19. Jengkel

3 0 0
                                    

Shinki hendak kembali ke kamarnya setelah mengambil air minum, tetapi terkejut kala mendengar suara kekehan wanita dari dalam kamar Gaara. Dengan rasa waspada dan cemas, dia menerobos masuk ke ruangan pribadi sang ayah. Betapa terkejutnya dia mendapati Gaara duduk berduaan dengan seorang wanita asing di tempat tidur.

Perempuan itu menggunakan selimut yang sama dan mengenakan kemeja milik Gaara. Shinki yang tidak mengerti situasi tersebut merasa kebingungan, antara ingin mempertanyakan apa yang terjadi dan rasa tidak enak melihat adegan itu.

Gaara sengaja tidak menyembunyikan rasa tersinggungnya atas sikap Shinki yang dianggap tidak sopan. Namun, ekspresi keras itu perlahan melunak saat Mita menggenggam tangannya, lalu tersenyum manis padanya.

“Ohayō, Shinki,” sapa Mita dengan malu-malu, merasa canggung karena ini adalah pertama kalinya dia bertatap muka dengan Shinki dalam wujud manusia. Ditambah lagi, keadaannya bersama Gaara yang dirasa kurang pantas membuat situasinya terasa tidak etis. Beruntung, Mita sudah mengenakan pakaian Gaara setelah aktivitas malam mereka selesai.

Shinki tertegun. Sapaan Mita membuatnya bingung. Bukankah ini masih malam? Dia menoleh ke jendela besar yang tirainya sedikit tersingkap, membiarkan cahaya bulan masuk. Melihat cahaya itu, dia yakin tidak salah; ini masih malam. Namun, melihat sorot tajam ayahnya yang seolah memberikan peringatan, Shinki pun membungkuk dengan sopan. “Ohayō, ojisan.”

Mita yang kagum pada kesopanan Shinki, menoleh dengan senyuman lebar kepada Gaara, tetapi pria itu hanya membalas dengan senyuman tipis. Gaara membelai kepala Mita dengan penuh kasih sayang, membuat Shinki tertegun, karena ini adalah kali pertamanya melihat sisi lembut ayahnya.

“Arigatou, Shinki,” balas Mita dengan senyuman ramah, mengalihkan perhatian Shinki dan membuat remaja itu mengangguk dengan canggung. Shinki lantas pamit undur diri, enggan mengonfrontasi ayahnya dan memicu kemarahan. Meskipun situasi itu terasa agak aneh, dia memutuskan untuk mencari cara untuk mengetahuinya di lain waktu.

***

Gaara menatap Mita, yang tertidur dengan tenang di pangkuannya. Bibirnya bergerak pelan, hampir tanpa suara, seiring pikirannya yang merangkai pertanyaan-pertanyaan yang tak pernah dia suarakan. "Siapa sebenarnya kau? Apa Dewa yang mengirimmu untukku? Rasanya aneh ... biasanya, Dia hanya memberi kesulitan, bukan hadiah,” gumamnya sinis, sedikit tersenyum tipis.

Mendadak, ketukan pintu menginterupsi dan mengalihkan perhatian Gaara. Tanpa menunggu jawaban, empat shinobi dan dua sesepuh desa langsung masuk. Gaara menatap mereka dengan ekspresi tenang yang khas. “Ada apa?” tanyanya, menatap mereka datar.

“Selamat pagi, Tuan Kazekage.” Kazuki, salah satu shinobi, membuka percakapan mewakili yang lain.

Gaara menghela napas malas. “Ya, selamat pagi. Ada perlu apa kalian kemari?” ucapnya malas, sementara jemarinya kembali bergerak lembut mengelus bulu Mita, seolah tak terpengaruh oleh kehadiran mereka.

Sesepuh bertubuh pendek berbicara pertama, dengan suara lugas, “Kami menerima laporan bahwa Tuan Kazekage memiliki kekasih.”

Gaara menatap mereka dengan sorot mata acuh tak acuh, tidak tertarik. “Lalu?” ucapnya singkat, tanpa keinginan memperpanjang percakapan.

Sesepuh kedua, yang bertubuh lebih jangkung, melanjutkan dengan lebih tegas, “Semalam beberapa shinobi melihat wanita tersebut berada di kamar, Tuan Kazekage.”

Sesepuh pertama menambahkan, “Benar, wanita itu terlihat berdiri di dekat jendela. Namun, tidak ada yang berani mendekat karena peringatan Tuan Kazekage, sehingga tak seorang pun dapat melihat wajahnya dengan jelas.”

Gaara masih tampak tak acuh, tidak memberikan reaksi lebih dari yang diperlukan. Dia menatap mereka intens. “Jangan bertele-tele. Apa yang ingin kalian katakan?”

Sesepuh pertama berbicara lagi, “Kami ingin tahu, siapa wanita itu dan darimana asalnya.” Tatapan mereka tetap intens, meskipun Gaara tampak terganggu.

Gaara menghela napas panjang, lalu menatap mereka bergantian. “Siapa? Bukankah kalian sedang melakukan penyelidikan mandiri? Lalu, kenapa bertanya padaku?” tanyanya dengan jelas memperlihatkan ketidaksukaannya.

Keempat shinobi yang mengikuti sesepuh itu menunduk dengan canggung. Mereka tahu posisi mereka sulit, terjebak antara perintah para sesepuh dan rasa bersalah karena mengusik privasi Kazekage. Terlebih lagi, mereka gagal, karena wanita misterius itu seolah menghilang tanpa jejak, seperti larut menjadi pasir di udara.

Sesepuh kedua, yang tampak lebih percaya diri, akhirnya berkata, “Kami tidak berniat mencampuri urusan pribadi Tuan Kazekage. Kami hanya ingin menyampaikan, jika Anda sudah merasa cocok dengan wanita itu, nikahilah. Kami tidak akan mempermasalahkan asal-usulnya.”

Gaara tersenyum tipis, merasa lucu dengan kontradiksi dalam perkataan sesepuh itu. “Tidak ikut campur?” Dia terkekeh. “Baiklah. Aku akan mengurus masalah pribadiku sendiri. Aku tak perlu mengkonfirmasi apa pun, karena kalian tidak berniat mencampuri urusan pribadiku, hmm?”

Kedua sesepuh itu tampak sedikit gelisah namun tak bisa membalas. Setelah sejenak hening, mereka mengangguk dan segera meninggalkan ruangan, merasa tak mendapatkan apa yang mereka inginkan.

Kutukan Malam Gaara (Tamat) ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang