnya tidak percaya.
"Serius buat aku?" tanya Ayu berjalan cepat ke arah mesin jahit keluaran terbaru yang sempat dia inginkan.
Hasan terkekeh. "Iyalah, masa buat aku. Aku mana bisa jahit."
Ayu menangis haru, semenjak awal hamil sampai sekarang, wanita dewasa itu mudah menangis. Hasan terkekeh gemas, lucu sekali melihat Ayu versi seperti ini. Jika boleh, terus saja seperti ini, ternyata ini toh yang dirasakan Husain saat Husna menangis dan merajuk.
"Nanti kita pindahkan ke ruang keluarga aja ya, jadi kalau kamu mau jahit bisa aku temenin sambil nonton televisi," ucap Hasan diangguki Ayu.
Mereka kembali ke ruang keluarga dan duduk di sana.
"Kalau umroh, kayanya nggak bisa dalam waktu dekat. Uangnya untuk si dedek dulu, nggak apa-apa ya? Nanti insyaallah kita perginya bertiga sama dedek," kata Hasan sambil mengusap perut Ayu.
Ayu mengangguk. "Aku punya tabungan, kalau semisal buat rumah sakit nanti kurang."
"Kita ada asuransi kok, sebenarnya biaya buat rumah sakit aman, cuma jaga jaga biaya lainnya. Dan aku nggak mau pakai tabungan kamu. Simpan aja, itu kan hasil kerja kamu semasa gadis."
"Pakai buat umroh aja," ujar Ayu.
"Memang tabungan kamu ada berapa? Banyak?" tanya Hasan.
"Lumayan. Cukup buat umroh bertiga."
Hasan mengangguk kecil. Dia saja tidak punya tabungan sebanyak itu untuk sekarang.
"Nggak usah deh, nanti aja." Hasan meraih tangan Ayu lalu beringsut mendekat.
"Oh iya, aku sama Husain ada rencana mau kasih Ayah Bunda hadiah haji, tapi belum tau kapan. Pengennya sih kasih furoda, dan kemungkinan masih agak lama karena Ayah Bunda juga udah pernah haji dan baru aja umroh tahun lalu. Boleh ya aku kumpulkan uang buat mereka haji lagi? Kamu juga boleh kumpulkan uang buat kasih Abi sama Ibu hadiah."
KAMU SEDANG MEMBACA
Hasan : Siapa Pemenangnya
Spiritual(Privat acak, follow sebelum baca) Semua orang memiliki masa lalu, termasuk Hasan. Entah masa lalu yang terlupakan begitu saja atau masa lalu yang terpatri selamanya. Tapi, bagi Hasan masa lalu akan tetap menjadi masa lalu, semuanya hanya akan menja...