Hasan memenuhi permintaan Hani. Hingga pagi datang, Leo benar-benar tetap berada di ranjang mereka. Bocah itu bahkan saat ini berganti memeluk Hani begitu erat, membuat Hasan merasa cemburu.
'Pindahin ke karpet aja apa ya? Kan tetep di kamar,' batin Hasan memikirkan cara licik agar dirinya bisa ganti memeluk Hani.
Saat tangannya hampir menyentuh tubuh Leo untuk berniat memindahkannya, tiba-tiba Hani membuka mata, membuat Hasan segera menarik tangannya kembali.
"Jam berapa, Pak?" tanya Hani setengah sadar.
"Masih jam lima, kenapa?"
Hani kembali menjatuhkan kepalanya ke bantal dan kemudian menyelimuti dirinya, ia bahkan tidak sadar jika Leo sedang memeluknya. "Kesel banget tiap hari kebangun jam segini! Aku tuh mau tidur sampe siang, tapi nggak bisa!"
Tentu saja tidak bisa. Karena semenjak menikah dengan Hasan raganya selalu bangun jam 5 subuh setiap hari ini dan menyiapkan sarapan untuk Hasan dan Leo.
Mendengar keluhan istrinya, Hasan menjadi merasa bersalah. Ia kemudian sedikit mendekat dan memberi puk-puk pada kepala Hani.
"Nggak papa. Kamu merem aja, nanti juga ngantuk lagi."
"Nggak bisa! Ngeselin banget!" sungut Hani dengan bibir cemberut.
"Bisa. Sini saya peluk! Biasanya kamu kan kalo nggak nyium ketek saya nggak bisa tidur."
Hani sedang kesal, ditambah lelucon garing Hasan, membuatnya dua kali lipat lebih kesal. Ia melirik Hasan dengan sudut matanya, seolah memberitahu bahwa itu bukanlah hal yang lucu.
"Oke, nggak lucu. Maaf," ucap Hasan yang akhirnya menutup mulut. Walau masih saja ia mencuri pandang kepada Hani yang uring-uringan di tempatnya hingga membuat tidur Leo sedikit terganggu.
Dan sebab tak ingin membangunkan Leo terlebih dulu, Hani kemudian memutuskan untuk bangun dari tempat tidur dan masuk ke kamar mandi.
Hasan masih diam memperhatikan, dan baru saat Hani kembali dari kamar mandi dan berniat untuk keluar kamar, Hasan bertanya, "Mau ke mana?"
"Mau apel pagi."
Hasan menatap Hani dengan aneh karena ucapan wanita itu. Apel pagi?
"Ya masak sarapan lah! Pake nanya!" lanjut Hani dengan wajah yang ditekuk berjalan keluar dari kamar, meninggalkan Hasan yang malah tersenyum sendiri.
'Kalo pas marah, tetep sama ngerinya,' batin Hasan yang kemudian ikut turun dari ranjang dan masuk ke kamar mandi.
Setelah mencuci muka, Hasan lantas mencari Hani di lantai bawah dan menemukan istrinya di dapur sedang mencari sesuatu dalam kulkas.
"Cari apa, Han?"
"Cari apa aja yang bisa dimasak," balas Hani masih dengan nada kesal.
"Bulan ini memang waktunya belanja, tapi di bawah masih ada sayur, trus di freezer ada sosis sama nugget. Goreng itu aja, Leo kemarin katanya mau nugget," jelas Hasan seraya mengambil segelas air dan meminumnya.
Ah ... hampir saja Hani lupa jika ia juga harus menyiapkan sarapan untuk Hasan dan Leo. Padahal niatnya hanya untuk sarapannya sendiri. Ugh, merepotkan.
Hani mengangguk lemas dan segera mengambil bahan yang Hasan maksud. Ia lantas mulai mengupas beberapa bawang untuk membuat bumbu tumis, membuat Hasan ingin bergabung membantu.
"Butuh bantuan, Nyonya?"
Hani melirik pada Hasan yang tengah tersenyum manis. "Biasanya saya masak apa, Pak?"
"Sesuka kamu aja sih, biasanya sesuai mood."
Hani mengangguk. Karena ia tinggal sendiri, jadi memasak bukanlah hal yang sulit. Tapi, yang sulit itu hanya niatnya, karena jika di rumahnya sendiri ia masak sarapan jam 9 pagi. Tapi karena pagi ini ia benar-benar tak bisa tidur lagi, jadi terpaksa bangun saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rayuan Gila Dosen Duda
Teen Fiction21+ Dicintai ugal-ugalan oleh Dosen duda? Itulah yang dialami Hani Rainsa, Mahasiswi semester tua yang mengalami kecelakaan hingga membuatnya amnesia dan melupakan ingatannya 3 tahun ke belakang. Saat Hani bangun dari koma, dirinya dikejutkan dengan...