Sushi dan sashimi tersaji rapi di atas meja. Warna-warni ikan segar dan sayuran berpadu dalam piring, menciptakan tampilan yang menggugah selera. Gaara menatap puas hasil karyanya.
"Selamat makan!" seru Mita penuh semangat, matanya berbinar menyapu meja yang dipenuhi hidangan.
Gaara tersenyum simpul. "Selamat makan!"
Mereka menikmati makan malam dengan penuh khidmat. Setiap suapan membawa kebahagiaan tersendiri bagi Mita. Di dunia asalnya, makanan seperti ini cukup mahal, sehingga dia hanya bisa menikmatinya ketika memiliki uang lebih.
Kini, senyum bahagia merekah di wajahnya, menikmati makanan kesukaannya tanpa batas. Gaara yang memperhatikan Mita turut merasa senang melihat senyumnya yang begitu cerah.
"Gaara, ini benar-benar enak! Terima kasih," puji Mita sambil mengambil sepotong sashimi. "Sushi dan sashimi adalah favoritku."
"Senang mendengarnya," jawab Gaara, merasa puas.
Setelah beberapa saat berbincang, Gaara teringat sesuatu yang ingin ditanyakannya. Dia meletakkan sumpitnya, lalu bertanya, "Bolehkah aku menanyakan sesuatu?"
"Apa itu?" Mita tersenyum, menatap Gaara penasaran.
"Tentang tempat asalmu."
Mita menurunkan sumpitnya dan menatap jauh ke luar jendela, seolah mencari ingatan yang tersembunyi di balik langit malam. "Di tempat asalku, aku tinggal di kota besar yang ramai dan penuh kemacetan. Aku biasanya menghabiskan waktu dengan mengerjakan tugas, menonton anime, atau membaca komik," ujarnya, tersenyum lebar mengingat rutinitas membosankannya.
"Menonton anime? Membaca komik?" Gaara mengernyit penasaran.
"Ya, bisa dibilang itu hobiku," lanjut Mita sambil tersenyum tipis. Kenangan akan aktivitas berulang-ulang yang sederhana, namun tidak sepenuhnya buruk, membuatnya terdiam sejenak. "Memang tidak terlalu istimewa, tapi aku bersyukur bisa bersekolah di tempat yang aku inginkan dan bertemu teman-teman satu frekuensi." Mita menghela napas panjang. "Kurasa, aku sedikit merindukan kehidupan sederhana dan membosankan itu."
Gaara tertegun mendengarkan cerita Mita akan tempat asalnya. Malam semakin larut, tetapi percakapan mereka mengalir dengan lancar. Dalam kehangatan makan malam yang sederhana ini, mereka menemukan kenyamanan satu sama lain, membangun ikatan yang lebih kuat dan saling mengenal lebih dalam satu sama lain.
***
Pagi itu, Mita yang biasanya ceria tampak murung. Dia juga menolak untuk menemani Gaara beraktivitas, membuat lelaki itu tak punya pilihan selain menghormati keinginannya.
Di kantor Kazekage, pikiran Gaara masih terusik oleh kemurungan kucing hitamnya. Dia hanya bisa berharap, saat pulang nanti, suasana hati Mita akan kembali seperti semula-ceria dan penuh semangat.
"Kau baik-baik saja? Kau kelihatan lelah," tanya Kankuro, bosan mendengar helaan napas Gaara yang berulang.
"Aku baik-baik saja," jawab Gaara singkat, berusaha kembali fokus pada tumpukan dokumen di mejanya. Namun, pikirannya sulit dikendalikan. Dia benar-benar bingung, ada apa dengan Mita? Mengapa dia mendadak murung? Padahal, saat makan malam kemarin, suasana hatinya terlihat baik-baik saja.
Gaara sungguh penasaran dengan penyebab kemurungan Mita. Sebenarnya, dia ingin meminta pendapat Kankuro, tetapi gengsinya menahan-tak ingin rahasianya terungkap. Namun, dalam situasi seperti ini, dia merasa terdesak dan tak punya pilihan lain. Satu-satunya orang yang bisa diajaknya berdiskusi hanyalah Kankuro-kakaknya sendiri. Gaara mengepalkan tangan, berusaha mengumpulkan keberanian untuk menanyakan pendapat Kankuro tentang masalah ini.
"Begini ...." Gaara buka suara, membuat Kankuro menoleh bingung, menangkap keraguan di wajahnya. Gaara pun menguatkan tekad, menatap Kankuro langsung. "Apa yang membuat seseorang tiba-tiba berubah murung?" tanyanya serius.
Kankuro mengerjap beberapa kali, terkejut dengan pertanyaan acak dari Gaara. Dia menatap adiknya dengan bingung, tak sepenuhnya memahami alasan di balik pertanyaan tersebut. Namun, sebuah spekulasi muncul di benaknya-mungkinkah Gaara sedang mencari cara untuk berbaikan dengan pacarnya setelah bertengkar? Senyum jahil muncul di wajah Kankuro, merasa situasi ini sedikit menggelikan.
"Apakah kau bertengkar dengan pacarmu dan sekarang meminta saranku untuk berbaikan dengannya?" tanya Kankuro jahil, membuat Gaara mendengus kesal.
Ekspresi wajah Gaara seketika mengeras, sebal. "Lupakan saja. Anggap saja kau tidak pernah mendengarnya," sahutnya sambil memalingkan wajah, jengkel melihat seringai di wajah Kankuro. Sungguh, bertanya pada kakaknya hanya buang-buang waktu. Dia menyesali keputusannya.
"Memangnya kenapa?" balas Kankuro, tampak sedikit kecewa. "Kau bisa mengandalkanku. Aku cukup memahami perempuan."
Gaara menyeringai mengejek. Sungguh dia ingin tertawa terbahak-bahak mendengar ucapan Kankuro. "Memangnya kau pernah berpacaran? Menggandeng tangan wanita saja belum pernah," sinisnya.
Kankuro terdiam, tersentak dengan cemoohan tajam dari adiknya. Harga dirinya terluka, dia berusaha mempertahankan wajahnya. "Mm-memangnya, apa masalahnya kalau aku belum pernah berpacaran? Setidaknya, aku lebih berpengalaman darimu!"
"Pengalaman? Terserahlah." Gaara terkekeh geli, tidak bisa menahan tawa. Kankuro benar-benar tidak tahu diri-bagaimana bisa dia bicara tentang pengalaman dengan begitu percaya diri? Sementara itu, Kankuro tampak jengkel mendengar cemoohan Gaara yang meremehkannya.
"Cih! Aku tidak mau membantumu. Kau benar-benar menjengkelkan," sahut Kankuro kesal, sambil melipat tangannya di dada.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kutukan Malam Gaara (Tamat) ✔️
Fanfiction"Aku tidak bermaksud menakutimu. Maaf." Gaara dengan lembut menghapus air mata di wajah Mita, menciptakan sentuhan hangat yang menenangkan. Mita-seorang penggemar berat Gaara dari Naruto-menangis semalaman setelah menonton episode di mana Gaara kemb...