10. Dongkol

9 1 0
                                    

Mita yang masih setengah termenung di sudut tempat tidur melirik Harapan. "Meoow?” (Puas apaan, sih? Gue bingung) jawab Mita berpura-pura tidak mengerti.

Harapan mengangkat alis, menatapnya skeptis. "Bingung kenapa?"

Mita masih enggan menatap Harapan, tampak acuh tak acuh, tapi akhirnya menyerah. Dia menghela napas panjang, lalu menoleh pada Harapan dengan wajah lesu. "Meow meow,” (Gue gak ngerti, kenapa gue harus telanjang waktu berubah jadi manusia? Dan lo gak kasih gue heads up sama sekali! Kapan gue berubah, berapa lama, gue gak tahu apa-apa. Lo keterlaluan) keluh Mita, merasa malu mengingat kejadian sebelumnya dengan Gaara.

Harapan terkekeh, jelas tidak merasa bersalah sedikit pun. "Yah, itu bagian dari kejutan gue buat lo. Transformasi yang gak bisa lo kontrol sendiri. Tapi, tenang aja. Dengan waktu, lo bakal terbiasa."

"Meow?” (Terbiasa?) Mita mendengus kesal lalu mengusap wajahnya dengan kasar. "Meow meow.” (Lo gak ngerti apa yang gue omongin, Njing! Maksud gue, lo bisa ‘kan kasih gue baju saat gue berubah? Jangan sampe gue telanjang bulet kek ODGJ.) Mita menatap Harapan dengan frustrasi.

Harapan mengangkat bahu santai, seolah tidak peduli. "Yah, kalo lo mau, lo bisa pake permintaan terakhir lo."

Mita semakin dongkol. "Meow!” (Si anying! Lo ngajak gue ribut?)

Harapan menarik napas panjang, kali ini menatap Mita dengan tatapan serius. "Dengerin baik-baik, Mit. Gue bukan Tuhan yang bisa ngabulin semua keinginan lo. Permintaan yang bisa gue kabulin itu cuma tiga, dan itu aturan yang gak bisa diubah.”

"Gue bikin lo jadi kucing supaya lo gak terlalu menarik perhatian, dan gue kasih kemampuan berubah jadi manusia tiap malam, biar lo bisa berinteraksi sama Gaara lo. Paham sampe sini?"

Mita masih menatap Harapan dengan tatapan tidak percaya. "Meow?” (Tapi kenapa lo enggak bilang soal detailnya dari awal?) tanya Mita, frustrasi.

Harapan terkekeh lagi, seolah semua masalah Mita hanyalah lelucon baginya. "Kalo gue bilang, namanya bukan kejutan, dong." Dia bangkit dari duduk, menyandarkan tubuhnya di pintu, memasukkan kedua tangan ke dalam saku celananya.

Mita mendengus keras. "Meow?” (Kata lo, sisa satu permintaan lagi, kan? Terus gue harus pake permintaan terakhir buat hal sesimpel baju? Gak masuk akal!)

Harapan hanya menatapnya datar. "Ya, terserah lo, pilihan lo."

Mita merosot ke bawah, kepalanya menunduk lemas. "Meow?” (Kenapa hidup gue jadi serumit ini?)

Melihat Mita yang tampak frustasi, Harapan akhirnya mendekat. Dia jongkok di hadapannya, menatap mata Mita yang penuh kebingungan. "Jadi gimana? Lo mau balik aja?”

Mita menatap Harapan yang tersenyum manis kepadanya. Dia membalas senyuman itu dengan terpaksa. Akan tetapi, tiba-tiba rasa jijik menghampirinya, membuat Mita jengkel. Dia yang tak kuasa menahan amarah langsung melompat dan menendang wajah Harapan berkali-kali, gerakannya gesit seperti pendekar dalam film Kungfu Hustle. 

Harapan terjungkal ke belakang, berguling-guling dengan dramatis. Di tengah kekacauan itu, terdengar suara mirip pembawa acara tinju yang berseru, "K.O! Mitaaaa, menang!" Mita kemudian berdiri tegak, mengangkat kedua kaki depannya dengan angkuh, seolah merayakan kemenangan telak atas Harapan.

Lantas terdengar suara rintihan dari Harapan. Dia meringkuk sambil memegangi sebelah wajahnya dengan riak muka meringis kesakitan. Mita yang merasa muak pun kembali duduk dengan mimik wajah jijik. “Meow meow!” (Enggak usah lebay. Dasar tukang drama! Jijik gue lama-lama!) hardiknya enggan menoleh pada Harapan.

Tak lama kemudian, Gaara muncul. Tanpa sengaja, dia menginjak tangan Harapan yang tak kasat mata. Harapan langsung menggelepar-gelepar kesakitan, tak mampu melakukan apa pun. Mita, yang menyaksikan kejadian itu, tertawa terbahak-bahak, merasa puas melihat makhluk iseng tersebut menderita. “Sukurin! Makannya jadi orang itu jangan iseng!” batinnya.

Kutukan Malam Gaara (Tamat) ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang