Taylah masih belum menghubungi, hal itu membuat Shirley bertanya-tanya ke mana perginya gadis itu dan apa yang sedang dilakukan, sedangkan saat itu ia dan teman-temannya masih belum menemukan petunjuk baru. Ia juga berniat mencari gadis itu ke asrama atau kelas-kelas yang mungkin dihadiri, tapi tampaknya gadis itu tidak ada. Kondisi masih belum membuahkan hasil apa pun, karena ternyata setelah mereka berpencar dan melakukan penyelidikan pada orang-orang yang memiliki jaket klub basket, tak satu pun dari mereka yang patut dicurigai.
Saat itu, mereka sedang berkumpul di restoran yang biasa digunakan para mahasiswa nongkrong dan menghabiskan waktu.
“Bagaimana dengan kemajuan kalian?” tanya Shirley pada ketiga temannya. Ingin tahu kemajuan apa yang sudah didapatkan oleh mereka.
Daniella mengangkat bahu dengan tatapan bosan dan lemas. “Belum ada, sedikit pun.”
“Ya, aku juga sudah melakukan pencarian, tapi belum membuahkan hasil sama sekali.” Alex memiliki jawaban yang berbeda. dia menarik kursi yang dirinya duduki agar lebih dekat dengan meja.
Ekspresi wajah Tristan berbeda dari Alex dan Daniella. Ia sedikit tersenyum, setelah itu giliran ia menjawabnya. “Aku sudah banyak melakukan wawancara dan lumayan banyak orang mendapatkan info. Yang menjadi masalah, ada banyak orang yang memakai jaket itu, seperti yang Inspektur katakan, jaket ini cukup umum.”
“Apa kau bisa memperkecilnya?” pinta Shirley yang serius.
Tristan lebih serius, kemudian meneguk minumannya sesaat, lalu berdehem. “Ya, aku sudah mencocokkan berdasarkan tinggi badan dan ukuran tubuh para lelaki yang memiliki jaket seperti ini. Jumlahnya tetap lebih dari 10 orang.”
Shirley mengangguk pelan, mencoba menyimak, tetapi jelas masih ragu. “Kau yakin? Maksudku… mungkin orang-orang itu Cuma anggota klub biasa. Apa kita punya alasan kuat untuk menuduh mereka?”
Tristan bersandar, mengambil napas dalam. “Itulah tantangannya, kan? Kita tak bisa langsung menuduh tanpa bukti. Tapi, dari sepuluh orang ini, beberapa punya reputasi agak… meresahkan..”
“Bad boy?” tebak Shirley.
“More or less,” jawab Tristan singkat.
Alex menghela napas panjang, suaranya terdengar datar. “Lalu kita mau apa? Kita kan tak bisa asal datang dan menanyai mereka semua. Itu Cuma bikin kita tambah mencurigakan.”
“Aku tahu,” Tristan mengakui, namun sorot matanya masih penuh tekad. “Tapi kita tak bisa berhenti di sini. Setidaknya sekarang kita punya petunjuk, kita bisa mulai dari sini. Kalau kita terus mencoba, pasti ada sesuatu yang bisa kita gali lebih dalam.”
Daniella yang duduk di samping Alex hanya memainkan sendok di antara jari-jarinya. “Lantas, apa kita akan mulai melakukan aksi menguntit atau semacamnya pada orang-orang ini untuk memastikan semua orang?” tanya Daniella. Saat itu cukup banyak orang yang perlu diselidiki dan itu mungkin akan menghabiskan waktu yang lama.
“Kurasa seperti itu,” ucap Tristan sambil menghela napas berat. Pasalnya hal itu cukup sulit untuk dikerjakan.
Alex mengangkat alis, meski tatapan skeptisnya masih belum hilang. “Oke, katakanlah kita terus mencari. Lalu… apa rencanamu? Kau sepertinya sudah punya ide.”
Tristan menegakkan duduknya, senyumnya sedikit muncul. “Aku memang sudah memikirkan beberapa langkah. Bagaimana kalau kita cari cara untuk bisa masuk ke klub mereka? Setidaknya, kita bisa mengamati mereka lebih dekat. Siapa tahu, kita bisa menemukan sesuatu dari interaksi mereka atau bahkan pembicaraan mereka.”
“Kalian yang melakukannya, sedangkan aku akan mencari informasi lebih banyak lagi.” Shirley langsung menyerahkan untuk hal tersebut pada mereka.
Daniella yang menanggapinya, ia keberatan. “That’s not fair. Kau juga bagian dari tim, harusnya ikut bersama kami untuk ....”
KAMU SEDANG MEMBACA
Upacara Penyambutan Berdarah (Morgana University Series)
Mystery / ThrillerPenerimaan Mahasiswa baru sudah dibuka, Morgana University berada di sebuah kota kecil, banyak rumor simpang-siur tentang bangunan ini, konon katanya sering ada kematian seolah universitas ini dikutuk. Terutama ketika upacara penyambutan, akan selal...