Chapter 2

537 8 0
                                    

"Bapak makin kurang ajar ya!" bentak Hani kepada Hasan kala pria itu kembali menggenggam tangannya. Ia tepis tangan Hasan dan menatap pria itu dengan bengis.

Ia sudah tidak peduli lagi dengan hukuman karena bersikap tidak sopan pada Dosen. Ia merasa dipermainkan saat ini.

"Udah, deh. Nyerah aja, saya nggak mempan di prank begini," lanjut Hani sembari jarinya bergerak menemukan titik paling sakit di kepalanya.

Dapat ia rasakan, jika dahi sebelah kirinya saat ini berbalut kain kasa. Pantas saja rasa sakitnya berpusat pada titik itu.

Melihat hal tersebut, Hasan mendekat lagi dan masih berusaha menggenggam erat tangan Hani. Namun, sedetik kemudian Hani kembali menghempaskan tangannya seraya menatap penuh curiga.

"Ini pasti akal-akalan Pak Hasan, kan?" tuduh Hani. "Udahin aja, Pak. Nggak baik bikin susah anak yatim."

"Astaga, Han. Aku nggak bohong! Kita udah nikah satu tahun lalu!" jelas Hasan yang tentu saja tak langsung dipercayai Hani. Bahkan saat pria itu memamerkan cincin di jari manis mereka pun, Hani masih tak percaya.

"Alah! Itu pasti hadiah dari chiki di kantin! Dimas pernah dapet persis kayak gitu." eyel Hani menatap Hasan dengan galak.

"Saya kemarin cuma ditiban LCD, nggak mungkin sampe amnesia gini! Ini pasti cuma skenario buatan Bapak, kan? Ngaku aja, Pak! Kayaknya dendam banget sama saya sampe nge-prank gini!"

"Han, emang sejahat itu aku dipikiran kamu?" ucap Hasan penuh kecewa. "Ini beneran tahun 2023 dan kamu kecelakaan sepulang kuliah, mobil kamu nabrak pembatas jalan sampe remuk, Han."

Hani melirik Hasan dengan wajah bergedik ngeri. Bukan karena mengetahui bahwa ia sudah mengalami kecelakaan, melainkan sebab terus mendengar Hasan berbicara dengan bahasa informal 'aku kamu' padanya. Menggelikan, terasa sok dekat.

"Pak, jangan sok akrab. Ngobrolnya pake 'saya kamu' aja, lebih enak didenger," ucap Hani membuat Hasan yang baru saja ingin menambahkan ucapan seketika menelannya kembali.

Pria itu lantas mengeluarkan sebuah ponsel dari dalam saku celana lalu memberikannya kepada Hani. "Ini HP kamu, bisa kamu lihat, sekarang tanggal berapa, bulan berapa, dan tahun berapa. Nggak ada untungnya saya nge-prank kayak gini sama kamu, Han."

Hani melirik ponsel itu. Ponsel yang layarnya sudah remuk, namun masih dapat menyala dengan sempurna. "Bukan ini, HP saya nggak kayak gini."

"Ini punya kamu. Facelocknya, sandinya, semua punya kamu, Hani," jelas Hasan yang membuat Hani menerima ponsel itu dengan ragu.

Saat Hani aktifkan layarnya, ia langsung disambut dengan lockscreen yang menampilkan fotonya bersama Hasan sedang tersenyum lebar di sebuah taman. Ia tidak ingat kapan diambilnya foto itu, tapi memang benar jika itu adalah foto dirinya bersama Hasan.

Tapi, kecanggihan teknologi membuat Hani meragukan keaslian foto tersebut. Bisa saja itu hasil editan agar semakin meyakinkan, kan?

"Bukan ah, HP saya bukan Iphone kok," ucap Hani kemudian mengembalikan ponsel itu pada Hasan namun ditahan pria itu. Ia paksa Hani untuk membuka kuncinya.

"Kodenya ulang tahun kamu, 290897, atau kamu coba facelock-nya," beritahu Hasan.

Meski masih ragu, jari lentik Hani tetap ketikkan deretan nomor itu sebagai pembuka kunci, dan benar terbuka. Foto Hasan yang sedang tidur terpampang sebagai wallpaper membuatnya semakin meragukan kepemilikan ponsel yang sedang ia pegang saat ini.

"Buset, nggak salah nih, bro?" reflek Hani sebelum buru-buru menutup mulutnya kala menyadari Hasan masih di sana.

"Katanya di foto itu saya kayak marmut, jadi kamu sengaja pake buat wallpaper biar saya sebel," jelas Hasan tanpa tersinggung.

Rayuan Gila Dosen DudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang