"Who, Lalisa?" Tanya Jennie ketika melihat Lalisa memeriksa ponselnya karena ponsel miliknya terus menerus berbunyi mendapatkan notif pesan masuk.
Lalisa menggelengkan kepalanya. "Bukan, siapa-siapa, sayang." Jawabnya.
Panggilan sayang itu membuat pipi Jennie memerah, dia mengulum senyumannya sendiri. "Apa, Lalisa? Kau, memanggilku.. apa?" Dia berdeham di akhir meminta Lalisa mengulang kalimatnya itu.
"Tidak ada pengulangan." Goda Lalisa terkekeh dan mencubit pipi mandu Jennie sebelum dia menyuapi lagi buah jeruk ke dalam mulut Jennie dan Jennie mengunyahnya sambil cemberut, menekuk wajah serta bibirnya.
"Serius, kamu baru saja memanggilku, apa?" Rengeknya meminta jawaban dari Lalisa.
Lalisa tertawa, dia menggigit bibir bawahnya sendiri, merasakan gemas pada sikap Jennie, di balik sikap Psycopath yang Jennie miliki, dia ternyata hanya seorang wanita menggemaskan yang sedang mencari perhatian dari wanita yang ia sukai itu, sweet but psycho. Kira-kira begitulah kata-kata yang tepat untuk menggambarkan karakter Jennie. "Sayang, apa kau puas?"
Jennie menaikan satu alisnya, dia berdecih malu-malu lalu menepuk dada Lalisa. "Ya, aku puas, sayangku." Kekehnya sendiri.
Lalisa terbahak geli, melihat reaksi Jennie yang terlihat salah tingkah. Sedang asik tertawa, pintu kamar Jennie terbuka, memperlihatkan Jisoo yang baru saja memasuki kamar Jennie. "Sepertinya, sudah jauh lebih baik, huh?" Sarkasnya melihat keduanya yang sedang tertawa.
Jennie menganggukan kepalanya. "Tentu saja, ini berkat Lalisa sayangku." Dia terus mengulang panggilan sayangnya untuk Lalisa, dan sekarang, wajah Lalisalah yang merah, sepertinya, dia tidak menyangka bahwa Jennie berani memanggilnya seperti itu di depan kakak kandungnya.
Jisoo terbelalak. "Omo! Sudah sayang-sayangan saja."
Dan, Lalisa menggosok leher belakangnya. "Sudah, sudah cukup membahas ini." Katanya malu-malu.
Kali ini, Jennie hanya terkekeh sambil memutar kedua bola matanya.
Jisoo mengangguk-anggukan kepalanya sambil tertawa kecil. "Baiklah, Lalisa.. boleh kita bicara berdua, sebentar?"
Lalisa mengangguk, sementara Jennie langsung merubah raut wajahnya menjadi datar, sisi psycho nya seolah muncul secara tiba-tiba jika ada suatu hal yang mungkin tidak dia sukai. "Kenapa harus berdua?" Tanya Jennie dingin.
Jisoo hendak membuka mulutnya, namun, Lalisa menahannya, dia menunjukan satu telapak tangannya pada Jisoo, memberi isyarat agar Jisoo berhenti, dia hanya tidak ingin ada keributan di rumah sakit. "Jisoo-yaa, tunggu aku di luar, aku akan bicara dengan Jennie dahulu."
Mendengar perkataan itu, Jisoo menganggukan kepalanya, bertanda bahwa dia setuju, diapun keluar meninggalkan kamar Jennie.
Lalisa menoleh ke arah Jennie setelahnya, dia tengah duduk di atas ranjang pasiennya, mengetahui perubahan raut wajah Jennie, Lalisa segera mengelus bahu Jennie, membawa kepalanya ke pelukannya, Jennie merasa nyaman, dia memejamkan kedua matanya saat bersandar di bagian perut Lalisa. Iapun mengelus lembut bagian punggung Jennie. "Honey, kontrol emosimu, oke? Mungkin Jisoo hanya tidak ingin membebani pikiranmu untuk sekarang, maka dari itu dia meminta untuk bicara berdua bersamanya, jangan khawatir, aku yakin ini bukan suatu hal yang begitu penting." Bisik Lalisa lembut sambil mengecup pucuk kepala Jennie.
Jennie menarik napasnya, dia mendongak menatap Lalisa. "Cium seluruh wajahku dahulu, baru aku akan memberimu izin."
Lalisa berdecih, sekarang, dia yang di buat salah tingkah oleh Jennie, kedua pasangan itu sungguh terlihat bahwa keduanya tengah memiliki perasaan yang sedang di mabuk kepayang. "Gosh, berhenti bersikap manis seperti ini." Gerutu Lalisa, namun, dia tetap mencondongkan tubuhnya, mengecup mulai dari dahi Jennie, kedua mata Jennie, kedua pipi Jennie, hidung Jennie, dan sekarang dia menarik tengkuk leher Jennie saat mendaratkan bibirnya di atas bibir Jennie.