Chapter 1

1K 12 0
                                    

-01 Mei 2020-






"Hani, capek ya?"

Tak usah ditanya pun sebenarnya jawabannya sudah jelas. Kehidupan mahasiswa sangat menguras tenaga Hani Rainsa, si cewek hobi rebahan.

Di umurnya yang sudah 23 tahun, Hani baru masuk ke jenjang perkuliahan. Bukan sebab masalah finansial keluarga, melainkan masalah diri Hani sendiri.

Banyak masalah yang gadis itu timbulkan hingga membuatnya tertinggal jauh. Pada saat masuk SD, ia tertinggal 1 tahun karena takut bersekolah. Lalu harus macet 3 tahun saat di kelas 1 SMP karena tuduhan pembullyan yang membuatnya pundung dan memutuskan tidak mau bersekolah lagi. Bahkan home schooling pun tak mau,

Karena itu, tahun ini di usianya yang sudah 23 tahun, Hani baru menginjak semester dua perkuliahan.

"Segitu capeknya ya?" tanya pemuda bernama Dimas Rahardian, dia adalah sepupu Hani 4 tahun lebih muda

"Pake nanya, ya capek bangetlah. Gila!" jawabnya seraya meletakkan kepala ke atas meja. Tak lagi kuat mengangkatnya untuk melihat ke arah layar lcd.

"Tapi mending lo buruan bangun. Soalnya Pak Hasan ngelirik ke sini, Han!" tegur Dimas menyenggoli lengan Hani agar segera bangun.

Masa bodoh. Hani sudah tidak kuat lagi untuk mengikuti mata kuliah terakhir hari ini. Kemarin ia tak tidur malam karena mengerjakan tugas Dosen killer yang saat ini tengah mengajar di depan.

Hasan Reynaldi, Dosen yang terkenal disiplin dan teliti itu sudah menguras tenaga Hani dengan tugas yang tak ada habisnya. Sebelum kelas dimulai, harus mencari materi dulu, setelah selesai kelas masih harus mengerjakan tugas rumit lagi. Hani lelah.

Tapi, apa kuasa mahasiswi receh sepertinya? Baru saja ingin menutup mata dan menjelajahi alam mimpi, sebuah nama yang disebut oleh Dosen killer itu membuat Hani terjingkat.

"Hani Rainsa!"

"Ya, Pak?" kaget Hani sontak menegakkan tubuhnya lagi, tangannya terangkat ke udara.

Rupanya, Dosen itu sedang memanggil nama random dari daftar absen untuk menjawab pertanyaan. Dan sialnya, nama Hani yang kena.

"Menurut kamu orang seperti apa yang mudah diterima dalam masyarakat?" tanya Pak Hasan sedikit membuat Hani bingung. Tentu saja, gadis itu tidak memperhatikan pelajaran sama sekali.

"Psst! Beradaptasi!" bisik Dimas coba memberi kata kunci jawaban dari pertanyaan tersebut.

Beruntung Hani paham apa yang dimaksud Dimas. Ia dengan percaya diri menjawab, "Harus bisa beradaptasi."

"Benar. Tapi bukan berarti boleh menyamankan diri sampai tidur di kelas. Itu terlalu beradaptasi," tambah Pak Hasan membuat seisi kelas tertawa.

Hani hanya bisa meringis menahan malu. Ugh, menyebalkan. Ini pertama kali namanya disebut dan diminta untuk menjawab pertanyaan, biasanya tidak pernah.

Hani kira, setelah mempermalukannya ke seisi kelas, Pak Hasan akan membiarkannya kembali duduk dengan damai. Tapi ternyata salah, Dosen gingsul itu masih menahannya.

"Jangan tidur lagi. Berdiri dan tolong baca ini," pinta pria 26 tahun itu kepada Hani. Ia ganti tampilan LCD menjadi sebuah narasi yang telah ia siapkan.

Tentu Hani tak berani membantah. Meski ia malas sekali untuk bangkit dari tempatnya, tapi tak ada pilihan selain menurut. Dari pada nilainya jelek nanti.

Dengan ragu, Hani berdiri dari kursi dan mulai menatap layar LCD berisi deretan huruf yang harus Hani baca.

"Baca narasi ini dan simpulkan isinya."

Rayuan Gila Dosen DudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang