“Of course! Gaara udah tahu sejak pertemuan pertama kalian. Apa lo enggak sadar?” Harapan balik bertanya, keheranan. Mita hanya menggeleng dengan tatapan kosong, setengah melamun karena terkejut.
Alis Harapan bertaut, tak paham dengan maksud Mita. Tapi, dia langsung tertawa terbahak-bahak kala bersitatap dengan sorot mata polos Mita. “Yah, kalo lo, itu masuk akal, sih,” celetuknya di antara tawa yang meledak.
Merasa tersinggung oleh ucapan Harapan yang terkesan meremehkan, Mita memandangnya tajam. “Sialan, nih, si cunguk eksim,” gerutunya dalam hati, kesal dengan sikap Harapan yang menyebalkan.
“Meow meow!” (Ini semua gara-gara lo. Gue jadi kelihatan bege, bloon. Harusnya lo kasih gue skill bahasa Jepang biar gue bisa jelasin sendiri kondisi gue ke Gaara. Biar dia enggak perlu bertindak sejauh itu!) keluh Mita, nyerocos mengomentari kecerobohan Harapan. “Meow.” (Gara-gara lo, gue sama Gaara jadi enggak bisa ngobrol nyambung. Kayak domba ngobrol sama bebek, enggak akan pernah ngerti satu sama lain.)
“Maksud lo, lo bebeknya? Lalu si Gaara, dombanya? Atau gimana? Eh … kebalik, ya?” tanya Harapan yang malah fokus pada hal yang tidak penting.
"Meow meow,” (Dasar tolol! Terserah lo, deh! Gue capek ngomong sama lo, enggak ada manfaatnya. Yang ada, gue malah depresi, umur gue berkurang sepuluh tahun,) gerutu Mita yang sudah muak, lalu beranjak menjauh dari Harapan.
"Iya, gue ngerti, Mit. Gue cuma becanda tadi, jangan marah gitu dong. Lo, kan, udah tahu gue kayak gimana," ujar Harapan sambil mengekor Mita, yang tampaknya sudah malas meladeninya. "Lagian, gue enggak bisa kasih lo skill bahasa Jepang. Lo kira ini isekai kek di novel-novel yang lo baca, apa? Ada sistemnya gitu? Lo nyata, Mita. Lo real, bukan tokoh fiksi. Lo enggak bisa beli skill gitu aja kayak di game online."
“Please, jangan marah, Mita. Gue janji, enggak bakal bertingkah nyebelin lagi. Yuk, kita ngobrol lagi, yuk!” pinta Harapan memelas, meski senyum jahilnya tetap tak hilang dari wajah.
“Meow!” (Ogah!) Mita menjawab tegas, seraya melanjutkan langkahnya tanpa memedulikannya sedikit pun.
Harapan tak menyerah, suaranya masih memelas. “Please, jangan marah lagi, dong.”
Mita mendengus, tak berhenti berjalan. “Meow,” (Suka-suka gue lah. Ini hidup-hidup gue, terserah gue mau gimana,) balasnya tanpa menoleh.
“Mita, please .…” Harapan terus mencoba. Di otaknya, dia berpikir cepat, mencari cara agar Mita tidak mengabaikannya, supaya dia bisa terus menggoda dan bermain-main dengannya. “Gini aja, deh. Gue ajarin lo bahasa Jepang, supaya lo bisa ngobrol sama Gaara. Gimana?”
Langkah Mita seketika berhenti. Dia menoleh, menatap Harapan skeptis, menyipit curiga, seolah mencoba memastikan apakah pria itu serius atau hanya sedang menggodanya lagi. “Bener, nih? Serius?” tanyanya setengah tak percaya.
Harapan langsung mengangguk-angguk dengan ekspresif, wajahnya kembali ceria seperti anak kecil yang baru saja diberi permen. “Iya, serius banget! Gue ajarin beneran, kok,” ucapnya penuh antusias, berharap tawarannya akan berhasil.
Mita menatapnya sejenak, mencoba menilai keseriusan Harapan. Meski hatinya masih diliputi rasa jengkel, tawaran itu terlalu menggoda untuk dilewatkan. Terutama jika itu bisa membantunya berkomunikasi lebih baik dengan Gaara.
“Meow.” (Oke, gue pikir-pikir dulu), gumam Mita setengah hati, sambil kembali melanjutkan langkahnya. Harapan tersenyum lebar, merasa sedikit berhasil, meski Mita belum sepenuhnya luluh.
“Kita jalan-jalan, yuk! Gue lagi bored.” Harapan berjalan bersisian dengan Mita. Dia senang karena berhasil membujuk gadis merajuk tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kutukan Malam Gaara (Tamat) ✔️
Fanfiction"Aku tidak bermaksud menakutimu. Maaf." Gaara dengan lembut menghapus air mata di wajah Mita, menciptakan sentuhan hangat yang menenangkan. Mita-seorang penggemar berat Gaara dari Naruto-menangis semalaman setelah menonton episode di mana Gaara kemb...