LIVE MUSIC
Pada hari Sabtu yang cerah, kampus Alika dan Daryanta mengadakan acara live music yang diisi oleh band-band lokal seperti Juicy lucy dan pertunjukan seni siswa. Aula kampus ramai oleh mahasiswa yang antusias, menikmati alunan musik dan pertunjukan.
Saat band utama sedang tampil, sang vokalis tiba-tiba mengumumkan, “Kami mau ajak beberapa teman kita buat naik ke panggung nih! Yang di barisan sana Alika dan Daryanta! Ayo ke sini!”
Alika dan Daryanta saling menatap kaget. Mereka berdua ragu, tapi sorakan teman-teman mereka membuat mereka tak punya pilihan. Dengan enggan, mereka pun naik ke atas panggung, sementara tepuk tangan dan teriakan menyemangati mereka.
Di atas panggung, sang vokalis tersenyum sambil memberikan mic kepada mereka. “Nah, Alika, Daryanta, kalian bisa pilih mau nyanyi atau cuma ngobrol-ngobrol sama penonton nih?”
Alika menoleh ke arah Daryanta, mencari isyarat. Daryanta tersenyum kecil, lalu berbisik, “Gimana kalau kita nyanyi aja? Lagipula, kapan lagi kita bisa seru-seruan bareng di depan semua orang?”
Alika, yang awalnya merasa malu, akhirnya mengangguk setuju. Mereka berdua memilih lagu yang populer di kalangan teman-teman sekolah, lagu yang ringan dan ceria.
Saat musik dimulai, Daryanta mulai menyanyikan bait pertama, dan Alika mengikuti dengan suara lembut yang melengkapi alunan musik. Semakin lama mereka bernyanyi, semakin terasa nyaman. Mereka tertawa bersama ketika ada nada yang meleset, membuat suasana semakin hangat dan ceria. Tepuk tangan dan sorakan semakin meriah, membuat mereka lebih percaya diri.
Ketika lagu berakhir, Alika dan Daryanta mendapatkan tepuk tangan yang meriah dari penonton. Mereka tersenyum, saling bertukar pandang penuh kebahagiaan. Momen di panggung itu terasa seperti sebuah kemenangan kecil bagi mereka berdua—sebuah kenangan manis yang akan terus mereka ingat.
Saat mereka turun dari panggung, beberapa teman langsung mengerubungi mereka, berkomentar dan bercanda soal penampilan tadi.
“Aku nggak nyangka kalian duet bareng! Cocok banget, kayak pasangan!” teriak seorang teman.
Wajah Alika memerah mendengar komentar itu, sementara Daryanta hanya tersenyum sambil menggaruk-garuk belakang kepalanya, tampak sedikit canggung tapi senang. Mereka berdua tidak mengatakan apa-apa, hanya tersenyum dan menahan tawa, merasa hari itu adalah salah satu momen terbaik di tahun itu.
Di tengah keramaian, Alika dan Daryanta saling menatap lagi, seolah sepakat dalam hati bahwa mungkin hanya mungkin kedekatan mereka memiliki arti lebih dari sekadar kenangan masa kecil.
Setelah acara live music, hubungan Alika dan Daryanta terasa lebih dekat dari sebelumnya. Meski awalnya tidak menyadari, perasaan di antara mereka mulai tumbuh, berkembang menjadi sesuatu yang lebih dari sekadar persahabatan. Tanpa mereka sadari, setiap kebersamaan dan canda tawa semakin mempererat ikatan yang telah lama mereka bangun sejak kecil.
Beberapa minggu kemudian, di suatu sore, Alika dan Daryanta berjalan-jalan di taman kampus. Suasana taman yang sepi dan angin sore yang sejuk membuat momen terasa damai. Mereka duduk di bangku taman, berbincang tentang segala hal, dari sekolah hingga impian-impian mereka. Tiba-tiba, Daryanta menatap Alika dengan tatapan yang serius.
“Alika…,” panggilnya pelan.
Alika menoleh, terkejut melihat keseriusan di wajah Daryanta. “Ya? Kenapa?”
Daryanta menarik napas dalam-dalam, mengumpulkan keberaniannya. “Aku sudah lama mikir tentang ini. Aku rasa… perasaanku ke kamu lebih dari sekadar teman.” Ia berhenti sejenak, lalu melanjutkan, “Maukah kamu jadi pacarku?”
Jantung Alika berdebar kencang mendengar kata-kata itu. Ia terdiam sejenak, menatap Daryanta yang menunggu dengan gugup. Akhirnya, dengan senyum malu-malu, Alika mengangguk. “Iya, aku mau.”
Daryanta tersenyum lega, dan tanpa sadar mereka saling menggenggam tangan, menikmati momen kebahagiaan sederhana itu. Mereka tertawa kecil, merasa sedikit kikuk, tapi juga penuh rasa bahagia yang tak terbendung.
“Jadi, mulai sekarang kita resmi pacaran, ya?” Daryanta memastikan dengan senyum lebar.
Alika tertawa kecil. “Iya, tapi… jangan kasih tahu orang tua dulu, ya?”
Daryanta mengangguk setuju. “Ya, kita simpan ini untuk sementara waktu. Aku juga nggak mau mereka tahu terlalu cepat. Biar ini jadi rahasia kita berdua.”
Dengan kesepakatan itu, mereka sepakat menjalani hubungan mereka secara diam-diam. Meski begitu, ada kebahagiaan tersendiri dalam menyembunyikan perasaan mereka dari orang-orang sekitar. Mereka menikmati setiap momen kecil saat harus menahan diri agar tidak terlihat terlalu dekat di depan orang tua dan teman-teman, menciptakan kenangan-kenangan manis yang hanya mereka berdua yang tahu.
Di taman kampus itu, dengan janji rahasia mereka, hubungan Alika dan Daryanta resmi dimulai sebuah cinta pertama yang tumbuh perlahan, di tengah kehangatan persahabatan dan kenangan masa kecil yang kini menjelma menjadi perasaan yang lebih dalam.
Di hari-hari setelah resmi berpacaran, Alika dan Daryanta semakin akrab menyimpan rahasia kecil mereka dari orang tua masing-masing. Meskipun mereka menikmati momen-momen berdua tanpa diketahui siapa pun, sesekali muncul kekhawatiran soal rencana perjodohan yang mungkin masih tersimpan dalam benak keluarga mereka.
Suatu sore, saat duduk di bangku taman kampus seperti biasanya, Alika mulai membahas rencana mereka ke depan. Ia menatap Daryanta dengan senyum penuh arti.
“Tan, kalau nanti orang tua kita bahas lagi soal perjodohan, gimana kalau kita… prank mereka?” tanya Alika sambil menyengir.
Daryanta menaikkan alisnya, bingung namun penasaran. “Maksudmu gimana?”
Alika tertawa kecil sebelum menjelaskan. “Ya, kalau mereka ajak kita ngobrol soal jodoh-jodohan, kita pura-pura nolak. Kita bilang nggak mau dijodohin. Tapi… nanti setelah mereka sedikit bingung, kita ungkap semuanya dan bilang kalau sebenarnya kita udah jadian.”
Daryanta tersenyum lebar mendengar ide itu. “Wah, seru juga ya! Kasihan sih orang tua kita, tapi bakal jadi kejutan yang seru juga buat mereka.”
Mereka berdua tertawa, membayangkan reaksi orang tua masing-masing yang mungkin bingung sekaligus terkejut. Daryanta kemudian menambahkan, “Jadi kita sepakat buat bikin ‘drama’ kecil-kecilan dulu, baru nanti di akhir kita kasih tahu yang sebenarnya?”
Alika mengangguk antusias. “Iya! Aku rasa mereka bakal senang banget kalau tahu kita akhirnya dekat. Lagipula, mereka nggak akan pernah menyangka kalau kita udah jadian duluan.”
Sejak saat itu, mereka menjalani hubungan dengan lebih santai namun tetap hati-hati agar tidak ketahuan. Mereka sepakat akan menjalankan rencana ‘prank’ mereka saat momen yang tepat tiba, dan saat itu, mereka akan mengungkapkan semuanya. Di tengah tawa dan kekompakan kecil mereka, Alika dan Daryanta menikmati rahasia manis ini sambil mempersiapkan ‘kejut’ bagi keluarga mereka sebuah kejutan yang akan mengubah persahabatan masa kecil mereka menjadi hubungan cinta yang diakui oleh semua.
KAMU SEDANG MEMBACA
DARYANTA (END)
Teen FictionAlika Ismadina yang selalu ada di sisinya sejak mereka tumbuh bersama di lingkungan yang sama. Keduanya memiliki ikatan persahabatan yang kuat, meskipun karakter mereka berbeda. Daryantara, yang lebih tenang dan bijaksana, sering kali menjadi pelind...