Chapter 11

200 7 0
                                    

Setelah Hani melihat dengan mata kepalanya sendiri semua bukti yang memperlihatkan ke-sah-an hubungannya dengan Hasan, kini wanita termenung di taman belakang rumah.

Hani sudah melihat buku nikah itu, dan terlihat... Asli. Apa Hani harus mulai menerima kenyataan jika dirinya dan Hasan memang sah menikah? Menjadi sepasang suami istri atas dasar kemauan sendiri?

Matanya hanya menatap kosong kolam renang di hadapannya tanpa merubah posisi sejak satu jam lalu. Tangan Hani perlahan menyentuh dahinya yang masih diperban, setelah membuktikan salah satu keraguan hatinya, kali ini Hani mulai penasaran dengan 'bagaimana ia bisa kecelakaan'.

Hani lantas beranjak dari sana dan menuju ke kamar untuk mencari ponselnya yang lama. Semua orang bilang jika ia kecelakaan karena menghindari sebuah motor, tapi apa iya hanya sebatas kelalaian belaka?

Ini semua karena banyaknya anime thriller yang ia tonton, membuatnya begitu curiga dengan semua kemungkinan yang terjadi.

Ia duduk di ranjang dan kemudian meraih ponselnya. Hani lantas mulai membuka galeri dan mencari foto pada tanggal 25 November, hari di mana ia kecelakaan. Namun, di sana hanya ada beberapa fotonya sedang berselfie dan video Dimas dan Beka tengah bertengkar. Tanpa sadar Hani tersenyum saat memutar video itu. Ah ... sayang sekali ia melupakan hal-hal menyenangkan seperti ini.

Setelah memastikan tak ada apapun di galeri yang bisa ia jadikan petunjuk, Hani kemudian beralih mengecek pada aplikasi chatting dan juga sama zonk.

Malah ia menemukan sesuatu menggelikan di sana. Ia melihat satu chat teratas dan ter-pin dengan nama kontak 'sayangnya aku', dan ketika Hani lihat poto profilnya, ia sontak berteriak.

"ANJIR!" Ia melempar ponselnya ke atas kasur.

Itu foto Hasan, bersama dengan Leo.

Karena tidak tahan dengan hal tersebut, Hani lalu segera merubah nama kontak Hasan menjadi 'Pak Hasan'. Hani sebenarnya juga penasaran dengan isi chat-nya dengan Hasan selama ini, tapi baru saja membuka roomchat-nya, Hani sudah malu sendiri.

Ia manja sekali, membalas Hasan dengan emot sok imut yang membuatnya bergidik ngeri. Seperti bukan dirinya saja!

Hani terlalu fokus pada apa ponselnya hingga tak menyadari jika Hasan sudah kembali dari menjemput Leo sekolah. Keduanya masuk ke dalam kamar untuk menemui Hani.

"Mama! Ayo, beli mainannya!" teriak Leo seraya berlari menuju Hani.

Hasan yang mendengar itu pun menatap Hani dan Leo tak setuju. "Beli mainan? Enggak boleh. Papa kan baru beliin kamu mainan kemarin."

Leo menatap Hasan cemberut, lalu bersandar pada Hani yang duduk di kasur. "Apaan sih, Papa. Aku kan mintanya sama Mama."

"Sama aja, nggak boleh! Mama juga masih sakit, nggak bisa keluyuran dulu, Leo," jelas Hasan seraya melepaskan cardigannya dan menggantungnya.

Leo menatap Hani dengan wajah kecewa. "Beneran, Ma?"

Waduh, Hani mana berani bilang. Nanti jika Leo tak benar-benar ia belikan mainan sekarang, nanti bocah itu tak mau lagi ia ajak kerjasama.

"Bisa! Siapa bilang nggak bisa? Papa kamu boong itu," ucap Hani mendorong Leo keluar dari sana. "Mending kamu ke kamar trus ganti baju-"

"Leo mana bisa ganti baju sendiri, Han." Hasan menatap Hani tidak senang. Pria itu seratus persen akan melarang Hani keluar rumah dulu.

"Tsk, ambil baju kamu paling keren, trus balik lagi ke sini, Leo," ucap Hani yang disambut senyuman manis Leo. Bocah kecil itu berlari senang menuju kamarnya, meninggalkan Hani dan Hasan.

Rayuan Gila Dosen DudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang