"Ms. Manoban! Bisa jelaskan, mengapa anda bisa berada disini?"
"Jadi, berita itu benar? Kau terlihat mengantar seseorang ke rumah sakit ini, kemarin?"
Lalisa mendengus sebal, alih-alih bisa mengikuti Jennie yang sedang dalam posisi marah, dia justru di hadapkan dengan banyaknya wartawan yang ternyata sudah menunggunya di lobby rumah sakit. "Maaf, maaf. Aku tidak bisa menjelaskan banyak hal sekarang, aku memiliki sedikit urusan." Ucapnya sambil berusaha berjinjit, meninggikan kepalanya agar bisa melihat Jennie, ternyata yang sudah berada di depan pintu masuk rumah sakit, sekarang, dia terlihat sedang memberhentikan taksi, Lalisa hendak menerobos kerumunan itu, namun, tubuhnya benar-benar di tahan, mereka terus mendesak Lalisa.
Jisoo bahkan berada cukup jauh dari jangkuannya karena ia tertutup dengan para wartawan yang sedang memepet tubuh Lalisa, Lalisa menengok ke belakang, berusaha mencari Jisoo, dia mencoba memberi isyarat kepada Jisoo untuk mengejar Jennie sendiri, dan Jisoo menganggukan kepalanya mengerti, ia akhirnya meninggalkan Lalisa, dia juga bersusah payah melewati.para wartawan itu karena lobby rumah sakit benar-benar terlihat penuh sekarang.
Tetapi, Jisoo terlambat, bahkan para perawat juga tidak dapat mencegah kepergian Jennie, ia sudah menaiki taksinya, dan Jisoo segera berlari menuju parkiran untuk mengambil mobil miliknya.
"Ms. Manoban, kami mohon, berikan kami penjelasan!"
"Kau mengatakan, bahwa kau hiatus karena akan membuat lagu baru, apakah itu semua hanya alasan untuk menutupi hubunganmu bersama wanita yang berada di gendonganmu, kemarin?" Pertanyaan terus bertubi-tubi, Lalisa akhirnya mengeluarkan ponselnya.
"Jemput aku di Rumah sakit Asan, Seul!" Tidak ada yang bisa ia lakukan selain menghubungi Kang Seulgi, meminta bantuan padanya.
"Tolong, beri aku jarak, ini di rumah sakit, kalian tidak boleh mengganggu area rumah sakit." Bisik Lalisa mencoba menenangkan mereka, tetapi, mereka tidak dapat mendengarkannya, kedua mata Lalisa juga mengedar. "Dimana para security berjaga?" Ia menggerutu sendiri sambil mendengus, setelah itu dia berjalan ke sisi lobby karena ia merasa bahwa keberadaan mereka sudah menghalangi para pengunjung rumah sakit, dan selama Lalisa menunggu jemputan Seulgi, para wartawan masih mendesaknya.
Sementara di sisi Jennie....
Wanita itu terlihat sudah menggebu-gebu, bahkan punggung tangannya berdarah akibat dia mencabut paksa jarum infus nya, tetapi, dia sama sekali tidak merasa apapun, hanya meliriknya sekilas dan mencoba menarik tissue yang di sediakan di tengah-tengah mobil, lalu mengelap darah itu menggunakan tissue nya, setelah memakan waktu kurang lebih empat puluh menit.
Jennie akhirnya tiba di mansion nya, dia merogoh saku baju piyama rumah sakitnya, namun, dia tidak menemukan dompet maupun selembar uang yang berada di dalam saku, dia berdecak sebal, supir taksi sudah menunggu untuk membayar dan ia juga menoleh ke belakang. "Serius, rumah sebesar ini, tidak bisa membayar?" Sarkasnya tajam.
Jennie mendelik tajam, dia terpaksa membuka arloji chanel première di pergelangan tangannya seharga tujuh belas USD dan memberikannya kepada supir itu. "Nona, tapi...,"
"Masih kurang?" Kata Jennie hendak melepaskan sandal santainya yang juga bermerk chanel tersebut, namun, supir taksi segera menggeleng.
"Tidak, Nona! Terima kasih, ini malah lebih." Jennie tidak menyahuti supir itu lagi lalu tetap memakai sandalnya dan keluar dari taksi begitu saja, dengan raut wajah yang terlihat kesal, dia menekan finger print di sisi gerbangnya, dan gerbang otomatis itu langsung terbuka.
"Selamat siang Agashhi." Jennie bahkan tidak menjawab sapaan security mansion nya itu, tiga maid yang sedang mengurus bagian hamalan depan juga menyapa Jennie, namun, Jennie menghiraukannya, hal itu membuat mereka merasa takut. "Dia terlihat sangat marah."