Bab 7 : Cukur rambut

50 11 1
                                    

"Sulit memang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Sulit memang. Jika sudah di pandang salah. Mau mati-matian bersikap baik sekalipun. Tetap saja kamu di anggap peran antagonis dalam ceritanya."
— Rafa Zefan Shabiru

***

“RAFAA!!! DENGERIN GUE NGOMONG DULU!”

Teriak seorang gadis yang sejak tadi tidak di hiraukan. Rafa sengaja menulikan telinganya dan memperbesar langkahnya upaya menghindari gadis satu ini. Namun pergerakan lelaki itu terhenti tepat di ujung koridor ketika tangan seseorang terbentang mengahalangi jalannya. Rafa kalah cepat.

“Mau lo apa si, Vee?” lelaki itu terlihat jenuh dan bosan jika terus-terusan berhadapan dengan gadis ini.

Dia adalah Xaveera yang berhasil menyusul langkah Rafa hingga berani menyelip didepan. Gadis itu tertunduk, ada rasa penyesalan terpancar dari wajahnya yang cabi itu.

“Gue minta maaf soal yang di X. sebenarnya itu gue, Raf. Gue bener-bener nggak tau kalau dia adek lo. Suerr deh ngga boong, Vee mah,” ujarnya seraya menunjukkan tepeach.

Rafa menghela nafas singkat. “Udah kan? oke, minggir,” lelaki itu mencoba menepis tubuh mini itu agar menyingkir dari hadapannya. Tapi kali ini Xaveera terlihat lebih kuat seolah hadangannya tidak bisa di tembus.

Keningnya berkerut bingung, kenapa Rafa sesantai ini? sangat di luar ekspetasi. Padahal sebelum ke sini Xaveera sudah menyiapkan mentalnya untuk dimaki oleh Rafa bahkan fisiknya juga telah mantap untuk menerima pukulan. Xaveera bersedia, karena dia memang salah. Tapi sikap Rafa malah sebaliknya membuat gadis itu bingung harus senang atau bersedih.

“Lo kok nggak marah?” tanya Xaveera heran.

Rafa tersenyum kecut. ingin sekali rasanya ia tertawa mendengar pertanyaan dari gadis itu. Tidak marah katanya? lalu bagaimana dengan ruangan BEM yang di obrak abrik hingga hancur? Dan bagaimana dengan karya memar yang Rafa ciptakan di wajah Davi pada malam itu? Apakah semuanya belum cukup jelas menggambarkan kemarahannya?

Rafa menatap Xaveera serius seraya menunjuk gadis itu dan dirinya bergantian. “”Nggak marah lo bilang? gue marah banget. Tapi gue bukan cowok yang lampiasin amarah ke cewek. Lagian gue kebaca sama kebiasaan lo yang sering bikin ulah, tapi gue nggak buta sama sisi baiknya,”

Tanpa di beritahu pun Rafa telah lebih dulu menyadari sesuatu. gelang berbandul hati yang tergeletak di atas lantai ruangan yang Rafa tau pemiliknya hanya satu orang di kampus ini sudah cukup menjadi bukti bahwa Xaveera adalah pelakunya.

Berbicara mengenai sisi baik. Xaveera memang mempunyai itu sedikit. Di balik kebebasannya dalam melakukan apapun termasuk melukai beberapa orang yang mengusik hidupnya, terdapat cela selamat yang Xaveera berikan dan Rafa tahu itu.

Lihat saja kejadian yang menimpa Hawa. Xaveera tidak sedikitpun melukai gadis itu. Dia hanya berniat memberi pelajaran atas dasar rasa cemburu. Caranya pun terbilang easy. Bom asap yang di susul air itu adalah bagian rencananya agar asap itu perlahan hilang terkena air tersebut sehingga tidak menimbulkan dampak buruk setelahnya.

ATMA Seluas SemestaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang