Bab 9 : Hansaplast

43 11 1
                                    

Hola! Update lagi nih, ramaikan yaw 🤏🏻

Hola! Update lagi nih, ramaikan yaw 🤏🏻

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Jika nanti bertemu lagi.
Inginku tetap sama seperti dulu.
Datang membawakanmu obat, walau sekedar bagian sederhananya saja."
— Aeraina Hawa Shabiru

***

"Boleh lah, tapi gue juga boleh minta sesuatu sebagai alat tukernya nggak?"

"Gue minta hansaplast, yang kemarin udah ngga bisa di pakek. Kalau boleh gue mau minta lebih. 10 yang ada gambar senyumnya kayak waktu itu."

Sebagian meja itu kinitelah dipenuhi bungkusan Hansaplast di atasnya. Hawa dengan cekatan membuka dan menggambarkan lambang senyum pada satu persatu benda mini tersebut. semua di lakukan dengan telaten olehnya.

“Sembilan..” hansaplast ke sembilan di masukkan kedalam toples berukuran kecil agar tersusun rapi.

“Buseett, banyak banget tu hansaplast. Buat apaan, Wa?” tanya Nura yang baru saja datang dari kamar mandi seusai keramas.

Gadis itu mengambil posisi duduk di sofa satunya lagi. Malam ini Nura menumpang tidur di rumah Hawa dikarenakan kedua orang tuanya masih sibuk di luar. Katanya sih urusan pekerjaan.

“Buat alat tuker,” jawab Hawa. Gadis itu masih sibuk menggambar hansaplast-hansaplast yang tersisa.

“Alat tuker?” Nura mengulang kembali kalimat itu seraya mengeringkan rambutnya menggunakan Hair Dryer.

“Biasanya alat tuker itu dalam bentuk uang atau makanan. Ini hansaplast, aneh tau nggak?”

Hawa menggedikan bahunya, tak perduli dengan alasannya apa. Yang terpenting janji itu harus di tepati. Kalau yang di minta ini, yaudah ini yang di kasih.

“Lagian ya, Wa, lo sejak dulu gue liat obses banget sama ni barang? Apa istimewanya coba?” tanya Nura.

Tangannya terjulur meletakkan Hair Dryernya di atas meja lalu meraih satu buah hansaplast dan memperhatikannya lamat. Tidak ada yang istimewa dengan benda itu. Semua tampak biasa saja di matanya.

Nura ini berteman dengan Hawa sejak kelas 5 SD. Saat itu dia merupakan anak pindahan dari sekolah lain. Hawa yang pertama kali meraih tangannya ketika Nura kecil tidak mempunyai teman. Ntah atas dasar apa Nura tidak memiliki circle dari dulu. Padahal sifat loyalitasnya sangat pantas di acungkan jempol. Orang lain saja yang buta akan hal itu.

Dari sekian banyaknya benda yang bisa di favoritkan, sahabatnya satu ini terbilang unik dengan menyukai hansaplast bahkan sering menyetoknya didalam ransel. Dulu Nura tidak mau ambil pusing. Tapi sekarang rasa penasaran itu memaksanya untuk bertanya.

“Oke udah semua.” Hawa menutup toples usai memasukkan hansaplast terakhir. meletakknya pada sisi meja.

Gadis itu menoleh pada Nura yang masih bingung mengenai alasan dirinya menyukai hansaplast hingga senyum kecil terbit dari bilah bibirnya. Tangan Hawa tergerak meraih benda yang Nura pegang.

ATMA Seluas SemestaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang